°ACC°•4

685 128 23
                                    

Cahaya kuning keemasan mulai terpancar di ujung timur. Satu minggu telah berlalu. Rasanya sangat sulit bagi Zahra melewati satu minggu ini. Ia rindu dengan sifat Gabriel yang dingin. Ia rindu saat Gabriel selalu menunggunya di depan rumah. Bahkan meskipun orang tua mereka mengajak makan bersama, tak pernah mereka bertemu selain di sekolah.

"Hah." hembusnya bosan. Bus yang ia tunggu belum juga datang. Tubuhnya bersandar di halte bus sambil memejamkan mata.

"Ck."

Tiba-tiba seseorang menarik lengannya dan langsung menaiki bus.

"ALVIN!!" Zahra tersentak kaget saat dilihatnya Alvin menarik tangannya dan duduk di kursi bersamanya. Ia lantas menjambak rambut Alvin pelan.

"Ehh gilaa lo. Udah ditolongin malah nyerang gue. Seharusnya lo bilang makasih ke gue. Lagian bus udah di depan lo malah merem. Aneh banget jadi cewek."

"Sejak kapan lo naik bus pagi-pagi? Biasanya juga pake motor lo yang butut dan telat masuk kelas." ketus Zahra jengkel.

"Sejak hati gue kesangkut di hati lo." celetuk Alvin tersenyum lebar tepat di depan wajah Zahra.

Seperti terhipnotis, Zahra melotot tajam. Ia lantas memalingkan wajahnya dari pandangan Alvin.

"Ngga usah baper, just kidding."

"Gue udah tau, makannya gue balik muka."

"Wah diem-diem lo merhatiin gue ya? Sampai tau kalau tadi gue bercanda." Alvin mengacak-acak poni Zahra. Ya itulah kebiasaan dia setelah seminggu mengenal Zahra.

"Ahh kebiasaan deh."

Keduanya tertawa sambil menikmati alam pagi.

"Oh ya Vin, gue mau bilang..."

"Sama-sama Zahra." potong Alvin. "Udah lupain. Lain kali kalau mau naik bus ngga usah sambil tidur, ckck."

"Bukan ituu." ucap Zahra menyalahkan ucapan Alvin. "Kak Iel...dia udah bikin lo babak belur. Tapi lo malah baik sama gue."

"Ohh..." Cowok ini mengangguk dua kali. "Ngga usah gitu juga kali. Gabriel kan yang mukul gue? Jadi kenapa gue harus jahat ke lo?"

"Aneh deh. Setau gue lo itu ngga pernah deket sama cewek. Semenjak lo masuk SMA ini lo langsung popular. Meskipun banyak anak cewek dari kelas sepuluh sampe kelas dua belas yang ngejar-ngejar lo, lo mah cuek gitu aja. Dalam waktu singkat ini lo bisa ngegantiin posisi Kak Iel. Tapi kenapa lo malah deket...bukan deket malah, tapi lebih suka gangguin gue? Risih tau ngga?" jelasnya panjang lebar.

"Mungkin karna cinta kali ya?" tanggap Alvin singkat. Gaya duduknya menghadap Zahra dekat.

"Alvin!! Gue serius."

"Gue juga serius."

JLEBB!! Mata mereka saling pandang lekat-lekat.

"Ah udahlah. Capek gue ngomong sama lo." sadar bahwa Alvin terus menatapnya, ia kembali memalingkan wajah ke luar jendela.

***

Gabriel beranjak dari tempat duduknya menuju ruang OSIS. Saat itu juga Shila yang menjabat sebagai wakil ketua OSIS berjalan menelusuri lobi. Dilihatnya Gabriel yang berjalan tak jauh dari hadapannya.

"Gabriel!" panggilnya keras membuat Gabriel menoleh dan menghentikan langkahnya. Shila secepat mungkin berlari menuju orang itu.

"Ada apa?" tanya Gabriel saat keduanya berjalan masuk ke ruang OSIS.

"Gue mau ngambil buku matematika gue. Kemarin pas rapat gue lupa terus ketinggalan disini. Lo mau ngapain?"

"Ada proposal yang harus gue beresin."

Akhir Cerita CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang