Jam pelajaran telah berakhir dari satu jam yang lalu. Gabriel baru saja menyelesaikan rapat OSISnya dan berjalan menuju parkiran. Saat itu ia melihat seseorang yang duduk tak jauh dari tempat ia berdiri sekarang. "Disini bukan tempat buat ngerokok!" teriaknya lalu mengambil rokok itu dan membuangnya jauh-jauh.
"Hah...lo masih aja ganggu kesenangan gue. Ngga usah sok perhatian gitu! Gue cuman adik kelas lo." dengan perasaan kesal Alvin mengeluarkan sepuntung rokok dari sakunya lagi.
"Gue ketua OSIS disini. Jadi gue punya tanggung jawab buat negur setiap anak yang ngelarang aturan sekolah." Gabriel kembali mengambil rokok itu.
"Ketua OSIS? Wahh...hidup lo pasti menyenangkan."
"Lo pikir gue seneng?" tanya Gabriel dengan memasukkan tangannya di saku celana. "Pergelangan tangan gue pernah patah. Dan itu semua gara-gara bajingan yang ngga tau terimakasih. Akhirnya selama enam bulan gue harus rehabilitasi di Jakarta. Lo tau? Selama itu gue kehilangan semuanya. Untuk jadi ketua OSIS kayak sekarang, gue harus ngelakuin semuanya dari nol. Jadi gimana gue bisa seneng?" ia menatap tajam cowok di depannya.
"Cerita lo cukup mengharukan. Apa gue harus nangis?" ketus Alvin tertawa dengan gaya sinisnya. "Jadi dimana bajingan itu?"
"Entahlah. Mungkin sekarang dia mati." nada ucapan Gabriel terdengar dingin.
"Hati lo bener-bener busuk ya, Kak. Tapi perlakuan lo tadi, ngingetin gue sama seseorang." Alvin melangkah lebih dekat ke arah Gabriel. Ia lalu memegang name tag yang terpasang rapih di baju lawan bicaranya itu. "Hmm Gabriel Aditya Irawan. Lo juga ngubah nama kepanjangan lo?"
Secepat mungkin Gabriel menangkas tangan Alvin. "Terus kalau hati gue busuk, gimana sama lo? Anak baru yang dalam sekejap langsung popular di SMA ini."
"Kenapa? Lo cemburu gue ngegantiin posisi lo? Apa karna gue deket sama Zahra?"
"Buat apa gue cemburu? Gue cuman kasian aja. Mereka ngga tau kalau cowok populer di SMA ini ternyata petarung yang hebat, bahkan lebih dari seorang berandalan."
"Bener-bener ngga punya hati lo!!" Alvin baru saja akan mendaratkan tinjunya di wajah Gabriel. Tapi entah perasaan apa yang memasuki dirinya, ia tidak berani untuk memukul cowok ini. "Aishhh..." ia berhembus panjang dan menaruh kembali kepalan tangan di sakunya. "Gue coba hidup tenang di SMA ini. Jadi jangan buat gue marah!"
"Hah lo berani ngatur gue? Gue akuin drama lo hebat! Nutupin kejelekan lo dengan secuil kebaikan dan ngebiarin orang jadi bodoh karna sifat kekanak-kanakan lo ini!"
"Terserah." Alvin yang merasa amarahnya tidak juga mereda mengambil keputusan untuk meninggalkan Gabriel.
Dia kira dia siapa? Anak baru tapi udah bikin masalah. Sekali lagi dia deketin Zahra, gue ngga akan tinggal diem.
***
Zahra dan Sofia masih tinggal di dalam kelasnya. Ujian akhir semester yang tinggal menghitung hari membuat mereka harus belajar sekeras mungkin agar nilainya di atas angka sembilan. Dengan begitu cita-citanya untuk masuk universitas hukum bisa tercapai.
"Ahh...gue bosen belajar terus. Lagian kenapa sih nyokap gue ngebet banget pingin gue masuk ke universitas hukum? Padahalkan gue pingin jadi penulis. Mana gue harus ikut les lagi. Bisa-bisa rambut gue tumbuh uban semua." keluh Sofia.
"Nikmatin aja lah Sof. Lo punya nyokap yang selalu dukung lo. Yang selalu ngelakuin banyak hal supaya lo masuk universitas hukum. Sedangkan gue? Gue ngga punya nyokap kayak lo. Gue harus berusaha sendiri. Lo tau kan orang tua gue gimana? Berangkat pagi pulang malem. Bahkan mereka ngga tau kalau gue pingin kuliah disana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Akhir Cerita Cinta
Teen FictionIni dia! Pangeran kegelapan dan sang pahlawan kesiangan. Siapakah diantara mereka yang akan mendapatkan hati sang putri? Akankah mereka bisa berjuang melawan masalah dan masalalu yang terus menghantui dan mengelilingi seluruh ruang otaknya? Gabriel...