Sejak pagi sekali mereka telah membenahi barang-barang bawaan mereka. Kegiatan kamping berakhir pada hari ini. Beberapa bus melaju meninggalkan tempat perkemahan. Wajah anak-anak terlihat lesu berbeda pada saat keberangkatan menuju perkemahan. Hampir semuanya sudah tertidur lelap dalam mimpi.
Alvin tak bisa tidur. Ia memasang headsetnya menghilangkan rasa bosan. Bibirnya menyunggingkan senyuman pilu saat mendengar sebuah rekaman seseorang bersama dirinya.
"Haii, ini ade gue Alvin Jonathan."
"Najong gue jadi ade lo."
"Eh serius dong brother! Ini rekaman loh."
"Alay lo. Gue ngga suka yang gituan."
"Lah terus lo sukanya apa?"
"Alah kayak yang kagak tau aja. Gue suka cari masalah terus berantem."
"Ahh lo mah, suka berantem tapi ujung-ujungnya gue juga yang ngejaga lo. Kalau gue ngga jaga, pasti lo udah liar deh. Kali-kali lo kek yang jagain gue."
"Elo mah ngga usah dijagain juga banyak yang ngejaga lo. Mama sama Papa aja jagain lo. Dan gue? Serasa mereka ngga pernah anggap gue anaknya."
"Alvin ih!"
"Apa? Apa? Sono lo jauh-jauh dari gue!" Disana terdengar seperti Alvin sedang beranjak menjauh dan membantingkan tubuhnya di atas kasur.
"Sekali-kali panggil gue Kakak napa!"
"Iya kakak duh maksa banget."
"Apa? Gue ngga denger."
"Tau! Lupa gue. Udah ah mau bobo."
Kata-kata itu membuat ia ridu akan sosok Kakaknya. Zahra yang tadinya tak peduli dengan apa yang Alvin dengarkan, kini mulai penasaran. Alvin bahkan tidak menyadari bahwa seorang gadis tengah memperhatikannya.
"Dengerin apaan sih lo?" tanya Zahra seraya mencabut salah satu headset dari telinga Alvin dan dipasangkan di telinganya.
"Awas aja PR lo ngga bakalan gue kerjain. Alvin! Kakak lo ngomong dengerin kek! Huu makannya jangan keluyuran malem-malem! Jadi kayak kebo kan jadinya."
Setidaknya kalimat itu yang Zahra dengar sebelum Alvin dengan kasar mengambil kembali headset miliknya.
"Lo tuh ya!" teriak Alvin membangunkan orang-orang.
"Cih dasar petet! Gue lagi enak-enak tidur juga." suara Adi ternyata lebih memakan banyak korban bangun daripada Alvin.
"Elo juga gandeng!" tambah Sofia.
"Eeeeelah gandeng-gandeng! Mimpi enak gue jadi ilang kan." ceplos Riko membenarkan gaya duduknya.
"Ih mimpi jorok lo ya?" Sindy bangkit dari duduknya melemparkan tatapan penuh percaya diri.
"Enak aja lo! Gue mimpi pacaran sama si Sofia noh. Seumur-umur belum pernah gue kencan sama dia. Sakit tuh kan hati gue jadinya." Riko mengelus-elus dadanya seolah menjadi korban bully-an.
"Kencan bareng gue? Haha yaa ampun untung cuman mimpi. Bersyukur gue." Sofia terlihat bernafas lega.
"Emm maaf deh Rik." lantas Sindy segera duduk malu.
Suasana kini tak seramai tadi. Hanya hembusan nafas Alvin yang terdengar kesal kepada Zahra.
"Itu siapa Vin? Kok gue kayak kenal suaranya ya?" tanya Zahra memberanikan diri. Bukan apa-apa, pasalnya ia menargetkan seseorang yang ada dibalik rekaman itu dan takutnya ia malah salah. Zahra melihat Alvin terdiam memainkan Iphonenya. Ia tau Alvin pasti tidak akan menjawab. Karena sekarang Alvin pasti sedang kesal dengan perbuatannya tadi. Tapi yang membuat Zahra tidak yakin adalah raut wajah Alvin sama sekali tidak menunjukkan kekesalan. Mungkin terhalang dengan wajah manisnya. Sama persis seperti Gabriel. Bedanya kalau Gabriel terhalang oleh wajah dinginnya. Kemudian sesuatu membuyarkan pikiran Zahra. Ia segera membuka sebuah pesan masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akhir Cerita Cinta
Teen FictionIni dia! Pangeran kegelapan dan sang pahlawan kesiangan. Siapakah diantara mereka yang akan mendapatkan hati sang putri? Akankah mereka bisa berjuang melawan masalah dan masalalu yang terus menghantui dan mengelilingi seluruh ruang otaknya? Gabriel...