Api unggun yang menyala menarik perhatian sekaligus menghangatkan orang-orang yang mengelilinginya. Ditambah lagi cahaya bintang yang menaburi langit malam. Satu orang bermain gitar, yang lainnya menyanyi sambil menari. Perfect!
"Malam ini kita akan masuk ke dalam hutan. Saya akan membagi beberapa kelompok. Dimana dalam satu kelompok terdapat dua wanita dan dua pria. Nanti kalian akan diberi petunjuk. Jadi ikuti petunjuk itu dan jangan coba-coba keluar dari jalur yang telah kami siapkan. Baiklah, ayo mulai." jelas Pak Dani yang merupakan salah satu panitia dari kegiatan ini.
Semua anak-anak langsung bergabung dengan timnya. Mereka terlihat sangat bersemangat. Tapi tidak dengan Zahra. Ia terus menunduk ke bawah berharap semua ini akan berakhir.
"Lo beneran mau ikut Ra?" tanya Sofia.
"Kayaknya gue harus deh."
"Mati gue. Hutan kan serem." pekik Sindy mengacak-acak poninya sendiri.
"Ini seru kali. Bentar yaa gue ambil jaket sama senter dulu." Sofia berlalu memasuki tendanya.
"Lo kebagian tim siapa?"
"Fero, Kak Bryan dan... Kak Shila."
"Demi apa?" mata Sindy melotot seperti akan loncat keluar. "Lo ngga mau pindah?"
"Ngga lah. Kalau gue pindah nanti disangkanya gue ngga suka lagi sama Kak Shila."
"Elah sabar banget sahabat gue."
"Gue takut banget sama hutan." Zahra tak henti-hentinya meremas lengan sendiri. "Kalau gue kesasar, anak-anak bakalan pada nyariin gue ngga ya?"
"Lo ngomong apaan sih Ra? Kita kan berkelompok. Ngga mungkin lo ngilang gitu aja."
Bersamaan dengan itu Sofia keluar dari tenda dengan hanya membawa tiga jaket tebal dan dua senter. "Ra, lo ngga bawa senter ya?"
"Oh? Emang di tas gue ngga ada?" Zahra terlihat panik. Ia teringat sesuatu. Yaa saat Zahra akan mencari senter di kamarnya, tiba-tiba Gabriel datang. Dan ia melupakan senter yang sangat penting saat berkemah. Apalagi saat malam hari. "Aduh gimana dong?"
"Tenang aja Ra. Di kelompok lo pasti pada bawa kan? Ngga ngaruh kalau lo ngga bawa." Sindy merangkul Zahra dan menenangkannya.
***
Setengah perjalanan telah mereka lalui. Meskipun telah dibagi kelompok, tetap saja mereka saling menyatu dengan kelompok lain untuk menelusuri jalanan hutan. Niat anak-anak sih berani, eh taunya pas udah di dalem hutan malah nyerocos ketakutan.
Semilir angin yang berhembus terdengar menyeramkan. Pohon-pohon tinggi melambai menyambut kedatangan orang-orang yang berjalan melewatinya. Setidaknya itu sangat menakutkan bagi Zahra.
"Kita kehilangan petunjuk. Mana anak-anak udah pada jauh lagi." decak Bryan saat berada di pertigaan jalan. Lalu ia melihat kembali peta lokasi yang dilipatnya.
"Lo yakin?" tanya Shila meyakinkan.
"Ahh senter gue mati." pekik Fero saat senternya sudah tidak lagi menyala.
"Gue takut." ucap Zahra tertunduk panik tak berani melihat suasana disekitarnya.
"Gini deh. Kita ngga perlu nyelesain ini dan balik ke arah jalan yang tadi." pendapat Shila disela-sela kepanikan dan dinginnya malam.
"Oke. Gue setuju. Sekarang senter kita cuman satu. Jadi Fero lo pegang senter di depan dan gue jaga di belakang. Lo masih inget jalannya kan?" tanya Bryan dengan otaknya yang mulai bekerja. Ia satu-satunya yang terlihat tenang.
Fero mengangguk paham dan mulai melakukan tugasnya. Panik! Panik! Itulah yang ada dipikiran mereka sekarang. Tak peduli apapun, bersama siapa mereka, yang terpenting mereka kembali ke tenda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akhir Cerita Cinta
Teen FictionIni dia! Pangeran kegelapan dan sang pahlawan kesiangan. Siapakah diantara mereka yang akan mendapatkan hati sang putri? Akankah mereka bisa berjuang melawan masalah dan masalalu yang terus menghantui dan mengelilingi seluruh ruang otaknya? Gabriel...