°ACC°•12

414 50 23
                                    

Seharian ini mereka disibukkan dengan penanaman pohon bersama yang akan menjadi akhir kegiatan kamping mereka. Kegitan itu berlangsung ricuh. Kenapa coba? Yang namanya penanaman pohon yaa pasti pake pupuk. Tapi dipikiran mereka pupuk itu menjadi hal yang menjijikkan. Yaelahh buat hidup aja ngga mau kotor-kotor. Bisanya ngabisin pohon doang. Iya sih ngga nebang pohon. Tapi itu kertas yang setiap hari kalian pake bahan awalnya dari apa coba? Sudahlah.

^°^

Suasana terlihat sepi. Orang-orang sedang beristirahat di dalam tenda. Hanya terdengar suara jangkrik yang menemani gelapnya malam. Tapi tidak dengan dua orang ini. Mereka tengah berbincang di sebuah tempat duduk yang tidak jauh dari tenda mereka.

"Maaf gue ngajak lo kesini."

"Ada apa Shil?"

"Gue boleh sandaran di pundak lo?" tanya Shila mantap dengan mata berkaca-kaca.

"Maksudnya?"

Tanpa menjawab pertanyaan dan persetujuan Gabriel, Shila langsung bersandar di pundak cowok ini.

"Tapi..." Gabriel yang merasa terkejut dengan tingkah Shila mencoba menjauh.

"Tolong, sebentar aja." cegah Shila kekeh.

"Shil nanti kalau banyak yang liat gimana? Lo lupa kita ini ketua..."

"Tadi pagi nyokap gue meninggal. Dan gue baru tau sekarang." terdengar isak tangis Shila yang mulai mengisi keheningan.

"Nyokap lo?" sejenak Gabriel terdiam. "Emm gue turut berduka Shil. Lo yang tenang yaa. Disana pasti bokap lo ngurusin pemakamannya."

"Masalahnya gue udah setahun ngga ketemu dia."

"Orang tua lo cerai?"

"Iya. Itu udah lama banget. Gue nyesel ikut sama bokap Iel. Gue pingin minta maaf sama nyokap. Tapi setiap gue mau ketemu sama dia, gue ngerasa malu. Malu atas pilihan yang gue buat. Gue nyesel..." tangisan Shila semakin kencang.

"Pantesan waktu itu cuman bokap lo yang dateng."

Shila tersenyum pahit. "Ngga apa-apa kan gue pinjem pundak lo? Gue ngga tau lagi harus bilang ini ke siapa."

"Heem." jawabnya mengangguk dingin.

Seseorang di balik pohon dengan wajah memerah sedang menyaksikan kejadian itu. Air matanya langsung mengalir tanpa tujuan. Tubuhnya lemas tak berdaya. Tiba-tiba sebuah jaket menutupi wajahnya dan seseorang lain membawanya pergi dari tempat itu.

***

"Bodo! Lo ngapain diem aja? Samperin mereka apa susahnya sih? Malah sembunyi nonton apa yang bikin hati lo sakit dan ngebiarin tubuh lo kedinginan. Orang kayak Gabriel tuh emang harus dikasih pelajaran." ucap Alvin terdengar seperti memarahi cewek di hadapannya. Tapi cewek itu malah diam seolah menerima semua hantaman ini. "ZAHRAAA!!" teriaknya kesal.

"Apa sih Vin?" mimik wajah Zahra terlihat tenang.

"Lo ngga liat tadi mereka ngapain?"

Lagi-lagi Zahra terlihat tenang dengan seulas senyum tipis di bibirnya. Berbeda dengan Alvin.

"Lo inget ngga waktu di apartemen Sofia? Ituloh waktu Kak Iel beduaan sama Kak Shila." kini Zahra angkat bicara. Berbicara hal lain yang menambah kekesalan lawan bicaranya.

Akhir Cerita CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang