Sinar matahari yang masuk melalui kamar ini membangunkan Zahra dari tidurnya. Ia mengusap kedua matanya agar bisa melihat jelas. Kemudian masih dalam posisi tidur ia merentangkan kedua tangannya dan menguap.
"Jangan tinggalin gue. Gue ngga tau harus kemana lagi."
"Gue ngga akan ninggalin lo. Gue bakalan ada di sisi lo. Gue janji."
Mata Zahra terbelalak. Ada selintas ingatan yang tiba-tiba muncul dalam memorinya. "Suara siapa itu? Haa? Itu bukannya suara gue sama Alvin. Kapan gue bilang kayak gitu? Kok gue bisa lupa? Apa itu cuman mimpi?"
Sadar bahwa ia berada di kamar orang lain, ia segera keluar kamar mencari sang pemilik rumah. Berantakan! Decaknya begitu melihat ruang tamu yang bagaikan kapal pecah. Baju kotor berserakan dimana-mana, sampah bekas makanan siap saji terlihat berantakan di atas meja. Dan yang lebih parah lagi sang pemilik rumah tidur di sofa dengan pakian terkesan menjijikan, kaki kananya terangkat ke pundak sofa.
"Pergi lo! Anjir itu ice cream gue!!" Alvin mengigau sambil meninju bantal gulingnya.
Zahra mematung di tempat. Dalam pikirannya Alvin itu sangat sinting, jadi ia tidak terlalu kaget saat Alvin seperti ini. Ia kemudian mengahampiri cowok itu dan mengoyak tubuhnya. Tapi Alvin masih saja mengigau. Ia menarik kepala Zahra dan ditempelkan di dadanya. Zahra tertegun, jantungnya bergerak dua kali lebih cepat dari biasanya.
"Sedeng ih Alvin! Lepasin ngga? ALVIINNNN!!!" Zahra yang sudah tak sabaran langaung menjambak rambut Alvin.
"AWWW! Sakit bang, sakit!!" celoteh Alvin bangun terpaksa mengelus lembut rambutnya sendiri.
"Bang, bang, bang. Emang gue abang lo apa?" Zahra melepaskan diri dari dekapan Alvin. "Lagian mimpi lo aneh-aneh aja."
Tangan Alvin mengucek kedua matanya. Ia tertawa renyah begitu melihat pakian Zahra dari atas sampai bawah. Rambut panjangnya bergelantungan tak teratur. Jaket miliknya yang dipakai di tubuh mungil Zahra, membuatnya terlihat seperti orang-orangan sawah.
"Kenapa sih lo ngeliatin gue kayak gitu?" tanyanya bagaikan bidadari tak bernyawa.
"Kagak-kagak. Sini deh bentar."
"Ngapain?"
"Sini! Bawel banget jadi cewek."
DEG!! Semua kenerja tubuh Zahra mendadak berhenti saat tangan hangat Alvin menarik tubuhnya dekat dan menempelkan punggung tangannya di kening Zahra.
"Masih sakit?" tanya Alvin kemudian mencoba mengetahui suhu tubuh Zahra.
Zahra melotot disertai gelengan kecil. Sampai saat ini ia masih kuat menahan nafasnya agar Alvin tidak merasakan getaran dalam nafas Zahra.
"Badan lo masih panas gini dan lo bilang ngga sakit?" tangan Alvin menjauh dari kening Zahra lalu memegang pundak cewek itu. Kemudian ia berhembus pelan. "Nafas Ra, nafas. Gue ngga gigit kok." ucapnya sedikit tertawa. Ternyata Alvin sudah tau bagaimana reaksi cewek ini.
Sekarang, detik ini juga wajah mereka saling berdekatan. Ya ampun... Gue kenapa sih? Alvin kok keliatan manis...ehh engga-engga. Orang kayak dia? Manis? Hah ngga mungkin. Tapi matanya....ah mikirin apa sih gue?
"Woi Ra!" teriak Alvin masih dengan tangan yang menggantung di pundak Zahra.
"Ih apaan sih? Bikin jantungan aja!" Zahra tersentak dan menyingkirkan tangan Alvin.
"Abis lo ngelamun mulu sih. Bisa-bisa nanti kesambet cinta gue lagi."
"Tuh kan ngelantur ngomongnya."
"Yaudah sekarang mending lo bikinin gue teh deh. Itung-itung ucapan terimakasih lo ke gue."
"Gue bukan babu lo! Bikin sendiri! Lagian kan lo bilang gue masih sakit. Jadi mana mungkin orang sakit harus bikin teh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Akhir Cerita Cinta
Teen FictionIni dia! Pangeran kegelapan dan sang pahlawan kesiangan. Siapakah diantara mereka yang akan mendapatkan hati sang putri? Akankah mereka bisa berjuang melawan masalah dan masalalu yang terus menghantui dan mengelilingi seluruh ruang otaknya? Gabriel...