6

1.6K 21 1
                                    

Merasa ada yang menarik tanganku aku langsung berhenti dan berbalik badan.

"Ka kamu masih disini?"

"Aku sudah bilang akan mengantar dan menjemputmu setiap hari" Vano tersenyum

Aku terdiam dan mengikutinya menuju mobil dan dia membuka pintu penumpang aku pun masuk dan duduk tanpa bicara. Selama perjalanan kami hanya diam, aku tidak tau harus berkata apa. Hanya melihat Vano dari belakang pandangannya lurus konsentrasi pada kemudinya.

Sampai dirumah juga kami langsung masuk ke kamar hanya menyapa mami sekilas lalu. Aku masih diam hanya memperhatikannya mengambil pakaian ganti kemudian masuk ke kamar mandi. Setelah dia selesai aku bergantian masuk ke kamar mandi. Setelah keluar dari kamar mandi aku tidak melihat Vano didalam kamar, kemudian aku segera turun.

"Ren kalian sudah makan?" tanya mami

"Belum mi"

"Ya sudah mami siapkan makanan kamu panggil Vano itu dia dibelakang sama papi"

"Iya mi"

Aku melihatnya sedang mengobrol bersama papi entah apa yang mereka bicarakan karena saat aku mendekat mereka terdiam. Lalu aku mengajaknya dan papi untuk makan malam bersama.

STEVANO POV

Hatiku terasa tercabik cabik karena melihat istriku dalam pelukan laki laki lain. Cemburu yang aku rasakan biarpun aku tau Rena tidak memiliki rasa sedikitpun. Tapi apa sudah tidak ada lagi sedikit harapan untukku.

Setelah makan malam bersama aku tidak masuk ke kamar. Aku memilih untuk ke ruang kerjaku dan berkutat dengan pekerjaan untuk melupakan perasaanku. Tidak terasa sudah pukul 02.00 pagi aku belum juga merasa ngantuk.

Disinilah aku berdiri sendirian dibalkon dengan menghisap dalam rokok yang seharusnya membahayakan paru paru. Sudah hampir satu jam aku berdiri disini dengan udara dingin yang menusuk kulitku. Dadaku mulai terasa sakit, aku segera masuk ke kamar mencari obat dalam keadaan gelap karena Rena sudah mematikan lampu dan tidur.

PYAAAAARRR....... Aku menyenggol lampu meja sampai jatuh dan pecah

"Vaaann...." suara rena

"Ma maaf ak aku cari obatku" kataku tersengal sengal sesak nafas

"Astaga Van asma mu kambuh lagi, duduk sini aku yang cari obatnya" kata rena menatapku iba

"Aku bis bisa sendiri" menolak bantuannya dan nafasku semakin sesak

"Cckkk keras kepala" kata rena yang menggeledah isi laci lalu mengambil air dan memberikan padaku

"Maaaakasihhhh" kataku

Rena hanya duduk ditepi tempat tidur dan menatapku yang masih saja sesak nafas, keningnya berkerut bingung. Dadaku malah terasa semakin sakit dan nafasku semakin sesak karena merasa hanya sedikit oksigen yang bisa aku hirup untuk bernafas.

Tanpa aba aba rena terburu buru keluar kamar entah kemana.

Tidak lama papi dan mami diikuti rena masuk ke kamar dan terkejut melihatku yang sudah seperti orang sekarat. Papi langsung membantuku berdiri dan berjalan kebawah, mengemudikan mobil membawaku ke rumah sakit terdekat. Saat terakhir yang aku ingat hanya wajah panik mami karena setelah itu pandanganku hanya gelap.

Saat terbangun aku sudah berada diruangan serba putih dan selang oksigen terpasang dihidungku. Aku mencari keberadaan orang yang aku kenal.

Rena, ya mataku menangkap sosok Rena istriku tertidur disofa kecil. Aku mencoba mengeluarkan suara tapi seorang perawat masuk.

"Sus tolong beri selimut ini untuk dia dengan pelan ya"

"Istri anda terlihat panik saat anda belum sadar pak"

"Benarkah sus?" tanyaku tak percaya karena setauku Rena tidak pernah peduli dengan keadanku

"Iya pak istri anda terlihat sangat khawatir, saya permisi dulu pak satu jam lagi dokter akan memeriksa keadaan anda pak"

"Baiklah terima kasih sus"

Dari posisi berbaring aku memperhatikan wajahnya yang sedang tidur dengan pulas, cantik batinku. Tidak lama rena terlihat membuka matanya perlahan dan duduk sambil meregangkan punggungnya yang pasti sakit tidur disofa kecil itu. Kemudian melihat kearah mataku dan pandangan kami bertemu. Aku tersenyum padanya tapi dia melihatku datar seperti biasanya. Saat dia berdiri tiba tiba dia memegang perutnya.

"Kenapa?" tanyaku panik dan beranjak mencabut infus dan melepas oksigen

"Sakit sedikit" jawabnya

"Panggil dokter ya" kataku dan menekan tombol

"Ga usah berlebihan"

"Aku khawatir Ren bukan berlebihan seperti katamu"

Dokter datang dan masuk ke ruanganku menanyakan keadaanku. Aku menggeleng dan bilang kalau perut Rena sakit. Setelah diperiksa ternyata tidak apa apa hanya kecapekan saja. Aku juga memaksa untuk pulang karena aku sudah sehat. Melihat raut wajah Rena yang menatapku karena aku memaksa dokter.

"Aku mau pulang sekarang Ren" kataku sambil membersihkan bekas darah ditangan karena mencabut infus

"Aku urus administrasi dulu"

"Ren, pakai kartuku aja"

"Kamu pikir aku ga punya uang"

"Huuuuhh ya sudah makasih Ren"

Setelah Rena pergi keluar aku menelpon mami mengabari kalau sebentar lagi pulang.

Kami berdua pulang dengan taxi karena tidak ada mobil. Sampai dirumah kami langsung masuk kedalam dan sudah ada papi yang duduk diruang tamu dengan raut wajah emosinya.

"Sudah sehat kamu?"

"Sudah pi, aku naik dulu ya"

"Duduk sini kalian papi mau bicara"

"Iya pi, yuk Ren duduk sini"

"Sejak kapan kamu merokok lagi? Mau cepat mati kamu? Gara gara kelakuan bodohmu itu membuat seisi rumah khawatir terutama mami dan istrimu sampai menangisi orang sebodoh kamu"

"Maaf pi sudah melanggar janjiku"

"Maaf? Hanya bisa minta maaf sekarang, apa kemarin sebelumnya tidak berpikir dulu hahh?"

"Maaf pi aku memang salah terserah papi sekarang mau bagaimana"

"Kalau tidak ingat istrimu sedang hamil pasti kamu sudah papi usir sekarang. Papi tidak pernah mengajarkan kamu menjadi pembangkang Stevano Alexanio"

Mendengar ucapan papi yang menyinggung kehamilan Rena membuatku seakan dihantam batu sampai remuk. Aku semakin tidak berkutik dan hanya bisa diam. Melirik ke arah Rena yang terlihat cemas kemudian aku menggenggam tangannya untuk bisa lebih tenang dan jangan sampai menangis didepan papi.

Saat itu juga mami datang dan menyuruhku langsung naik ke atas dan istirahat dikamar. Karena kalau papi sudah seperti ini pasti akan diperpanjang dan emosinya tidak bisa dikontrol.

Aku masuk ke dalam kamar dan langsung mengambil posisi disofa sedangkan rena langsung masuk ke kamar mandi entah apa yang dilakukannya yang jelas aku langsung tertidur.

Merasakan ada yang menyentuh rambutku aku akhirnya membuka mata.

"Tidurlah ditempat tidur"

"Kamu aja kan sudah perjanjian kita ga tidur setempat tidur"

"Terserah kamu aja" kata rena dan pergi keluar kamar

"Ren...." panggilku dan menahannnya

"Heeeemm"

"Temani sebentar apa kamu mau? Aku janji ga akan macam macam" pintaku

Tanpa menjawab Rena kembali ke tempat tidur dan berbaring bersamaku.

Aku menghadap kearah Rena dan pandangan kami bertemu dengan jarak yang sangat dekat tidak terpisah oleh apapun.

"Aku cinta kamu Renata" ucapku dalam hati dan tersenyum





______________________________________
To be continue......

Loving You With All Of MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang