Indonesia Raya - W. R. Supratman

192 14 4
                                    

Key menyusuri koridor sekolah yang basah terguyur air hujan.

Berkali-kali dihembuskannya napas panjang dan berat. Kali ini ia merapatkan jaketnya. Hujan di Senin pagi adalah berkah bagi setiap siswa. Karena dengan begitu, upacara pasti ditiadakan.

Karena itu juga, banyak siswa yang datang telat menyebabkan Key harus bertahan lama dengan kesunyian di Global International School.

Ia menaruh tas di salah satu bangku kemudian beranjak keluar lagi.

Bingung karna harus tetap menunggu di dalam kelas sambil menahan bosan dan kesendirian atau ia lebih baik menembus derasnya hujan, duduk di koridor dekat pekarangan belakang sekolah lalu memperhatikan Tristan di balik kaca besar perpustakaan seperti biasanya?

Ditengah perdebatan keputusan itu, ada seseorang yang memanggilnya.

Ia menoleh ke asal suara dan terkejut mendapati siapa yang berjalan mendekatinya.

"Bisa ngomong sebentar?" Tanya Tristan sambil membuka tudung jaketnya.

Key menahan napas.

Beberapa helai rambut Tristan terkena air hujan, cowok itu menyisir rambutnya yang sedikit basah dengan sebelah tangan. "Di Ruang OSIS mau?"

Tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun, Key mengangguk menyetujui kemudian mengikuti Tristan ke Ruang OSIS.

Cowok itu membiarkan semua jendela di ruangan terbuka sementara pendingin ruangan dimatikan. Memberikan kehangatan tanpa mengurangi udara yang masuk.

"Ada apa?" Tanya Key sambil duduk di salah satu kursi.

Tristan hanya menatap Key seolah menimbang-nimbang ingin menjawab pertanyaan gadis itu atau tidak.

Niat awal ingin memberitahu Key banyak hal luntur sudah saat melihat gadis itu berdiri di tengah koridor yang sepi sambil memandang hujan. Ada kelegaan yang dirasakannya saat menatap Key.

Perasaan itu perlahan berubah saat kembali diingat masalah yang ingin dibicarakannya bersama Key. Saat bersama Key, semua hal yang memberatkan pikirannya berangsur menjauh, digantikan ketenangan yang tak bisa didefinisikan.

"Dhita..." Tristan berpikir sejenak. "Udah enggak boleh sekolah lagi,"

Key melebarkan matanya tak percaya. "Enggak boleh sekolah lagi?" Tanyanya tak percaya.

Tristan mengangguk. "Kondisi kesehatannya makin menurun. Kita semua sepakat ngikutin apa yang Dokter bilang, salah satunya Dhita enggak boleh masuk sekolah lagi,"

"Terus Dhita gimana?" Tanya Key kemudian.

Tristan memandangnya dengan bingung. "Dhita gimana?"

"Iya. Maksudnya, reaksi dia waktu dilarang masuk sekolah,"

"Ohhh..." Trustan mengangguk paham. "Dia kaget. Pastinya. Tapi diem aja. Dan akhirnya dia ngomong 'Enggak masalah, Tan. Mungkin, temen-temen kita bakal seneng kalau aku pergi.' "

Key tertegun. Sejak dulu, Dhita memang sudah siap pergi. Mencari musuh sebanyak banyaknya agar tak ada yang menangisi kepergiannya.

Sayangnya Dhita melupakan satu orang. Seseorang yang kini tengah duduk di hadapan Key.

"Dhita salah." Gumam Key tajam, sebelum Tristan membuka mulutnya, Key kembali bersuara.

"Rencana lo selanjutnya apa?"

Tristan terdiam sejenak sebelum menjawab. "Ngasih tau temen temen. Anak OSIS terutama. Karena kalau enggak ada Dhita, akan ada banyak perubahan untuk acara ini,"

KEY [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang