6. Siluet

1.1K 97 25
                                    

Jika tak mampu jadi alasan kenapa harus terus dicintai, jadilah sebuah tujuan. Kemanapun langkah berjalan, pasti butuh tempat kembali.

—Hampirsore

***

HARI PERTAMA kerja cukup melelahkan. Hari sudah gelap. Beberapa pegawai juga sudah pulang ke rumah masing-masing untuk beristirahat, mempersiapkan diri untuk hari esok yang mungkin lebih melelahkan. Meski lehernya sudah pegal karena duduk daritadi, Ratna masih setia di meja kerjanya. Ada banyak buku yang harus ia buatkan ilustrasinya. Alih-alih semangat, Ratna justru berkali-kali menguap sehubungan dengan makin larutnya hari. Ia belum mau pulang. Di hari pertamanya kerja, Ratna harus menunjukan yang terbaik.

"Ratna, kan saya udah bilang daritadi, kamu pulang aja, ini udah malam. Memangnya besok kamu nggak kuliah?" kata Pak Tio yang tiba-tiba muncul dihadapannya.

"Eng—iya, pak," jawab Ratna.

Setelah Pak Tio berlalu dari hadapannya, Ratna dengan sigap membereskan meja kerjanya yang berantakan. Ia mengamit tasnya lalu pergi meninggalkan gedung kantor ini.

Menunggu bus kota pada malam hari begini memang hal paling menjemukkan. Sudah tiga puluh menit ia menunggu di halte, tapi tidak ada satupun bus yang lewat di depannya. Hanya ada angkot-angkot kecil yang pastinya bukan tujuan perempuan itu.

Tadinya Ratna ingin menelpon Radin agar menjemputnya, tapi setelah diingat-ingat, ponsel Ratna mati dua jam yang lalu karena kehabisan baterai. Mau tidak mau, gadis itu harus menunggu bus kota lewat, selama apapun angkutan umum itu datang.

Kurang lebih satu jamsudah Ratna menunggu bus itu lewat. Ditemani desauan angin malam dansuara-suara kendaraan di jalan raya, Ratna meringkuk sepi di bangku halte yangsudah karatan. Sampai akhirnya, mobil besar yang dinantinya datang juga.Buru-buru Ratna naik ke bus itu, berdesakan dengan penumpang lain yang tidakmau mengalah.

***

KEEMPAT ANGGOTA Pasukan Gajah Belang sedang berkumpul di café Oranje yang terletak di daerah Jakarta Selatan. Empat macam cangkir minuman yang berbeda rasa itu tergeletak di depan sang empu. Kepulan asap halus menari di atas cangkir mereka, menandakan minuman itu masih panas dan baru di pesan beberapa menit lalu.

Ratna memesan kopi robusta kesukannya. Ia menyesap kopi itu dengan perlahan, menikmati rasa dan juga wanginya yang sangat ia sukai. Persetan dengan pelanggan-pelanggan lain yang memandangi mereka dengan tatapan aneh, Melati, Doni, Ratna, juga Irgy masih terus mengobrol ngalor-ngidul, membahas hal-hal yang topiknya tidak jelas tapi membuat perut sakit karena terlalu banyak tertawa. Apalagi ada Doni, cowok kribo yang mampu mencairkan suasana dengan mudahnya.

Omong-omong, hari ini Ratna pulang cepat karena pekerjaan di kantornya sudah rampung ia kerjakan semua. Jadi pak Tio memberikannya izin pulang lebih awal.

Sekarang giliran gelak tawa Ratna dan Irgy yang terdengar lebih kencang, melihat aksi Doni yang menjahili Melati dengan tingkah yang lucu. Hal kecil sebenarnya, tapi sungguh menggelitik apalagi ekspresi keduanya yang lucu.

"I think they're gonna be the good couple," celetuk Ratna, memerhatikan Doni dan Melati.

Irgy mengangguk pelan. "I think so."

"What the hell are you talking about?" ucap Melati dengan cepat. "Gue? Jadian sama Doni? Huwekkkk."

"Nggak usah munafik deh, Mel. Terus siapa yang curhat ke buku diary, bilang suka sama gue dari SMP?" Doni masih terus meledek Melati hingga muka perempuan itu memerah. Lalu berucap lagi, mengikuti kata-kata yang pernah Melati tulis dalam buku diary SMP nya. "Dear diary, sebenernya aku udah suka sama Doni dari lama. Dia itu orangnya baik banget, suka kasih permen karet pas istirahat. Tapi kenapa ya, dia nggak pernah pek—"

KOTA KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang