Notes : Hai, fellas! Selamat datang di cerita baru bergenre ClickLit iniiiii! Chapter awal belum banyak tokoh yang muncul, mungkin di chapter 3 atau 4.
Happy reading!xx
***
Yogyakarta, Maret 2013...
MATAHARI sudah nampak sejak satu jam yang lalu, tapi itu tidak cukup membangunkan seorang gadis berusia sembilan belas yang masih terbaring di tempat tidur empuknya. Ditambah lagi, udara sejuk kota Jogja yang menambah kesan nyaman dan ingin berlama-lama di tempat tidur. Padahal alarm berbentuk apel merah di nakasnya sudah berdering kencang di dekat telinganya.
Kaus putih pudar bertuliskan "I Love Jogja" yang dia pakai semalam masih melekat di tubuh mungilnya. Belum lagi dengan rambut sepundak yang bentuknya sudah tidak beraturan. Posisi tidur yang tadinya indah itu kini tidak pantas disebut normal, dengan kaki yang menggantung ke lantai, dan posisi kepala yang berada di tepi kasur yang lain.
Dengkuran halus yang keluar dari bibir merah mudanya menandakan betapa pulasnya tidur gadis itu, mengingat kemarin ia tidur larut malam karena harus packing beberapa barang tambahan yang harus di bawa.
"Ratna, Kakak telepon nih!"
Seorang Ibu berusia empat puluh keatas tergopoh-gopoh dari ruang tamu menuju kamar anaknya. Tangan kanannya menggenggam sebuah telepon rumah tanpa sambungan kabel. Begitu pintu kamar dibuka, Gayatri-atau yang kerap disapa Bu Yatri oleh para tetangga- disuguhi dengan pemandangan anaknya yang tidur dengan lelap.
Bau cat air dari sebuah wadah menyeruak ke hidung wanita paruh baya itu. Ia tau betul bagaimana tabiat anak bungsunya itu. Pasti setelah packing semalam, Ratna kembali beraksi dengan kuas, kanvas, dan cat airnya-terbukti dari adanya sebuah kanvas yang diisi dengan gambar abstrak di dekat sana. Lantas, pandangan Yatri berpendar lagi, mengamati detil-detil kamar Ratna yang dipenuhi dengan poster-poster band kesayangannya, hasil lukisan gadis itu, foto-foto di dinding, juga origami-origami berbentuk burung yang menggantung dekat jendela.
"Rat, bangun nduk," ucap Yatri seraya mengguncangkan tubuh gadis itu.
Tapi, bukannya langsung bangun, Ratna malah membalas celotehan Ibunya dengan gumaman tidak jelas, lalu berbalik memunggungi wanita paruh baya itu seraya menarik selimut sampai menutupi seluruh tubuhnya. Yatri tidak tinggal diam. Dia menarik selimut Ratna, lalu mencipratkan air mineral yang ditaruh di nakas oleh Ratna semalam.
"Haduh, kamu nih kayak ndak pernah ketemu kasur aja!" pekiknya dengan aksen khas wanita Jogja. "Kakakmu telepon, nih. Memangnya ndak jadi opo, pergi ke Jakarta?"
Mendengar kata "Jakarta" yang membuat telinganya peka, buru-buru Ratna menyibakan selimut tebal berwarna biru langit itu, dan mengambil telepon rumah yang ada digenggaman Yatri lalu mendekatkan benda itu ke telinganya.
"Halo, Kakak," ucap Ratna dengan mata yang masih terpejam.
"Ya ampun, Ratna! Kamu gimana sih, keretanya berangkat tiga puluh menit lagi loh!"
Masih belum membuka matanya, Ratna menjawab, "Ini masih jam tujuh Kak, aku masih ngantuk."
"Nggak, nggak, pokoknya kamu harus siap-siap sekarang juga!"
Telepon terputus. Setelah memberikan kepada ibunya yang daritadi berada persis di sampingnya, Ratna kembali meringkuk di balik selimut tebalnya. Udara kota Jogja yang sejuk seakan-akan menyuruhnya untuk tetap berada di tempat tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOTA KITA
Literatura FemininaPergi ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah di universitas ternama adalah impian Ratna sejak dulu. Tujuannya hanya belajar dan mencoba untuk hidup mandiri dengan jauh dari kedua orang tuanya. Hanya itu. Tapi di kemudian hari, Ratna tidak menyangka bah...