Note: Chapter ini mungkin akan sangat ngebosenin dan drama abis. kalo mau muntah, silahkan aja.
------
Jangan pernah takut kehilangan. Karena akan ada bahagia-bahagia baru yang datang setelah kehilangan.
—Haphap
***
"NIH DIA! Baru juga diomongin, udah nongol," pekik Doni kencang saat kedua bola matanya melihat sosok Ratna yang baru saja sampai di markas besar—begitu Doni menyebut kantin kampus ini.
Ratna menyeritkan keningnya kemudian duduk di samping Melati yang sedang menyedot teh botol dengan sedotan di depannya. "Pada nungguin aku ya? Hehe."
"Rat, kita mau nagih traktiran hasil gaji pertama lo!" ujar Melati setelah itu.
Perempuan itu—Ratna memandangi Irgy sekilas, lalu menghembuskan napas kecil sebelum berkata, "Oke, café Oranje, sore ini."
"Asikkkk!"
Dengan antusias, Ratna, Melati, Irgy, dan Doni pergi menuju Oranje bersama dengan mobil pribadi Doni—dan kebetulan, hari ini memang hanya cowok itu yang membawa kendaraan, sementara yang tiga lainnya pergi ke kampus dengan kereta dan bus.
Hari ini juga Ratna bisa bernapas lega karena pekerjaan menumpuknya sudah ia selesaikan di rumah semalam, dan tinggal masuk ke tahap acc oleh pihak perusahaan, setelah itu baru di edit dengan penambahan aksen-aksen lainnya agar gambar ilustrasi terlihat lebih hidup dan realis.
Dalam perjalanan menuju café Oranje, banyak sekali hal-hal yang dibahas oleh mereka. Mulai dari kisah seorang Melati yang katanya naksir dengan Doni waktu SMP—karena mereka berdua selalu satu sekolah sejak SMP, hingga kuliah seperti sekarang ini—juga hal tidak penting seperti; penampilan dosen berumur yang mengajar di kelas DKV tadi, yang memakai sepatu terlalu tinggi dan bermotif bunga-bunga nyentrik; dalam kata lain, norak.
Tapi, jauh berpuluh meter sebelum benar-benar sampai ke café Oranje, Melati menyinggung hal yang juga membuat Ratna berdesir, sekaligus membuatnya penasaran.
"Gy, sebenernya lo udah jadian belom sih? Cerita-cerita dong sama kita!" ujar Melati, yang duduk tepat di belakang kursi pengemudi.
Irgy tidak menjawab. Entah apa yang dipikirkan laki-laki itu. Kalau boleh jujur, Ratna juga penasaran akan hal tersebut. Ia ingin mendengar kepastian langsung dari cowok itu. Tapi di sisi lain, tidak tau kenapa, Ratna merasa tidak senang apabila Melati—atau yang lain mulai membicarakan mengenai itu.
Bersamaan dengan itu, ponsel Irgy terus berdering. Mungkin sudah lebih dari dua kali, namun laki-laki itu tetap mengabaikan. Ia hanya melihat nama penelpon di layar datar ponselnya, lalu memasukannya kembali ke dalam saku. Setelahnya, Irgy melirik sekilas arloji yang melingkar indah di tangan kirinya. Pantas saja, sudah masuk jam makan siang.
"Udah sampe, nih," ucap Irgy begitu mobil milik Doni sudah terparkir rapih di pelataran Oranje.
Bergegas mereka turun dan langsung masuk ke dalam. Mereka memilih lantai dua untuk menjadi tempat makan. Berhubung kursi-kursi di lantai satu sudah penuh sesak dengan pengunjung.
Suasana tempat di lantai dua tidak jauh beda dengan lantai satu. Hanya saja kapasitas kursi dan mejanya tidak sebanyak di bawah. Lampu-lampu gantung sengaja tidak dinyalakan karena ini masih siang. Sebenarnya Ratna lebih suka Oranje ketika malam—sebab menurutnya, apapun yang berhubungan dengan malam itu terasa tenang, damai.
Tiga gelas matcha milk tea dan satu gelas banana milkshake sudah tersaji di atas meja kayu berbentuk persegi panjang ini. Sedangkan untuk makanannya, mereka memesan satu chicken onion steak, sirloin steak, macaroni pasta, dan Ratna memesan chicken crispy yang dilumuri dengan keju mozarela. Yah, lumayan membuat dompet terkuras.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOTA KITA
Chick-LitPergi ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah di universitas ternama adalah impian Ratna sejak dulu. Tujuannya hanya belajar dan mencoba untuk hidup mandiri dengan jauh dari kedua orang tuanya. Hanya itu. Tapi di kemudian hari, Ratna tidak menyangka bah...