Perasaan hanyalah perasaan, yang tumbuh hanya untuk merasakan, bukan untuk memiliki.
—Boychandra.
***
ANAK TANGGA mereka tapaki satu persatu, Doni, Melati, dan Ratna berjalan beriringan, hendak menghampiri lorong fakultas seni fotografi yang berjarak beberapa meter dari hadapan mereka saat ini. Baru genap enam anak tangga mereka jajaki, suara Melati lebih dulu menginterupsi. "Rat, Don, duduk sini aja deh, si Irgy keliatannya lagi sibuk banget, tuh. Nanti juga dia kesini."
"Kantin aja, yuk?" balas Doni cepat.
"Nggak, ah! Capek naik turun tangga mulu."
"Yah, Mel, gue laper..." Doni bersungut. Memasang wajah memelas di hadapan kedua teman perempuannya.
"Laper mulu!" jawab Melati kesal, "Tadi sebelum masuk kelas lo udah ngabisin satu mangkuk mie ayam, plus punya gue, jadi satu setengah mangkuk. Sekarang udah laper lagi? Gila aja!" Melati menatap Doni kesal, mengingat kejadian tadi saat cowok itu berhasil menghabiskan setengah mie ayam miliknya.
"Oh, sekarang aku tau penyebab rambut kamu keriting kayak mie ayam gitu, Don," ledek Ratna kepada teman lelakinya.
Ketiga orang itu duduk di anak tangga yang cukup luas, jadi tidak begitu mengganggu orang yang berlalu lalang melewati tangga ini.
Doni terkekeh, "Sialan lo."
"Hehehe..."
Banyak hal yang mereka bicarakan. Salah satu penyebabnya adalah karena mereka satu jurusan dan selalu bersama; berbeda dengan Irgy si anak Fotografi yang kini tengah sibuk berbincang dengan teman-teman sejurusannya. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi kalau Ratna tebak dari raut wajah cowok itu, sepertinya hal yang cukup penting dan serius.
Setelahnya obrolan panjang itu, Irgy dan lima temannya yang memang lelaki semua itu saling bersalaman seperti ingin adu panco, kemudian melakukan 'tos' dengan membenturkan kedua tangan yang terkepal. Ratna tau, itu mungkin sejenis tanda pertemanan atau bentuk lain dari berjabat tangan yang biasanya formal.
Dari kejauhan berbelas-belas meter di depan sana, kedua manik mata Ratna menangkap sosok cowok itu sedang berjalan menghampiri mereka. Bubu-buru Ratna memalingkan wajah dan bersikap seolah-olah ia sedang mendengarkan ucapan Doni yang berisi humor receh tidak penting dengan serius. Perempuan itu sebenarnya tidak tau persis topik apa yang sedang lelaki itu bicarakan. Yang Ratna tau, Melati tertawa terbahak-bahak. Ratna ikut tertawa saja.
"Tumben masuk wilayah sini." Suara khas Irgy terdengar. Ketiganya menoleh.
"Abis bosen, Gy. Di area gue cowok gantengnya sedikit banget," Melati bersuara. "kesini sekalian cuci mata. Anak Fotografi banyak yang oke ternyata. Kenalin dong Gy, sama yang pake kemeja dongker tadi!"
"Joe, maksudnya?"
"Ho'oh."
"Jangan deh, Mel, dia udah punya cewek. Dan ceweknya cantik banget."
Kening Melati berkerut. "Jadi maksud lo gue nggak cantik, gitu?!"
"Gue 'kan nggak ngomong git—"
"Sssttt! Udah, udah!" kata Doni menenangkan. "Mel, kayaknya lo harus kurang-kurangin nonton FTV, deh. Nggak baik buat kesehatan."
Pecinta FTV. Itulah julukan yang tepat untuk seorang perempuan bernama Melati. Karena setiap hari, kalau lagi di rumah, ia selalu menyempatkan diri untuk menonton FTV. Melati juga berharap bisa mendapatkan laki-laki seperti yang ada di dalam tayangan itu (yang sebenarnya alur ceritanya hanya itu-itu saja).
KAMU SEDANG MEMBACA
KOTA KITA
ChickLitPergi ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah di universitas ternama adalah impian Ratna sejak dulu. Tujuannya hanya belajar dan mencoba untuk hidup mandiri dengan jauh dari kedua orang tuanya. Hanya itu. Tapi di kemudian hari, Ratna tidak menyangka bah...