Saat ini Senjani dan Arvi sedang berada di kafe yang bernuansa putih. Alunan musik jazz terdengar saat mereka memasuki kafe tersebut. Senjani memilih tempat yang berdekatan dengan Jendela dan berada beberapa fiture klasik yang terpampang."De, betah gak ?"
"Do'ain aja betah ka"
"Ada yang mau kakak omongin sama kamu"
Senjani terlonjak kaget saat mendengar nada suara Arvi yang serius. Biasanya Arvi gak pernah ngomong seserius ini dengan Senjani.
"Apa ka?"
"Nanti dua bulan kedepan, kakak pergi ke luar negeri de. Mau nyelesain berkas perusahaan kakek"
"Dua bulan ka? Terus aku gimana ?" Lagi, lagi dan lagi, Senjani akan kehilangan waktu bersama Arvi, dua bulan bukanlah waktu yang singkat.
Arvi menatap Senjani dengan senyum penuhnya dan mulai meyakinkan Senjani "Nanti kakak usahain buat ngabarin kamu terus ya. Udah dong jangan sedih, cuma dua bulan"
-------
Hening, suasana yang sangat asing yang dirasakan Senjani saat ini, sejak pengakuan Arvi yang akan pergi selama dua bulan, Senjani tidak ingin membahasnya lagi, dan memilih untuk diam.
"Put. Kenapa?" Akhirnya Arvi yang memulai perbincangan diantara susasana hening yang berhadapan dengan mereka.
Senjani tetap diam, dan tidak menanggapi ucapan Arvi. Kemudian menepikan mobilnya dibahu jalan.
"De, kenapa sih? Jangan kaya gini. Kan tadi udah dijelasin"
"Gak"
"Kalau orang ngomong tuh liat orangnya jangan malingin pandangan!!!" Ok saat ini terdengar suara Arvi yang membentak Senjani.
Senjani terdiam menahan panas matanya saat ini. Baru kali ini Arvi membentaknya.
Arvi yang melihat Senjani langsung mengacak rambutnya dengan frustasi.
"Jangan diem terus dong. Maafin tadi kakak nyentak kamu" terdengar suara Arvi yang lebih lembut, disisi lain Senjani tidak dapat membendung air matanya lagi. Gadis itu langsung menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya sambil menunduk.
"Hei jangan nangis Put. Maafin yaa, yang masalah itu juga tadi kan udah dibahas sebelumnya. Tereus juga tadikan kakak udah janji bakal ngabarin kamu terus, jangan nangis lagi dong yaa" Arvi menarik salah satu tangan Senjani yang masih menutupi wajahnya, dan perlahan Arvi mengahapus air mata Senjani dengan ibu jarinya.
"Kakak janji?" Suara parau Senjani yang seperti berbisik masih terdengar oleh Arvi.
"Iya janji. Jangan nangis lagi. Jelek kaya badut tuh liatin idungnya merah kayaa tomat" Arvi yang tidak tahan melihat raut wajah Senjani mencubiti pipinya.
"Apaan sih ka. Sakit tau"
"Masihajagalaknyagakilang" Senjani melongo mendengar ucapan Arvi yang tidak jelas.
"Apa ka?"
"Enggak, untung gak denger. Mau mampir dulu gak beli Martabak?"
"Martabrak coklat susu keju ya ka?. Ayooooo"
Arvi menggeleng geleng mendengar senjani mengucapkan Martabak menjadi Martabrak. Arvi mengacak rambut Senjani "Martabak sayang bukan Martabrak"
"Ishhh apaan sih ka, rambutnya berantakan jadinya ishh. Yaudah ayo cepetan jalan"
Arvi terkekeh mlihat tingkah laku Senjani yang masih ke kanak- kanakannya.
Arvi mulai mengendarai mobilnya dengan kecepatan rata- rata, dan mulai mencari tukang Martabak Manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA
Teen FictionSemuanya berubah dan berbeda drastis. Itulah yang dirasakan Putri Arum Senjani saat dirinya menginjak tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Mulai dengan hidup mandiri, dan tanpa kehidupan yang glamor. Merupakan salah satu cara untuk melatih mental S...