Mungkin dibandingkan dengan keluarganya, ketiga sahabatnya ini lebih sering menghubunginya dan menantinya pulang. Seperti tadi ketika Marisya meneleponnya dengan heboh mengatakan kalau ia, Fika, dan Karen akan liburan tahun baru ke Flores. Mereka sebenarnya berharap sekali Shira bisa pulang ke Indonesia, namun apa daya ternyata Shira tidak merencanakan untuk pulang ke Indonesia. Mendengar suara sahabatnya, membuat ia merasa tidak sendirian. Mama dan Papa selalu lebih tertarik jika semua kabar berhubungan dengan Nino – kakaknya. Shira selalu menjadi bayang-bayang Mas Nino selama ini dan selalu merasa kesepian. Inilah salah satu alasan yang membuatnya meneruskan kuliah ke benua berbeda, lagipula tak ada yang akan sering mencarinya juga.
Shira pernah membaca di sebuah laman mengenai arti keluarga. Disana tertulis, family means people in your life who are close to your heart, who bring out the best in you. Who laugh, celebrate and dream with you. Who love you infinitely. Shira tersenyum sinis mengingatnya, jelas-jelas tidak ada satupun pengertian yang mendekati arti keluarga bagi dirinya. Tidak ada tawa atau mimpi yang Shira kejar dengan support penuh kedua orang tuanya. Ia selalu berjuang sendirian dengan perhatian seadanya. Satu-satunya keluarga yang mencintainya tanpa batas ya mereka ini, Karen, Marisya, juga Fika.
Kebahagiaannya yang tadi tercipta karena sebuah sambungan telepon singkat membuatnya tidak sadar ada lelaki yang menatapinya lekat di sampingnya. "Shira?" Shira menoleh dan terkejut dengan yang ia dapati sekarang."Gantara?" Shira tak bisa menyembunyikan ekspresi keterkejutannya. Bertemu dengan orang yang ia kenal di benua berbeda seperti ini menimbulkan efek tersendiri bagi Shira. Efek kangen Jakart dan efek semakin kangen sahabat-sahabatnya. Dan ini bukan sekedar orang yang ia kenal, tapi sangat ia kenal. Shira memeluk singkat tubuh Gantara, mencoba meluapkan rasa bahagianya.
Gantara tersenyum menatap wanita di hadapannya, ada rasa hangat yang tercipta melihat kebahagiaan hadir disana. Kehampaan yang Gantara rasakan menghilang sejenak. Secuil pancaran kebahagiaan yang dirasakan Shira ternyata bisa menutup lubang kekosongan itu. "Seneng banget ya ketemu gue Shi?" ternyata perkiraan Gantara sejak tadi tidaklah salah, ia memang mengenal wanita ini.
Shira tertawa mendengarnya,"Iyalah. Jadi berharapnya gue usir aja gitu? Kok lo ada disini sih? duduk di sebelah gue pula."
"Ya janganlah. Udah jauh-jauh kesini malah diusir. Lagi liburan gue." Gantara merubah posisi duduknya menjadi agak miring agar bisa berhadapan dengan Shira. "Dan ibu Shira Baskoro, lagi ada apa ya sampai sini?"
Shira tertawa lagi mendengarnya,"Saya lagi ngelanjutin kuliah Bapak Gantara Akbar demi hidup yang lebih baik. Apa banget deh Ta candaan lo garing, lo dari London banget?" Yang Shira tahu memang Gantara juga sedang menempuh S2 bisnis-nya di kota Big Ben itu namun sudah jauh lebih lama dari dirinya.
"Yes. Jadi lo master di Groningen Shi? Tau begitu gue minta tumpangan penginapan gratis ya sama lo." Ujarnya melemparkan candaan disana. Melihat wajah berbinar wanita di hadapannya, Gantara jadi enggan membuat senyum itu menghilang.
"Ih gak mau rugi." sekarang giliran Gantara yang tertawa, "Terus kenapa gak Amsterdam atau Volendam gitu daripada Groningen yang terpencil?"
Gantara menyiapkan jawaban yang tidak akan menimbulkan kecurigaan Shira. Ia mengatur mimik wajahnya agar lebih tenang, "Groningen lebih tenang aja. Enak buat tinggal dan lebih murah kan, buat pelancong kere macam gue gini."
Shira menaikkan alisnya, mengeluarkan raut tak percaya yang berlebihan, "Gak percaya lo jadi pelancong kere. Mana ada pelancong kere jalan-jalan keliling Europe. Please deh! "
"Sial, gagal gue mau minta makan gratis dong!" Gantara tersenyum kikuk menanggapinya,"lo apa kabar? sudah lama gue gak denger kabar lo, Marisya, sama Fika semenjak gue sama Karen ... ya lo tau lah." Gantara terlihat salah tingkah mendapati ia sendiri yang malah mengungkit masalah ini.
"Baik seperti yang lo lihat. Ehm . . . so sorry ya Ta, kita tuh sempet gak percaya juga kalau kalian udahan. Buat kita kalian tuh udah cocok banget, bahkan kita sering taruhan kalau lo sama Karen pasti akan nikah duluan di antara kita berempat." Shira menunjukkan raut sedih di wajahnya. I know Shi, gue juga gak percaya kalau gue dan Karen sudah gak bersama lagi.Ya, kalau kalian penasaran, Gantara memang mantan kekasih Karen yang notabene adalah sahabat Shira. Lima tahun mereka menulis cerita cinta bersama akhirnya kandas karena masalah klise, komunikasi. Shira bisa mengenal dekat Gantara memang dari Karen, tentu saja hanya sebatas hubungan sahabat dan pacar sahabatnya. Dan karena mereka berempat selalu bersama-sama, jadilah hal ini membuat mereka juga dekat dengan pacar sahabat masing-masing.
Pernah suatu kali ketika Shira harus buru-buru mengejar pesawat untuk tugas ke Semarang dan tak kunjung mendapatkan taksi karena suasana sedang hujan deras dan bertepatan dengan jam pulang kantor, Gantara yang kantornya juga tak jauh dari gedung Shira bernanung diminta oleh Karen untuk membantunya. Gantara dengan senang hati ikut heboh mengantarkan Shira agar tepat waktu mencapai bandara. Gantara sudah setaraf yang sama dengan para sahabat-sahabatnya. Ada ketika ia membutuhkan dan siap membantu tanpa mengharapkan imbalan apapun. Begitulah mengapa Shira dan yang lainnya ikut menyayangkan ketika Karen memilih untuk berpisah dari pria di hadapannya.
"I don't know Shi. Love can't find a way maybe. Karen juga sepertinya memang lebih bahagia dengan Martin sekarang. Dia mau tunangan kan?" Gantara sesungguhnya sedang mencoba meyakinkan dirinya sendiri dengan perkataan ini. Semoga Karen memang lebih bahagia. Karena kalau tidak ia pasti akan sangat menyesal sudah melepaskan wanita seperti Karen.
"Katanya tahun depan sih. Ya udahlah gak usah dipikirin, lo haru bisa move on Gan. Gue yakin lo pasti bisa menemukan orang yang tepat nanti. Lagian this is holiday, Gantara. Masa mau sedih-sedihan.'' Shira mencoba menghibur Gantara. Shira tau dirinya mungkin sudah mengorek luka milik Gantara. Ia tidak pernah tahu karena meskipun ini soal Karen, hubungan percintaan mereka tetaplah menjadi sebuah privasi yang memiliki garis batas dan tidak bisa dilewati dirinya sebagai sahabat untuk turut campur. Sebagai sahabat ia cukup untuk mendoakan yang terbaik untuk sahabat-sahabatnya.
Shira lupa akan kelelahannya dan Gantara lupa dengan usahanya untuk mencoba tidur. Mereka saling bertukar kisah layaknya teman lama. Perjalanan panjang malam ini tidak terasa melelahkan lagi. Mungkin mereka berdua pada awalnya hanya ingin menikmati kesendirian. Namun yang tak mereka sadari, good laugh will come when you have good companion because sometimes travel is not about where you're going but about who you have beside you.
:-:-:-
KAMU SEDANG MEMBACA
Travelmate
Short Story"It doesn't matter where you're going, it's about who you have beside you." Shira Baskoro tak pernah menyangka akan bertemu dengan seorang Gantara Akbar -- mantan pacar sahabatnya -- di tengah perjalanan pulang dari Amsterdam menuju Groningen. Ia ha...