Travelmate -13

6.3K 714 18
                                    

Berkali-kali Shira menatapi jam tangannya berharap waktu bisa terhenti sejenak. Ia merasa kereta yang dinaikinya semakin lama semakin lambat. Wajahnya menunjukkan kecemasan yang amat sangat. Sanggupkah ia sampai di Amsterdam tepat waktu? Mampukah ia menemukan Gantara sebelum dia pergi? Shira begitu menyesal karena menghindari Gantara dan tak mengatakan apapun ketika Gantara menyambangi flat-nya kala itu. Harusnya ia juga mengatakan kalau sangat menyenangkan bisa menemani Gantara beberapa hari ini. Harusnya ia mengatakan kalau ia tidak marah tapi ia hanya bingung dan ketakutan dengan perasaannya. Harusnya ia mengatakan kalau mereka harus bertemu lagi karena Shira pasti akan merindukan Gantara.

Perasaannya sedang kacau, Gantara mengira kalau Shira marah karena ia memeluknya. Kenyataannya Shira takut jika harus benar-benar jatuh hati dengan seseorang yang masih menyimpan rasa dengan sahabat baiknya. For the God sake Shi, Gantara itu mantannya Karen. Apa yang bagus dari jatuh cinta kepada mantan sahabat baikmu yang jelas-jelas masih belum bisa melupakan kisahnya? Jadi Shira memilih menjauh saja dan membiarkan Gantara dengan persepsinya kalu Shira marah kepadanya. Namun pagi tadi ketika Shira mendengar Gantara sudah di Amsterdam sejak kemarin malam dan itu artinya Shira tak akan sempat mengucap salam perpisahan, hatinya kacau. Ia harus mengejar Gantara.

Matanya menyoroti sekeliling aula berharap ia mampu menemukan sosok Gantara disana. Bagaiman bisa? Terlalu banyak orang disana. Telepon! Ah iya betapa bodohnya Shira menyia-nyiakan teknologi super canggih yang ia miliki. Ada yang bilang cinta itu buta, Shira bilang cinta itu bikin kita jadi bego mendadak.

"Angkat dong Ta!" Shira mengetuk-ngetukkan kaki kanannya tidak sabaran."Ta dimana?"

-:-:

Gantara Akbar

Sudah saatnya pergi. Gue menatapi stasiun ini untuk terakhir kalinya, berharapnya sih ini akan berakhir seperti di film Love, Rosie ketika Rosie mengantarkan Alex yang akan pergi ke Boston. Rosie tak mampu melepaskan Alex dan memeluknya dengan erat sekan takut kehilangannya. Tapi gue siapa? Siapa yang mau melepas kepergian gue? Shira? Dia bahkan gak tau kalau gue akan pergi siang ini dan sudah berada di Amsterdam sejak semalam.

"Ya udah sih Ta, relain aja. Katanya kalau jodoh pasti ketemu jalannya. Ya udah ditunggu aja." emang kadang otak gue yang sebelah suka brengsek omongannya. Sampai kapan coba gue harus melepaskan seseorang dari hidup gue. Miris banget hidup gue ya.

Gue beranjak untuk menuju peron di area timur stasiun ketika ponsel gue bergetar. Setengah mati gue menahan jantung gue untuk gak terpacu segitu brutalnya melihat nama yang tertera disana, Shira Baskoro. "Ta dimana?"

"Di stasiun," gue benerkan ya jawabnya. Gak salah dong, kan emang gue di stasiun.

"Iya gue tau Gantara. Lo di stasiun sebelah mana? deket apa? Udah naik kereta belum?" suaranya terdengar tergesa-gesa dan tidak sabar. Nadanya seperti memarahi gue yang tiba-tiba lemot begini.

"Di area timur mau menuju peron, 15 menit lagi keretanya datang."

Terdengar nafas lega disana," Jangan kemana-mana. Tunggu gue disitu. klik." Gue gak salah dengar kan barusan? Shira bilang tunggu disana, jadi Shira ada disini? Dia di Amsterdam buat ngejar gue?

Lalu gue tersadar, jangan kegeeran dulu Gantara. Kali aja dia mau marah-marah ke lo karena belum sempat melampiaskan kemarahannya. Cewek yang lagi datang bulan kan emosian terus suka marah-marah. Gue menunduk pasrah saja dengan yang akan terjadi, tak banyak berharap.

Gue lihat Shira! Gue lihat wanita yang senyumnya bisa bikin gue tenang beberapa hari ini. Wajahnya memerah, pasti dia kedinginan lagi deh," Shira!" Gue memanggilnya setengah berteriak agar dia dengan mudah menemukan gue.

Sesampainya di depan gue, gue gak yakin wajahnya memerah karena dingin atau memang karena capek harus mencari gue keliling stasiun. "Ambil napas dulu Shi." Gue mengelus punggungnya lembut.

"Kenapa sih pakai acara ke Amsterdam lebih awal? Kenapa lo pergi begitu aja waktu ke tempat gue kemarin? Gue kan belum sempat jawab apa-apa. Dan kenapa lo mikir gue marah sama lo? Gak peka banget sih Ta!" Nafasnya terputus-putus karena harus bicara panjang lebar tanpa jeda.

"Shi satu-satu dong nanyanya. Jangan keroyokan gitu." Gue gugup banget sampai-sampai gue harus garuk-garuk tengkuk yang sebenarnya gak gatel sama sekali, "Gue ... "

Jangankan nyelesain kalimat gue, jantung gue udah kayak abis lari maraton tau-tau dipeluk begini. Meluknya kenceng banget pula. "I'm gonna miss you, Gantara." Gue balas pelukannya supaya dia tahu kalau dia gak akan pernah sendirian.

"I'm already missing you Shi." Gue gak gombal sumpah, ini beneran tulus dari dasar hati. Gue merasakan dengan sangat jelas tangannya mencengkeram erat mantel gue. Gue bisa merasakan sentuhannya.

Sial! kereta gue 5 menit lagi datang, gue harus buru-buru kalau gak mau ketinggalan kereta. Kenapa begini banget sih? gue tarik omongan gue tadi deh, gue gak mau ini kayak di scene film manapun. Gue masih mau disini dipeluk sama tubuh mungil ini. "Keretanya udah mau datang. Sana masuk. Sampai ketemu lagi ya Ta."

Gue gak rela banget waktu Shira melepaskan pelukannya. Ini gak bisa di-freezing aja apa, apa perlu gue pinjem remote-nya Adam Sandler? "Sampai ketemu lagi Shi. Jangan merasa sendirian lagi ya. Lo punya gue disini."

Lagi-lagi dia hanya menjawab dengan senyum yang bikin gue pengen ngebawa ini cewek ke London aja. Gue paketin kalau perlu. Tapi apa daya, gue melangkah pergi menjauh juga. Kisah ini memang harus selesai disini. Sampai ketemu lagi Shi, mungkin nanti. Mungkin memang bukan sekarang. Waktu yang akan menjawab nantinya.

"Gue gak pernah marah sama lo Ta!" Shira berteriak ketika gue sudah mulai menjauh. Gue gak risih, karena orang-orang juga mungkin gak ngerti kan Shira ngomong apa. Kalimat itu ternyata sanggup menghentikan gue. Sanggup membulatkan tekad gue untuk tidak menaiki kereta yang sekarang sudah ada di hadapan gue. Sanggup membuat gue berbalik mengahampiri wanita yang kalau gue lepasin sekarang maka gue benar-benar cuma bisa menunggu takdir untuk menjawab kemana arah kisah ini. Gue mau menentukannya sendiri. Gue gak akan melepaskan siapapun sekarang.

"Shi, jadi partner gue keliling Eropa yuk?" Matanya membelalak lebar melihat gue berbalik hanya untuk menanyakan pertanyaan konyol ini.

"Ta, keretanya! Udah sana buruan pergi!"

"Jawab gue dulu. Gue bisa naik kereta lainnya. Sekarang gue butuh jawaban lo. Gue gak akan ngulangin ini lagi. Jadi partner gue keliling Eropa ya Shi?"

Shira tersenyum lalu mulai tertawa, sepertinya menertawakan kekonyolan gue. Tawa yang membuat lutut gue lemas dan ingin luruh ke lantai stasiun aja. Tawa yang akan selalu gue rindukan. Tawa yang sudah berhasil menyembuhkan diri gue dari semua kehampaan yang ada. Tawa yang gak akan pernah rela gue tukar dengan apapun yang ada di dunia ini.

"Bodoh banget sih! Gantara, mahal itu tiket keretanya. Bisa kan nanyanya pas udah di kereta terus tanya mau nyusulin gue apa gak? Ih!"

Ok. Salah gue berurusan dengan wanita yang lagi galak-galaknya. Gue angkat tangan.

-:-:-:

TravelmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang