sebelas

2.5K 146 15
                                    

Terima kasih yang sudah baca sampai nembus 1k :") thank you so much💜💜

Happy reading!

===

Terik matahari masuk melalui pentilasi kamar. Aku membuka mata perlahan, mendapati sinar tata surya itu langsung menyorotku.

Kurenggangkan tubuh yang terasa kaku, seraya melihat seseorang disampingku yang masih tertidur nyenyak dengan posisi biasanya.

Aku bangun, memakai kemeja yang tergeletak di lantai kamar, lalu mengutip sekawanan pakaian lain buat digabung ke tumpukan pakaian kotor. Setelah itu keluar dari kamar untuk menyiapkan sarapan.

Beberapa minggu setelah bertemu kembali dengan Aldric di lift, yang mana saat itu dia turut di undang ke resepsi anak agensiku, aku menarik ucapanku dan memutuskan tidak mengakhiri semuanya. Ini seperti aku menjilat ludahku sendiri. Menjijikan.

Ini bukan kesempatan, kontra atau sejenisnya. Aku dan dia hanya menjadi teman. Teman tidur lebih tepatnya. Tidak akan ada yang terlibat dalam urusan pribadi masing-masing, kecuali Aldric benar-benar mengajakku untuk terlibat. Dan kurasa itu tidak akan mungkin.

Anggap aja buat pengalihan pikiran kami berdua.

Toh, sampai saat ini aku dan dia tidak masalah dengan hubungan yang seperti orang katakan friends with benefit. Yang penting sama-sama nyaman dan tidak saling terbebani.

"Selamat pagi, Bi." sapanya.

Aku menoleh kearah pantry, memberi senyum kecil pada Aldric dan fokus membuat minuman. "Pagi juga." balasku.

"Sarapan apa?"

"Nasi goreng pake telur. Mau kan?"

"Sure."

Senyumku mengembang, masih terus membelakangi Aldric.

Seperti kebiasaan, aku membuat sarapan jika Aldric menginap di apartemenku. Begitupun sebaliknya. Ketika libur, kami akan menghabiskan waktu di apartemen dengan bergelut dikamar, atau maraton film sebagaimana kerjaanku selama weekend, atau juga menemani Aldric olahraga di balkon apartemennya.

Aku menghampiri pantry, duduk disebrang Aldric, setelah meletakkan jus alpokat miliknya di meja. Sedetik kemudian, dahiku berkerut melihat gelas yang berisi jus milikku sudah setengah kosong.

"Kamu minum, ya?" tanyaku, melihat Aldric curiga.

Aldric mengangguk setelah menyendokkan nasi goreng ke mulut. "Kenapa?" tanyanya masih dengan mulut penuh.

"Ini punyaku. Yang ini baru punya kamu." Aku menunjuk gelas yang baru kubawa.

Aldric terlihat bingung. "What's wrong?"

"Punyaku yang kamu minum tadi ada campuran sayur."

Sontak, Aldric tersedak. Aku menyodorkan air mineral, yang langsung ditegak Aldric sampai habis.

"Kamu tidak bilang." omelnya.

Aku tertawa melihatnya yang begitu panik karena tak sengaja memakan sayuran. "Kamu juga asal minum aja." balasku. "Lagipula, nggak aku kasih racun. Enak, kan?" sambungku, mengulum senyum.

"No way."

"Bohong. Abis setengah gitu."

Aldric tak menggubrisku, memilih menghabiskan sarapan dengan raut wajah kesal. Usai aku mencuci piring pun ia menolak untuk kucium.

"Masih ngambek?"

"Not at all. Perut saya sakit." jawab Aldric, kemudian bangkit meninggalkan ruang makan.

Mistake On RopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang