dua

4.9K 217 23
                                    

Pekerjaanku sudah selesai. Aku hendak meninggalkan ruang pemotretan yang terlihat begitu ramai hari itu. Ada Pani di dekat meja rias, merapikan peralatan make-up nya untuk bersiap-siap pulang.

"Pan," panggilku, ia menoleh. "Makan siang, yuk." ajakku.

"Sorry. Gue ada janji sama Fayola, buat nyiapin acara tunangannya nanti." Pani tampak menyesal.

Awalnya, aku mengira ia tidak akan menolak ajakanku. Mengingat Pani sangat suka diajak makan.

Aku mengangguk, mengulas senyum padanya. "Nope, gue bisa minta ditemanin sama yang lain."

Pani mengangguk, memakai hand bag nya, mengecup kedua pipiku sebelum pamit meninggalkanku. Mataku mengekorinya, ia juga pamit ke orang-orang yang berada disini, lalu meninggalkan ruangan sumpek ini.

Jujur saja, aku sedikit merasa kesepian. Hanya sedikit. Semestinya aku bisa berpikir dewasa, tidak perlu mengharapkan sosok teman-temanku yang selalu menemaniku kemana saja.

Putri dan Kika sudah menikah dan memiliki hidup masing-masing. Tentu saja, Pani juga akan menyusul mereka dengan kurun waktu dekat.

Sementara aku? Masih tetap menunggu lelaki mana yang akan bersumpah denganku di altar nantinya.

Setelah pamit dengan Mbak Tika, AR-ku, aku hendak keluar dari ruangan ini yang semakin ramai saja. Aku lupa, hari ini sampai minggu depan, akan ada penerimaan 'orang' baru untuk majalah bulan ini.

"Yi, mau pulang?" pertanyaan Edgar menyadarkanku.

Aku mengangguk, masih setengah sadar. "Kenapa?"

"Mau pulang bareng?"

"Aku bawa mobil." kataku, menunjuk kunci mobilku ditangan.

Edgar bergumam. "Keparkiran bareng, yuk."

Aku tidak menjawab, berjalan lebih dulu meninggalkan ruang pemotretan. Edgar menyusul dibelakangku, membuatku sedikit risih. Kupelankan sedikit jalanku, menyejajarkan langkah kakiku dengan Edgar.

"Tumben cepat pulang." kataku ketika sudah berada lift. Cuma ada kami di dalam.

"Gak ada jadwal hari ini."

"Terus? Kenapa datang?"

"Mau resign, Yi."

Aku memalingkan wajah ke sosok lelaki disampingku. Edgar ikut menoleh sambil tersenyum tipis.

"Kenapa?" tanyanya seolah tanpa dosa.

"Jangan bercanda." kataku, mulai ketus.

"Siapa yang bercanda?"

Aku tidak menjawab, melihat nomor lift yang masih menunjukkan angka 3.

"Gue mau nikah. Dijodohin lebih tepatnya." cerita Edgar.

Kali ini aku tidak terkejut. Aku pernah melihat Edgar bersama seorang perempuan disalah pusat perbelanjaan beberapa kali. Sekali bersama Ibunya, dan sisanya mereka jalan berdua.

Perempuan itu salah satu anak dari donatur panti asuhan Permai. Aku tidak terlalu mengenal Nana. Hanya mendengar cerita dari Bunda Rani, karena ia lumayan sering berkunjung.

"Orang tua Nana nyuruh gue buat berhenti, dan gabung diperusahaan bokap dia."

"Jadi, dalam waktu dekat lo bakal melepas masa lajang." ucapku, pelan.

Edgar mengerdikan bahu, "ya... gitu lah."

See? Bahkan, mantan pacarku pun juga akan menikah.

Mistake On RopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang