Olla pov-
Jam di tangan menunjukan angka 06.50. Aku terus saja memperhatikan laju jarum perdetiknya. Jantungku terus berdegup seolah ingin keluar dari tempatnya. Keringat bercucuran dengan deras. Membentuk butiran kecil di pelipis yang lama kelamaan tumpah membanjiri pipi.
Entahlah. Mungkinkah aku dapat sampai tepat waktu? Aku tak peduli dan terus berjalan, melangkahkan kaki.
Huff, kenapa sih, masih aja telat?
Aku mengoceh sepanjang perjalanan. Tak peduli apa yang disekitarku dan akhirnya, aku telah sampai di depan pintu gerbang sekolah.
Aku menarik napas panjang dan berhenti sejenak setengah membungkuk sambil memegang kedua lutut. Rambut panjang yang sudah ku kucir rapi tadi, entah bagaimana nasibnya kini.
Terlihat seorang satpam yang berpakaian rapi dan lengkap dengan pemukul hitam yang ia selipkan di pinggang, sedang berbicara dengan sesorang, aku tak tau persis orang itu.
Dia laki-laki , dan sepertinya seumuranku. Tapi aku tak pernah melihat laki-laki itu sebelumnya.
Tapi lagi-lagi aku tak memperdulikannya. Aku mengambil kesempatan itu untuk lolos dari hukuman terlambat. Detak jantung yang tadinya berdegup kencang, kini kembali normal.
Aku melewati koridor sekolah. Tidak ada siswa yang lalu lalang di sana karena kemungkinan dan faktanya, bel masuk telah berdering lama. Hanya derap kaki yang terdengar di telingaku Rasa was was telah menghantuiku. Hari ini adalah hari pertama aku di kelas sembilan. Dan lagi-lagi aku terlambat.
Aku akan mengutuk novel itu kalau aku mendapat hukuman terlambat haru ini. Untunglah itu tidak terjadi.
Ya, novel. Aku penggila novel remaja. Dari yang klasik sampai yang modern. Kurang lebih sejak kelas enam SD.
Tidak jarang aku terkena omelan yang keluar dari mulut mama. Fiuh, bagaimana pun, aku harus memilih antara sekolah atau novel. Dan aku memilih, novel.
Aku telah sampai di kawasan kelas sembilan setelah beberapa menit berjalan dari pintu gerbang. Aku mencari cari namanku di daftar yang ada di jendela depan seluruh kelas sembilan dengan teliti.
Kelas demi kelas aku singgahi. Setelah aku selesai dengan kelas sembilan F, hanya tersisa dua kemungkinan namaku ada di sembilan G atau sembilan H. Ternyata namaku ada di daftar kelas sembilan G. Sebenarnya aku tidak mau di kelas itu. Tapi, itu tidak bisa di protes lagi.
Jantungku kembali berdegup kencang ketika melihat ke dalam kelas, memperhatikan semoga belum ada guru yang masuk.
'Kreeett'
Decit pintu mengheningkan suasana kelas. Aku memasuki ruangan dengan sensasi jantung yang mau copot. Semua mata memandangku. Aku membalasnya dengan senyum yang terpaksa. Pucat. Seperti itulah perasaanku yang tergambar. Aku duduk di kursi yang kosong.
Dan bisa ku tebak, teman sebangku ku, adalah teman dari bangku kelas delapan. Aku bisa menduganya itu akan terjadi. Aku pun tak pernah bosan dengannya—Via. Alvia Halisya.
Suasana kembali mencair. Para siswa berkenalan satu sama lain walaupun sudah kenal sebelumnya. Aku tak peduli suasana itu. Novel yang ada di dalam tas segera ku ambil.
Huh, ini semua gara gara novel ini aku jadi telat kaya gini, untung aja belom ada guru
Aku menggumam sendiri.
Tak lama, ada seorang guru yang masuk. Riyanto Effendi namanya. Salah satu guru bahasa indonesia di sini. Ternyata dia jadi wali kelas di 9G ini. Setelah memperkenalkan diri, beliau mempersilahkan salah seorang untuk masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
JHS Love Story
Teen FictionKetika benci menjadi teman dan teman berharap menjadi sayang. Kisah anak SMP yang mengalami cinta pertamanya dan di pertemukan dengan seorang cowok tengil, karena takdir. Pemula :)