1

13.7K 681 11
                                    

Hari ini tepat setahun Nissya, kakak Mishi meninggal. Dengan buket bunga di tangan Mishi duduk manis di samping Sky yang tengah mengemudikan mobilnya. Sesekali dia melirik pacar kakaknya yang kini jadi pacarnya, selalu terlihat tenang tapi dingin.

Selalu pulang sekolah bersama saat masing-masing pulang di waktu yang bersamaan tapi tak pernah ada perbincangan. Tapi Mishi bisa apa, dia sendiri bingung bagaimana mau memulai. Setahun bersama juga tak mengubah apapun. Sky tetap menganggapnya hanya seorang adik yang harus dijaga. Bukan kekasih seperti yang diminta almarhum kakaknya.

Walau mereka berdua pernah berjanji di hari sebelum Nissya meninggal akan saling menjaga tapi nyatanya tak ada yang berubah dari sikap masing-masing. Mishi tetaplah jadi pendiam yang tak berani memulai. Sedangkan Sky, tetaplah jadi cowok setia yang tak bisa memindahkan hatinya untuk Mishi.

Janji Sky untuk menjadikan Mishi kekasihnya memang dia tepati. Tapi untuk jatuh cinta pada Mishi, dia tak bisa janji.

Sky membukakan pintu saat sampai di pemakaman. Mishi turun lalu berjalan di samping Sky yang menggenggam tangannya. Rutinitas yang sama setiap mengunjungi makan Nissya. Membuat debaran aneh di dada Mishi semakin nyata.

Mereka duduk, masih dalam keadaan diam. Masing-masing mendoakan Nissya dalam hati. Lalu suara Sky yang mengatakan rindu kembali terdengar oleh Mishi. Saat-saat seperti ini ingin sekali Mishi memeluk Sky menguatkan, tapi lagi-lagi dia tak punya keberanian.

"Sya, aku tahu kamu bahagia di sana. Aku pun bahagia di sini. Tapi aku sungguh rindu. Rasa itu menyesakkan dadaku."

Mishi kembali hanya bisa mengamati dan mendengarkan setiap kata yang Sky ceritakan pada kakaknya. Tentang hari Sky, kegiatan Sky, dan perasaan Sky. Mishi terkadang iri dengan kakaknya, walau sudah tiada tapi Sky tetap mencintai dan menjadikan Nissya teman berbagi.

"Kamu mau bicara dengan kakakmu?" tanya Sky setelah bercerita panjang lebar pada gundukan tanah yang sekarang penuh taburan bunga.

Mishi menggeleng pelan, cukup dia mendoakan kakaknya dalam hati. Dia tak ingin bicara apapun, karena apa yang ingin dia ceritakan pada kakaknya hanyalah cerita betapa dia iri pada kakaknya. Mishi tak pernah membenci kakaknya, dia bahkan sangat mencintai Nissya. Bagaimanapun juga Nissya adalah satu-satunya saudara yang pernah dia miliki, tak akan ada perasaan benci untuk Nissya.

"Kita mampir makan dulu ya? Aku sudah izin Mamamu."

"Ya, Kak."

"Besok mau aku jemput nggak?"

"Aku berangkat sendiri saja, soalnya pulang sore."

"Aku juga pulang sore, kalau gitu kujemput saja."

"Kak..."

"Ya?"

"Mishi bisa kok jadi pendengar, kalau Kak Sky butuh teman cerita Mishi bisa jadi pendengar," kata Mishi dengan keberanian yang makin menipis karena sampai hitungan kelima tak ada tanda-tanda ucapannya dibalas.

Mishi meremas ujung tasnya, menyesal telah mengucapkan hal bodoh. Pasti Sky jadi makin tak menyukainya, pikir Mishi.

"Makasih ya, cukup bercerita pada kakakmu aku sudah puas kok," kata Sky akhirnya seraya mengusap kepala Mishi.

"Andai Kak Nissya masih ada, pasti Kak Sky akan sering tersenyum seperti dulu. Sekarang Kak Sky tak pernah senyum apalagi tertawa. Mishi suka saat Kak Sky senyum."

"Tapi Nissya sudah pergi, tapi dia pergi tanpa membawa hatiku juga."

"Kak Sky sayang banget sama Kak Nissya. Pasti Kak Nissya bahagia di sana, Kak Sky juga harus bahagia. Bukan pura-pura bahagia saat ke makam Kak Nissya."

I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang