"Ini darah apa?"
Kalau ditanya darah apa Mishi pun tak tahu. Kecuali darah itu keluar dari tangannya yang tersayat pisau baru dia bisa menjawab. Dia menggeleng, mengambil alih tisu di tangan Bumi lalu membuangnya. Harusnya tisu berdarah itu nggak akan jadi pembahasan malam ini karena ada kue coklat yang sedaritadi melambai-lambai minta dimakan.
"Kamu sakit? Kamu kenapa cuma diem daritadi?"
Tangan Bumi terulur menyentuh kening Mishi. Mencaritahu suhu badan Mishi dengan kulit punggung tangannya. Meraih pergelangan tangan Mishi mengecek denyut nadinya.
"Kamu kecapekan? Kamu habis ngapain sih?" Bumi mendorong Mishi agar duduk lagi di kasur.
"Mishi nggak pa-pa kok. Mishi juga nggak tahu kenapa mimisan. Mishi cuma lagi belajar."
"Udah makan?"
"Udah."
"Belajar apa sih sampai mimisan? Atau kepalamu sakit?"
"Nggak tahu. Mishi cuma belajar neraca buat besok."
"Besok pulang sekolah kita ke dokter ya? Takutnya ada masalah efek kecelakaanmu kemarin."
"Harus?"
"Harus pakai huruf kapital plus tanda seru."
"Kak Bumi kan ada praktikum tiap Kamis minggu terakhir."
Mendengar penuturan Mishi Bumi membelalakkan mata, lalu senyumnya mengembang.
"Terus apa lagi yang kamu inget?" tanya Bumi antusias.
"Hah?"
"Kamu inget aku ada praktikum berarti ingatanmu setahun ini nggak sepenuhnya hilang. Kamu tahu jadwal kuliahku itu setelah kita jadian."
"Jadi beneran besok ada praktikum?"
"Iya, dan aku baru ingat. Biar nanti aku bilang Tante jadi tante tahu kamu sakit dan perlu ke dokter. Maaf ya nggak bisa nganter?"
"Nggak pa-pa, Kak. Lagian Mishi ngerasa baik-baik aja. Malah merasa aneh Kak Bumi seseperhatian ini. Apa dari dulu begini?"
Sempat berekspresi kaget namun segera berganti jadi kekehan pelan, Bumi mengangguk mengiakan. Setiap Mishi mengingat sesuatu adrenalinnya selalu naik, harap-harap cemas, darahnya seolah memompa lebih kuat.
Dia bahagia saat Mishi kembali mengingat, tapi dia takut Mishi tak mengingat semuanya. Hanya sebagian saja. Tentu dia harus berusaha sekuat tenaga, berupaya besar agar bisa mengambil hati Mishi kembali. Mungkin ini yang namanya karma, dulu dia tak butuh usaha besar mendapatkan Mishi. Bahkan sempat mengabaikan statusnya karena menurutnya dia hanya pacaran pura-pura. Lalu cinta itu datang, baru sekejap dia merasakan, cintanya kembali hilang oleh sebuah kecelakaan. Mishi melupakannya, melupakan cinta yang bisa jadi sebenarnya memang tak pernah ada untuknya. Karena itu Mishi sekarang melupakannya dan hanya mengingat Sky.
"Kak, malah bengong. Kue itu buat Mishi kan?"
"Iya, makanlah."
"Kak Bumi nggak mau?"
"Buatmu aja biar cepet sehat. Apa kamu sering mimisan?"
"Baru tadi, Kak."
"Apa yang kamu rasain?"
"Enak, ini kuenya enak banget. Makasih ya, Kak," balas Mishi masih setengah mengunyah.
"Mishi...."
"Hmmm...."
Awalnya Bumi ingin menanyakan soal perasaan Mishi, tapi dia segera mengurungkan niatnya. Dia menggeleng pelan, memamerkan senyuman lalu mengusap kepala Mishi.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Sorry
Teen FictionJadi pengganti bukan mau aku Walau kuakui aku menyukai pacar kakakku Tapi jadi pengganti itu tak pernah berarti Bagaimanapun yang dia lihat hanya kakakku bukan aku ~Mishi Bagaimanapun hanya dia yang kucinta Tapi aku sudah terlanjur janji Janji pada...