5

5.3K 591 58
                                    

Hari pertama ditinggal mamanya, Mishi berangkat sekolah seperti biasanya, bersama Sky. Seperti biasanya pula mereka hanya saling diam di dalam besi kotak bernama juke. Apalagi setelah pertanyaan bodoh Mishi yang akhirnya tak terjawab oleh Sky. Semalam Sky memilih pulang tanpa menjawab pertanyaan Mishi. Hingga Mishi merasa bebannya semakin besar. Tak mendapat jawaban tapi dia tahu jawabannya. Tidak, Sky tidak mencintainya.

Karena itu pagi ini dia kembali jadi Mishi yang diam dan berusaha tak berharap lebih pada Sky yang menjemputnya pagi ini. Dia menyibukkan diri dengan tanaman-tanamannya yang setiap beberapa menit membutuhkan untuk dipanen.

Sky sendiri hanya berbicara jika bersama orang tuanya. Jika sudah di dalam mobil hanya berdua, jarang sekali Sky berbicara. Yang ada mereka menikmati cuap-cuap radio pagi dan jalanan yang penuh kendaraan.

"Kak Sky nggak ada niatan naik motor gitu?" tanya Mishi memberanikan diri setelah selesai dengan gamenya.

"Kamu mau naik motor?"

"Bukan, Mishi cuma nanya aja. Kalau pagi gini kan macet. Kalau naik motor kan lebih efisien."

"Nanti kamu kepanasan pas pulang, kalau pagi gini dingin."

Dijawab seperti itu Mishi kembali diam. Apalagi nada bicara Sky yang seperti biasanya, datar tak meminta sahutan balik.

Mengenal Sky dari saat dia SMP, membuat Mishi hapal. Sky tipe pemimpin yang tak banyak bicara, cocok dengan statusnya yang jadi kapten di tim basket. Tegas, dan semua alasan yang dia kemukakan atas pilihannya selalu tepat. Seperti alasannya tak memakai motor, tapi Mishi tak langsung berbesar kepala. Dia tahu Sky melakukan itu bukan karena hal lain tapi karena Sky memang tipe cowok yang baik, sangat baik pada Nissya tentunya.

Diliriknya Sky yang serius dengan jalanan, nyaris sempurna. Hanya saja Mishi mengenal Sky tak tepat waktu. Diam-diam menyukai pacar kakaknya juga membuatnya merasa sangat bersalah sejak awal dikenalkan.

Mishi meremas ujung roknya, menggeleng pelan mengenyahkan perasaan semakin cinta yang tumbuh di hatinya.

"Kak Sky milik Kak Nissya," ramal Mishi dalam hati berulang kali hingga mereka berada di sekolah.

Sekarang tak akan ada lagi pagi yang terburu-buru ingin mencocokan PR tapi Mishi tetap menggunakan alasan itu untuk lebih cepat menjauh dari Sky.  Dengan langkah lebar Mishi menuju kelas, melempar tasnya sembarangan di kursi. Merogoh ipod di sakunya lalu mendengarkan musik dengan suara cukup keras. Berkali-kali helaan napas lolos begitu saja dari bibir mungilnya.

Ah, Kak Nissya. Bisakah kamu memberikan Kak Sky padaku seutuhnya? Jangan hanya memberikan raganya saja.

Seperti biasa, dari tempat duduknya, Mishi menatap lapangan basket. Setiap hari juga dia kembali melakukan rutinitas yang pastinya membuat siapapun bosan tapi tidak dengan Mishi. Melihat Sky memainkan bola basketnya. Tapi pagi ini Mishi tak melihat Sky beraksi di lapangan. Sky hanya duduk di tepi lapangan menjadi penonton.

Mishi menegakkan badannya saat melihat Violet duduk di samping Sky. Melihat dengan lebih fokus. Ingin sekali dia mendekat agar mendengar apa yang mereka bicarakan.

Sky terlihat acuh tak acuh, sikap yang selalu dia tunjukkan pada cewek mana pun yang berusaha mendekatinya. Tapi Mishi tetap khawatir, Sky akan luluh lalu meninggalkannya.

Mishi terkesiap saat melihat Sky melambaikan tangan ke arahnya, dia menoleh ke samping kanan, kiri, dan ke belakang. Mishi tak mau kegeeran tapi ternyata memang tak ada siapa pun yang sedang melihat ke arah Sky kecuali dirinya. Dia memberanikan diri membalas lambaian Sky dan ternyata benar. Lambaian Sky itu untuknya. Terbukti dari Sky yang bangkit, berjalan ke arah kelasnya. Mishi pun jadi salah tingkah, bergerak ke sana ke mari. Hingga dia menemukan buku untuk pura-pura dibaca.

I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang