4

5.5K 552 46
                                    

"Kak Sky, tunggu."

Sky yang ingin mengejar Mishi pun urung saat Mentari memanggil namanya cukup keras. Dia membalikkan badan, menaikkan alisnya ketika Mentari sudah di depannya dengan napas terengah.

"Ini punya Mishi, Kak. Tolong bawain ya? Ketinggalan. Aku manggil dia malah kenceng banget larinya," ucap Mentari, menyerahkan ipod berstiker bergambar awan di bagian belakang.

"Ok, makasih ya," ucap Sky yang dibalas anggukan Mentari.

Dipandanginya ipod Mishi yang berada di genggamannya. Penasaran kenapa Mishi terburu-buru, meninggalkan ipod kesayangan bahkan mengabaikan panggilannya. Sky kembali masuk kelas dengan raut wajah heran. Mengambil ponsel di dalam tas, mencoba menghubungi Mishi tapi tak juga diangkat panggilannya. Dia pun mengirim pesan sebelum pergi ke tempat janjiannya dengan Violet.

"Aku nebeng ya?"

"Hah?" Sky menoleh, kaget tiba-tiba ada Violet yang menepuk bahunya.

"Aku nggak bawa mobil. Kita ngerjainnya kan di kafe Babo. Aku nebeng kamu ya? Pulangnya kan kita juga searah," pinta Violet.

"Boleh, tapi pulangnya nggak bisa bareng. Aku mau ke rumah Mishi."

"Ya nggak pa-pa aku ikut ke rumah Mishi. Kamu bentar doang kan?"

"Kamu mau nungguin aku pacaran?"

"Oh.... Ya udah deh, aku pulang baik taksi aja."

***
"Wow, dibonceng naik motor cowok itu  seru ya? Kena angin, kenceng," seru Mishi sesampainya di runah.

"Biasa aja," sahut Bumi.

"Ish...."

Mood bahagia Mishi langsung terjun bebas. Dia menjejakkan kakinya saat masuk ke dalam rumah. Bumi tetap saja tak asyik menurut Mishi. Cuma cowok jutek yang menyebalkan. Sky memang jarang bicara, tapi cara bicaranya enak di dengar. Tak seperti Bumi, di setiap kata yang dia ucapkan bikin Mishi kesal.

"Lho sayang, kok mukanya ditekuk gitu?"

"Siang Tante," sapa Bumi di belakang Mishi.

"Lho Bumi, kalian barengan?"

"Iya, Tan. Tadi sekalian saya jemput Mishi."

"Makasih ya. Ya udah naik aja ke kamar Mishi yang ada tempelan crown di pintu. Mau minum apa? Nanti biar tante bawain ke atas sama cemilan biar belajarnya semangat."

"Wah, makasih Tante. Apa aja saya mau kok."

Sementara di kamar, Mishi melempar tasnya kesal. Merebahkan badannya cukup keras ke atas kasur. Mengembuskan napas kasar, mengingat Bumi bikin mood-nya buruk. Mau belajar jadi males.

"Malah malas-malasan. Bangun, siapin bukunya!"

"Astaga, Kak Bumi ngapain masuk kamarku?" Mishi seketika bangkit, matanya melebar mendapati Bumi berdiri bersandar pada pintu.

"Mamamu bilang kita belajar di sini. Cepet siapin bukunya. Aku masih ada janji jam lima, nggak cuma ngurusin kamu doang."

Gemerutuk gigi Mishi tak bisa dihindari, dia menahan geram. Dia mengambil semua buku dan meletakkan di hadapan Bumi dengan sedikit membanting.

"Nih bukunya. Aku mau ganti baju dulu."

Mishi menyandarkan diri di balik pintu kamar mandi. Mengerutu seraya mengganti pakaiannya. Ketukan dan panggilan Bumi agar cepat keluar makin membuatnya kesal. Bagaimana mau belajar kalau mood-nya saja udah berantakan?

"Sabar, aku kan cewek. Lumrah kalau lama, Kak," ucap Mishi setelah membuka pintu.

"Malah bengong," sambung Mishi, mendorong Bumi yang malah diam menatapnya.

I'm SorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang