Cahaya mentari pagi menerobos jendela kamar hingga Mishi harus menutup matanya dengan sebelah tangan. Dia langsung melompat dari tempat tidur, mandi lalu menuruni tangga dengan langkah lebar. Dia tak mau telat berangkat ke sekolah.
Tas punggungnya sudah dia gendong dan sepatu hitamnya sudah melekat di kedua kakinya. Tapi langkahnya melambat saat melihat Bumi duduk di meja makan. Kenapa bukan Sky?
Kaki Mishi pun mendadak gemetar, sapaan pagi kedua orang tuanya dan Bumi tak terlalu dia dengarkan. Ingatannya kembali ke seminggu lalu di mana dia bangun di ruangan rumah sakit.
Bumi mendekatinya, tersenyum lebar lalu menarik pergelangan tangannya. "Ayo sarapan lalu kuantar ke sekolah."
Mishi melewati ritual paginya dalam diam. Kedua orang tuanya pun tak terlalu banyak bicara seperti biasanya. Melihat Mishi bisa kembali membuka mata saja sudah membuat mereka teramat bersyukur.
Selama perjalanan ke sekolah pun Mishi masih diam. Sesekali melirik Bumi yang sekarang jadi pendiam. Tak seperti dalam ingatannya yang menyebalkan.
Bumi mengantarkan Mishi sampai di kelasnya. Riuh sambutan teman-teman Mishi membuat Mishi mengerutkan kening kebingungan. Teman-temannya ada yang berbeda. Mishi menarik napas panjang lalu tersenyum lebar ke arah teman-temannya.
Ingatlah, kamu hilang ingatan, Mishi.
Tatapan Mishi kini beralih pada Bumi. "Makasih."
"Ya, jangan dipaksakan. Kalau kamu merasa bingung, hubungi aku. Kamu bawa ponselmu kan?"
Mishi mengangguk lalu duduk di kurai yang temannya tunjukkan. Ini hari pertamanya kembali ke sekolah sejak dia hilang ingatan karena kecelakaan. Entah kecelakaan apa, yang diingatnya terakhir kali adalah pantai saat dia dan Sky menghabiskan sore. Tapi Sky tak terlihat sejak dia membuka matanya.
Sky, buru-buru dia menoleh ke arah jendela. Tapi bukan lapangan basket lagi yang dia lihat, melainkan ruang karawitan. Dia bergegas ke luar kelas mengabaikan panggilan teman-temannya, menuju lapangan basket yang cukup jauh dari kelasnya di kelas XI.
Senyumnya melebar tatkala melihat sosok Sky meliuk memainkan bila di tangannya. Tanpa sadar Mishi duduk di lantai depan kelas lamanya, memandang Sky dengan penuh kerinduan. Saat matanya bersibobok dengan mata Sky, jantungnya berdetak lebih cepat. Lalu senyumnya mendadak hilang menyadari Sky memutuskan pandangannya.
Mishi menunduk, memegangi dadanya yang sesak. Panggilan dari Mentari membuatnya menjaga ekspresinya kembali.
"Aku mencarimu, ternyata kamu di sini. Kak Bumi sudah menitipkanmu padaku. Kalau kamu ada kesulitan, katakan padaku."
"Kenapa Kak Bumi?"
"Hei, kuberitahu ya. Kak Bumi itu pacarmu, bebeb. Walaupun kamu hilang ingatan, jangan lupain pacar dong. Kankasihan Kak Bumi."
"Pacar? Sejak kapan? Bisa tolong bantu aku mengingatnya? Lalu Kak Sky?"
Mishi berucap dengan cepat dan nada kebingungan. Mentari mengusap punggung tangan Mishi, memaklumi. Mishi telah kehilangan beberapa ingatan selama setahun terakhir. Jelas saja dia sangat kebingungan.
Entah sudah berapa lama Mishi terdiam memandang kosong lapangan basket dengan Mentari di sampingnya. Sudah tak ada Sky, hanya beberapa siswa yang masih bermain di sana.
"Kapan aku putus dengan Kak Sky?"
"Setahun lalu."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Sorry
Teen FictionJadi pengganti bukan mau aku Walau kuakui aku menyukai pacar kakakku Tapi jadi pengganti itu tak pernah berarti Bagaimanapun yang dia lihat hanya kakakku bukan aku ~Mishi Bagaimanapun hanya dia yang kucinta Tapi aku sudah terlanjur janji Janji pada...