The Tenth Station - "New Year Eve's Miracle"

35K 5.3K 215
                                    

Malam tahun baru.

Aku tidak percaya dengan kenyataan yang kudapatkan hari ini.

Baru saja kemarin kami sampai di tempat ini dan menginap sehari, Papa dan Mama pulang meninggalkanku di dalam rumah itu sendiri. Alasannya klasik, karena mereka mendapat tugas.

Bayangkan, seorang anak yang masih berusia tiga belas tahun menuju empat belas tahun besok ini ditinggalkan sendiri dalam rumah mendiang Kakek Nenekku, sendiri.

Mereka memang telah berjanji akan kembali sebelum malam tahun baru nanti. Mereka membuktikannya dengan meninggalkan kunci rumah kami kepadaku. Sudah dari pagi tadi mereka pergi dan belum juga kembali, membuatku sedikit risau. Aku membuang jauh-jauh pemikiran tentang segala kemungkinan buruk.

Kuperhatikan jam yang sudah menunjuk pukul sepuluh malam, yang mana halnya mereka telah pergi sekitar tigabelas jam. Harusnya, mereka sudah kembali saat ini.

Aku mulai takut.

Takut jika kepulangan mereka malah berakhir sama seperti nasib Kakek dan Nenek. Aku takut dan aku berharap apa yang kubayangkan benar-benar berbeda dengan kenyataan. Masih ada dua jam sebelum Tahun baru dan aku yakin mereka akan sampai tepat sebelum tahun baru terjadi.

Kulirik sejenak ponsel di tanganku, antara ragu dan ingin sekali menelepon salah satu diantara mereka. Untuk hanya sekedar menanyakan keadaan dan kepastian.

Setelah membulatkan tekad, aku pun menekan nomor tujuan ke Mama. Namun setelah menunggu, Mama tidak kunjung menjawab. Kucoba lagi meskipun tidak dijawabnya. Aku ingin optimis pada diriku sendiri.

"Halo?"

Suara Mama dari seberang sana membuatku menghela nafas lega tanpa sadar. Aku meremas ujung piyamaku dan dengan sedikit senyuman melontarkan apa yang ingin kukatakan.

"Halo, Ma? Sudah selesai tugasnya?"

"Hm, sudah. Sekitar sejam lagi kami sampai." Suara Mama terdengar lelah.

"Uh, baiklah."

Aku menutup ponselku setelah mendengar bunyi endcall dari seberang sana. Aku menghela nafasku, berjalan ke arah jendela kayu sambil meratapi langit malam. Bintang-bintang terlihat jelas, begitu juga dengan bulan.

Hanya ada satu hal yang kurang disini; keramaian.

Aku menyukai keramaian, meski aku harus mengakui bahwa aku bisa saja merasa kesepian di tengah keramaian. Karena terkadang, apa yang sebenarnya terlihat berbeda dengan apa yang kita rasakan.

Setelah memastikan bahwa semua pintu dan jendela terkunci, aku menaiki tangga menuju lantai atas kamarku. Ponsel ditanganku masih kuperhatikan, berharap seseorang yang kuharapkan menghubungiku.

Kulirik sejenak lemari buku di dekat lemari pakaianku. Buku koleksi cerita bergambarku masih ada disana, terselip dalam keadaan rapi dan tak tersentuh. Kudekati lemari buku dengan sedikit ragu, tak kusadari tanganku terulur tanpa sadar menjangkau salah satu buku bergambar itu.

"Emily dan Anjing liar." Aku bergumam membaca judul buku yang kujangkau dan secara otomatis otakku mengingat cerita yang ada didalam sana. Aku hafal benar dengan cerita ini, sebab aku sangat menyukai cerita ini dulu, bahkan aku tak bosan mengulangnya.

.

.

Alkisah di sebuah kota kecil, hiduplah seorang anak kecil yang baik hati bernama Emily. Emily tinggal bersama Ayahnya-Si Pemburu terkenal di kota.

Suatu hari Emily bertemu dengan seekor anak anjing. Anak anjing itu tampak kotor dan kumal. Hal yang paling mencolok pada anjing itu hanyalah lambang V di punggungnya. Emily pun memberikan makanannya kepada anak anjing itu dan dimakannya dengan cepat makanan pemberian Emily.

LFS 1 - Air Train [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang