Suasana di lapangan pacuan kuda di dekat istana tidak terlalu ramai.Hanya ada sekitar tiga puluh manusia yang memenuhi kursi-kursi penonton yang berjejer di pinggir lapangan. Inilah dia, ini adalah hari di mana kompetisi pertama akan di mulai. Tantangan pacuan kuda, peraturannya mudah, siapa yang sampai di garis akhir duluan, itu pemenangnya.Jadi intinya untuk memenangkan permainan ini kau hanya perlu membuat kuda yang kau tumpangi berpacu dengan cepat.Semakin cepat kudammu belari, semakin besar peluang untuk menang.
Hellena menarik nafas pelan, ia lalu mengigit bibir bawahnya gusar ketika melihat tiga orang peserta yang sudah duduk di atas kudanya masing-masing. Tampaknya semua peserta terlihat begitu percaya diri, apalagi Aldoft dan Ryan, mereka terlihat begitu tenang.Tapi ada yang aneh dengan yang satunya.Ya, Justin. Ah, pria itu terlihat begitu gusar, seberapa besar usahanya untuk menutupi itu, tapi tetap saja Hellena bisa melihat keraguan yang mungkin kini di rasakan Justin.
Hellena memejamkan matanya, ia tak melepaskan pandangannya sedikitpun dari Justin. Saat ini ia sedang duduk di sebuah kursi di barisan paling depan di samping Ayah dan Ibunya. Ia masih mengenakan gaun dan tak lupa juga sebuah mahkota perak bertengger di puncak kepalanya. Sebenarnya ia enggan memakai mahkota itu, tapi karena acara kali ini adalah sebuah kompetisi untuk mendapatkan dirinya, jadi mau tidak mau ia harus mengikuti semua aturan-aturan kerajaan yang menurutnya terlalu berlebihan.
Sementara itu Justin mencoba untuk mengeratkan pegangangannya pada tali yang ada di depannya.Ia terlihat begitu gusar dan ragu. Bukan, bukan karena ia takut naik kuda. Hanya saja, ia ragu bahwa ia takkan mungkin bisa melajukan kudanya dengan cepat. Justin menarik nafas pelan.Diam-diam sebuah bisikan dari masa lalu menembus telinganya.
Jika kau mencintaiku, kau akan melakukan yang terbaik.
Ya, itu adalah kalimat motivasi yang diucapkan Hellena.Justin menghembuskan nafasnya pelan.Mendadak hatinya merasa hangat ketika mengingat ucapan gadisnya itu.Dan sebelum seseorang terdengar mulai menghitung mundur.Justin sempat menoleh pada seorang gadis cantik yang tengah menatapnya dengan penuh kekhawatiran.Sorot mata coklat gelap itu menatapnya begitu dalam, tapi Justin justru melemparkan sebuah senyuman yang seolah berarti.'Aku-akan-melakukan-yang-terbaik.'
Dan ketika terdengar sebuah ledakan pistol.Ketiga peserta itu langsung menyentakkan tali mereka dan membuat suara nyaring.Debu-debu berhamburan mengotori udara kala ketika kuda itu telah melaju dengan kecepatan yang tidak lambat.
Gadis bermata coklat itu tak henti-hentinya meremas-remas tangannya dan memanjatkan doa agar tak terjadi apa-apa pada mereka semua. Ia benar-benar merasa tegang kali ini, jantungnya seakan ikut perpacu bersama ketiga kuda itu. Hellena terlihat gelisah, dan kegelisahannya itu semakin bertambah ketika melihat Aldoft dan Justin berada di barisan depan dengan jarak yang begitu dekat. Sementara itu Ryan yang posisinya tak begitu jauh dari mereka pelan-pelan menyusul lewat sisi kiri dan hanya dalam waktu kurang dari sepuluh detik kini Ryan yang berhasil memimpin pertandingan.
Hellena mengigit bibir bawahnya ketika ia melihat Justin yang mencoba untuk mengejar Ryan dan ternyata Aldoft malah seolah berusaha menghalangi Justin. Itu adalah detik-detik meneganggkan bagi semuanya. Karena tinggal beberapa beberapa ratus meter lagi garis akhir sudah terlihat.
"JUSTIN!"
Hellena berteriak histeris satu detik setelah melihat Justin yang tersungkur jatuh di tanah.Ada semacam pisau tajam yang seakan menusuk hatinya ketika melihat tubuh Justin terhempas dan tergulung jatuh di antara gumpalan debu yang cukup tebal.
Gadis itu tak bisa menahan dirinya.Ia langsung bangkit dari duduknya dan buru-buru mengangkat gaun mewahnya dan berlari memasuki arena. Ia tak peduli dengan teriakan banyak orang yang berkali-kali menyerukan namanya. Ia tak peduli seberapa kotor debu yang akan mengotori gaunnya dan seberapa bahaya kondisi di arena. Yang ia pikirkan saat ini adalah satu orang. Ia tidak peduli dengan apapun.