Suasana pesta kali ini benar-benar terasa sangat meriah bagi kebanyakan tamu bangsawan yang hadir di dalamnya. Ada ratusan manusia yang kini memenuhi lantai dua istana tempat acara diselenggarakan. Semuanya berkumpul di tempat itu malam ini. Sebuah tempat yang sangat luas dengan patung-patung kuda putih yang menghiasi setiap sudutnya. Tumpukan gelas kaca dan aneka macam makanan khas kalangan atas sudah tersaji dengan rapi di meja super megah yang menghiasi setiap sudut ruangan. Alunan musik klasik dan desisan para tamu hadirin berbaur menjadi satu, menjadi latar belakang suara yang sudah sangat tak asing lagi bagi mereka yang ada dalam pesta. Seperti itulah sejak dulu pesta yang selalu di gelar di Monte Carlo, pesta yang selalu dipenuhi dengan orang-orang kalangan atas yang sibuk memamerkan gaun dan perhiasan mahalnya secara terang-terangan. Mereka menyukai hal itu, dan bahkan menganggap hal itu sebagai sebuah kesenangan.
Namun suasana meriah dan bahagia malam itu benar-benar berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan oleh Hellena. Gadis itu bahkan tak merasakan kebahagiaan setitikpun, padahal kini ia tengah berkumpul dengan seluruh keluarganya. Ini adalah harinya, pesta megah ini memang sengaja dibuat untuknya. Dia yang menjadi primadonanya malam ini. Tentu saja, itu karena acara kali ini adalah acara penentuan tentang nasib hidupnya.
Entah mengapa pemikirannya sedari tadi tidak tenang. Ya, semenjak satu jam yang lalu, setelah ia selesai berunding dengan orang-orang yang akan memilih calonnya. Hellena tak sanggup mengingat semua percakapan mengerikan itu. Nenek dan Ibunya bahkan sudah mengutarakan pilihannya. Pilihannya cukup membuat hati Hellena menciut. Bagaimana tidak? Neneknya ternyata benar-benar serius untuk memilih Ryan, dan yang paling parah adalah Ibunya yang justru malah memiliih Aldoft? Itu sudah jelas sangat gila bukan? Alasan Ibunya juga cukup masuk akal, ia memilih Aldoft karena pria itu adalah teman kecil Hellena, jadi pria itu pasti sudah sangat mengenali Hellena dan mampu menjaga Hellena dengan baik.
Itu semua tentu menjadikan Hellena tak mampu untuk menentukan pilihannya. Ia memilih diam dan bungkam ketika berada di rapat itu. Percuma jika ia memilih Justin. Lagipula Ayahanya sudah pasti memilih Aldoft bukan? Oh, tamatlah riwayatnya. Hellena tak bisa membayangkan jika nantinya ia akan bersama Aldoft. Itu sama saja membunuhnya pelan-pelan. Tidak tahukah mereka bahwa Aldoft itu seorang pysco yang tidak waras. Ayahnya mungkin memang belum mengemukaan pilihannya, tapi Hellena bisa tahu bahwa Ayahnya benar-benar menginginkan anaknya menikah dengan pria berdarah bangsawan seperti Aldoft.
Hellena menarik nafas panjang. Mendadak kepalanya terasa berdenyut karena terlalu gugup untuk menanti detik-detik yang mungkin saja akan menghancurkan hidupnya sebentar lagi. Ia membasahi bibir bawahnya dan meraih segelas minuman yang ada di meja bundar di depannya. Ia meneguk isi gelas itu sampai habis.
"Kau terlihat begitu buruk?" ujar seorang gadis yang berdiri di sampingnya. Itu adalah Lanny. Sahabat baiknya yang juga di undang dalam pesta kali ini. Hellena menelan cairan yang tersisa di mulutnya pelan-pelan kemudian melirik Lanny dengan tatapan datarnya.
"Aku benar-benar akan gila setelah ini." Hellena mendesah frustasi. Ia meletakkan gelas kosong itu kembali di atas meja dengan kasar, sehingga menimbulkan bunyi yang agak keras. Untung saja musik yang mengalun cukup untuk menutupi suara benturan itu, jadi tidak berpotensi untuk mengalihkan pandangan seluruh tamu udangan kepadanya.
"Aku tahu." Lanny mengusap bahu Hellena pelan.
"Aku mencintai Justin." Hellena merengut pasrah. Ia tidak bisa memungkiri bahwa dia sangat-sangat mencintai Justin. Bahkan hingga detik ini, kadar cintanya pada Justin tidak berkurang sedikitpun. Entah mengapa, rasa cinta itu justru semakin hari semakin bertambah.