Angin dingin khas kota Forks kembali menerpa helaian rambut coklat Hellena yang terurai panjang melewati bahunya. Namun anehnya hawa dingin itu tak lagi membuatnya merasa terganggu seperti hari-hari sebelumnya ketika hari pertama ia berada di Forks, padahal kali ini ia hanya menggunakan dress selutut tanpa lengan. Mungkin kulit-kulit mulusnya itu sudah mulai mampu beradaptasi dengan lingkungan Forks yang cukup dingin. Jadi, ia tak memerlukan jaket ataupun syall lagi untuk menghangatkan diri. Tapi, sejujurnya, satu-satunya alasanya yang membuatnya mampu bertahan di udara dingin pagi ini adalah pikirannya.Pikiran yang kini berputar keras sekeras genggamannya pada I-phone yang baru saja menghubungkan dirinya dengan Lanny.
Ia mengigit bibir bawahnya keras-keras dan menatap matahari yang kian lama kian terlihat, namun percuma, awan Forks terlalu tebal dan selalu mampu untuk menghalangi sinar matahari untuk masuk menyinari kota.
Sudah hampir setengah jam ia bediri disini tanpa memperdulikan hawa dingin yang selalu menerpa kulit putihnya. Ia tak memperdulikan bahwa hawa dingin yang sejujurnya berpontensi membuat dirinya terkena masuk angina atau sejenisnya. Yang hanya Hellena pikirkan saat ini adalah tentang ucapan Lanny barusan, tentang keinginan Lanny yang ingin bertemu dengannya secara langsung.
Apakah semuanya akan baik-baik saja?
Hellena bertanya dalam hati kecilnya.Ia tak bisa membayangkan segala kemungkinan buruk yang akan diucapkan Lanny kelak. Ia tak sanggup memikirkan bagaimana nasibnya selanjutnya setelah ini. Rasanya memang begitu tidak adil, baru saja ia merasakan kebahagiaan karena terbebas dari Monte Carlo, namun kini ia harus kembali dihadapkan pada kenyataan yang selalu ingin membubatnya menangis sekuat tenaga. Tapi, tidak! Tidak disini. Tidak di depan orang, tidak di depan siapapun. Apalagi Justin.
"Sampai kapan kau akan berdiri disana?"
Hellena tersentak dari lamunannya dan buru-buru menoleh ke sumber suara yang mengaggetkannya itu.Ia melihat Justin yang sudah rapi dengan abu-abu dan celana basket yang melilit tubuhnya. Helaian rambut Justin masih terlihat sedikit basah, menambahkan kesan seksi yang menggoda.Pria itu berjalan mendekati Hellena dan kini berdiri di samping Hellena yang masih terdiam kaku.
"Apa kau berniat ingin membekukan diri dengan berada di luar dengan pakaian seperti ini?" tanya Justin sarkastik. Kedua bola matanya naik turun menatapi pakaian Hellena yang tak sepantasnya ia gunakan saat ini. "Cepat ganti bajumu."Justin memerintah dengan nada dinginnya yang khas.
"Memangnya kita mau kemana?" tanya Hellena penasaraan. Penasaraannya memang belum terjawab menganai alasan Justin yang membangunkannya pagi sekali.
Justin mendesah pelan. Sudah tahu alasannya kan? Ia adalah pria yang benci dengan pertanyaan yang tidak penting. "Aku tidak pernah melihatmu berolah raga.Kupikir kita akan lari pagi hari ini," ujar Justin akhirnya.
Ucapan Justin bukan malah membuat Hellena merasa lega karena rasa penasaraannya terlah terjawab, tapi malah merasa terkejut.Gadis itu melebarkan kedua matanya dan menggeleng cepat.Baiklah gelengan itu adalah gerakan refleks.
"Tidak Justin, aku tidak mau," tolak Hellena cepat. Tidak mungkin menerima ajakan Justin untuk lari pagi sedangkan ia memiliki gangguan pernafasan yang belakangan ini sering kambuh dan semakin parah.
"Kenapa?" tanya Justin penasaran.
Hellena memutar bola matanya."Tentu saja, bagaimana bisa aku lari pagi? Aku bahkan membutuhkan waktu lebih dari tiga puluh menit untuk bisa berna...." Penyakit. Ini adalah penyakit lain Hellena yang selalu kepelasan jika berbicara. Kalimatnya mengantung di udara bersamaan dengan kening Justin yang semakin berkerut penasaraan.