Untuk kesian kalinya Ryan menarik nafas panjang, ia mendongakkan kepalanya ke atas langit siang L.A yang dipenuhi dengan gumpalan awan tipis. Ia menghembuskan nafasnya pelan lalu melirik ke samping dan menemukan sosok gadis yang sedari tadi terlihat murung dan lebih banyak diam. Entah bagaimana anehnya pemandangan Ryan kali ini ketika melihat Megan yang cenderung selalu bersikap angkuh kini justru terlihat murung seolah tengah memikirkan seuatu yang berat.
Saat ini mereka tengah berada di lapangan parkir Cavron yang cukup luas. Seperti janji Ryan kemarin yang akan membawa Megan kesini untuk menaminya bertemu Justin. Bukanlah sesuatu yang sulit ternyata, meskipun Megan mengira awalnya ia akan kembali teringat akan perasaanya pada Justin. Salah besar. Megan dan Ryan tadi sudah bertemu dengan Justin, meskipun mereka tidak bertemu Hellena. Mungkin awalnya Megan agak canggung, namun ternyata tak sulit. Ia hanya lebih banyak diam di dalam sana. Entah mengapa hatinya mendadak benar-benar sangat malu jika mengingat kemesraannya dan Justin yang pernah terjadi di ruangan Justin yang ia masuki tadi. Sayangnya, Ryan tidak bertemu dengan Hellena. Ah, mungkin lain waktu.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Ryan akhirnya. Rasa ingin tahunya yang begitu tinggi membuatnya tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.
Megan seakan terperangah. "Ah, tidak. Aku tidak memikirkan apa-apa," ucap Megan sambil mengarah pandangannya pada kuku-kukunya jarinya yang mengkilat. Ia adalah seorang artis dan model yang selalu harus mempertahankan kemenarikan dirinya dari hal yang terkecil sekalipun.
Bukan Ryan namanya jika tidak penasaran. "Aku tahu kau sedang memirkan sesuatu," tebak Ryan nyaris seperti desakkan.
Megan merasakan hatinya seolah menciut. Harus ia akui, tebakan Ryan memang sangat benar. Mungkin Ryan mengira kalau Megan kali ini sedang memikirkan Justin, namun itu salah besar. Sejak tadi ia justru tak henti-hentinya memikirkan tentang rencana Aldoft, apalagi barusan Aldoft mengiriminya pesan untuk segera menemuinya besok pagi. Gadis itu bingung, apa yang harus ia lakukan, apakah dia harus terus meneruskan kerjasamanya liciknya dengan Aldoft, atau justru mundur.
Saat ini memang dia berada dipilihan yang begitu sulit. Ia mendadak dilanda ambigu yang luar biasa ketika mau tak mau ia harus menyadari bahwa ia perlahan sudah mulai tidak peduli dengan dendamnya pada Hellena. Entah dari mana asalnya semua dendam itu perlahan luntur begitu saja. Dan semakin hari, ia justru semakin enggan untuk mengingat-ingat tentang Hellena lagi. Baginya sosok Ryan sudah cukup berhasil untuk menyembuhkan luka lamanya yang memang hampir sulit untuk disembuhkan.
Sebuah senyuman terlukis di wajah cantiknya. "Aku hanya berfikir mengapa aku bisa berubah seperti ini? Saat ini aku bukanlah aku. Aku merasa asing dengan diriku yang sekarang." Megan mendonggakkan kepalanya ke atas seolah dan membiarkan rambut lurusnya tergerai ke bawah dengan sempurna.
Ucapan Megan membuat Ryan menaikan sebelah alisnya. "Jika yang kau maksud adalah kehilangan dirimu yang ketus dan pendendam. Aku setuju. Bukannya itu bagus?"
"Tidak juga," kata Megan singkat. Ia mengalihkan pandanganya ke Ryan. "Kupikir. Aku masih memiliki sisi jahat," sambung Megan bersamaan dengan pikirannya yang kini tengah mengingat bagaimana dulu ia sudah terlanjur setuju bekerja sama dengan Aldoft.
Bukannya terkejut Ryan malah merangkul Megan dan membuat gadis itu lebih dekat dengannya. "Aku percaya, kau pasti bisa menginggalkan sisi jahatmu," bisik Ryan lembut. Bisikan yang justru membuat Megan merasakan hatinya seakan meleleh.
Gadis itu mengatupkan bibirnya rapat-rapat dan tak tahu harus berkata apalagi. Ia hanya bisa tersenyum samar dengan kening yang mengerut sambil memikirkan semua apa yang diucapkan Ryan. Apakah benar? Apakah ia bisa meninggalkan sisi jahat dalam dirinya? Apakah ia harus membatalkan perjanjiannya dengan Aldoft? Megan menarik nafas panjang dan senyumnya melebar ketika Ryan mendadak mengecup keningnya singkat. Astaga, pria itu benar-benar banyak merubahnya.