CHAPTER 17

953 154 13
                                    

"Perjanjian Versailles ditandatangani oleh perwakilan dari sejumlah negara yang kemudian dijuluki The Big Four dan terdiri atas---"

Irene menghentikan langkahnya. Kedua matanya terpejam. Kerutan begitu kentara pada dahinya. Ia berusaha keras untuk mengingat kembali materi yang telah ia timbun di dalam otaknya. Namun semakin keras ia mencoba, lagi-lagi keningnya berkedut nyeri.

"Argh!" Kesal, Irene menggerutu sembari menepuk-nepuk ubun-ubunya dengan buku. Ia benar-benar merutuki kepayahannya dalam hal hafal-menghafal. Hari ini ia sudah memasang target untuk menghabiskan satu bab penuh, namun sampai malam ini pun ia masih bertahan pada dua halaman awal.

Merasa tak sanggup lagi untuk melanjutkan, Irene membanting buku sejarahnya di atas kasur dan menduduki kursi di depan meja belajarnya. Lembar kerja esainya masih belum tertulis sama sekali. Untuk kesekian kali ia berdecak kesal.

Entah mengapa dirinya seakan sama sekali tidak memiliki hasrat untuk mengikuti pelajaran. Suasana di kelas semakin membuat kondisi hatinya kian memburuk saja. Melihat bagaimana semua orang mencaci-maki dirinya, rasanya seperti ia tak lagi memiliki sesuatu untuk dibanggakan.

Irene menghela nafas dan menyandarkan punggungnya pada kursi. Hanya sekedar merenung dengan pandangan kosong, tak tahu harus bagaimana. Di dalam pikirannya seperti ada kabut tebal; semakin ia menembus ke dalam, semakin ia tak mampu melihat apapun. Buram dan semu.

Setelah memejamkan kedua matanya sekilas, Irene kembali menegakkan posisi duduknya. Jemarinya menyusuri permukaan tumpukan buku di atas meja, hendak mencari sesuatu. Hingga sebuah map coklat yang terselip di antaranya membuatnya terpaku.

Irene mengamati map coklat tersebut dalam diam. Selepas kepergian Taehyung siang tadi, ia mengambil map tersebut dan membawanya pulang. Tak mengerti atas dorongan apa. Bahkan sekarang ia sudah melepas tali pengait map itu, bermaksud untuk menilik isinya.

Ada dua lembar kertas yang harus dilengkapi dengan data diri serta keterangan untuk melampirkan sejumlah kopian rekap nilai sejak semester satu hingga tiga. Tercatat pada kolom keterangan bila semua data ini harus dikumpulkan paling lambat besok. Ucapan Taehyung seketika kembali tergiang dalam benaknya.

Aku akan menunggumu besok di depan ruang guru setelah pulang

Setelah sekian lama, perang batin kembali terjadi pada diri Irene. Memang ia masih tak rela, amat tidak rela bila harus mundur dari kandidat begitu saja. Ia bahkan belum mengikuti pelatihan selama sebulan penuh, dan bila dipikir-pikir sia-sia saja ia mengerjakan soal dan mempelajari materi semalam suntuk selama itu.

Tetapi akan sangat aneh bila tiba-tiba saja ia bergabung kembali ke dalam kelas olim. Tidakkah canggung bila ia kembali bertemu guru pembimbing yang telah memercayakannya selama ini? Juga Hyejeong, ia tahu betul bagaimana reaksinya nanti semisal mereka akan kembali bertemu di dalam satu ruangan yang sama.

Dia adalah orang pendendam dan tak akan diam begitu saja bila seseorang mengusiknya. Irene ingat betul, kaki tangan Hyejeong adalah penyebab mengapa ia selalu mendapat perlakuan buruk selama di kelas selama beberapa hari ini. Tak perlu berpikir dua kali bila semua ini tak lain dan tak bukan adalah instruksi rivalnya tersebut.

Sungjae? Mungkin juga begitu, mengingat baik Hyejeong dan dirinya begitu akrab.

Mengenai Hanbin, Irene tak perlu berkomentar apapun. Mungkin karena sikapnya yang memang tak mau akrab dengan orang lain membuatnya terlambat menyadari sikap asli Hanbin. Namun tetap saja ia masih merasa tak nyaman, terlebih dengan kelakuan Hanbin yang terlalu peduli.

Dan Irene hanya mendengus gusar saat mengingat perlakuan-perlakuan Taehyung yang aneh dan sangat mengganggu. Dia adalah biang atas mengapa Irene dapat menjadi seperti ini sekarang. Oke, Taehyung memang sudah meminta maaf, tetapi.. semudah itukah? Ia pikir kesalahan yang ia perbuat hanyalah sebuah kesalahan kecil yang dapat dibenahi kembali?

SHARDS OF GLASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang