CHAPTER 22

859 130 16
                                    

Irene berhenti memainkan pulpennya yang sejak tadi ia sematkan di antara jemari telunjuk dan tengahnya. Kepalanya menengadah, mendapati gerombolan awan putih yang semula mendominasi kini telah menjadi kelabu, bahkan gemuruh pun sudah mulai terdengar meski dari kejauhan.

Jam dinding telah menunjukkan pukul dua belas lebih empat puluh lima menit dan Taehyung tak kunjung kembali. Irene sendiri tak begitu memperhatikan Taehyung tadi berbicara apa kepadanya mengingat ia sedang fokus mengerjakan soal, namun ia hanya mendengar secuil kalimat bila lelaki itu hendak keluar sebentar karena keperluan penting.

Yang namanya keperluan penting itu tentu saja harus diutamakan entah seberapa lama durasinya, kan? Bukankah itu berarti belum tentu Taehyung kembali dalam waktu dekat? Irene menghela nafas berat. Sudah pasti ia tak akan kembali ke sekolah tepat waktu dan membuat supir pribadinya menunggu lama.

Awalnya ia memang hendak menghubungi supirnya itu dengan meminjam ponsel Taehyung, hanya saja ia baru teringat bila kemarin dirinya memindahkan seisi tasnya ke tas yang baru sehingga kemungkinan besar buku teleponnya tertinggal di kamar. Irene mendecak gusar, bahkan kegundahannya kian menjadi-jadi tatkala ia mulai membau aroma hujan.

Irene bangkit dari duduknya dan membelah juntaian tirai kerang di hadapannya, menghubungkannya dengan ruang tamu. Ia belum berani menjangkahkan kaki lebih jauh dan hanya mengedarkan pandangannya ke sekitar, namun nihil. Batang hidung Taehyung sama sekali tak terdeteksi olehnya dan suasana di dalam rumah yang begitu sunyi pun membuatnya cukup khawatir.

Yang benar saja, Taehyung meninggalkan dirinya seorang diri di kediamannya sementara ia hanyalah seorang tamu yang bahkan baru pertama kali berkunjung? Irene menggelengkan kepalanya tak percaya.

"Pokoknya kau harus mengganti uangku!"

"Demi Tuhan, Sohyun. Aku bahkan sudah bersusah payah menjemputmu dengan mengayuh sepeda dan biaya tambal ban tadi juga tidak seberapa."

"Siapa suruh menjemputku? Salah siapa membawa sepedaku tanpa izin?"

"Bukannya tidak izin, aku tadi terburu-buru!"

"Terburu-buru? Terburu-buru ingin kabur maksudmu? Memangnya ada urusan sepenting apa? Kau bahkan selalu bangun kesiangan dan tidak masalah bila harus berlari mengejar bus setiap hari. Tahu tidak, aku tadi hampir disuruh berdiri di tengah lapangan karena terlambat!"

Belum sempat Irene berbalik dan kembali ke pelataran di samping rumah, percakapan yang secara tiba-tiba memecah keheningan itu membuatnya tertegun. Ia menjumpai Taehyung yang menapaki ruang tamu secara tiba-tiba seraya melucuti almamater sekolah dan merenggangkan dasinya, diekori oleh seorang gadis--yang Irene perkirakan usianya lebih muda dari dirinya--yang tengah menggerutu seraya menyedekapkan kedua tangan di depan dada.

Sebenarnya Irene merasa ragu untuk menyela cekcok mulut di antara mereka, namun ia justru merasa tidak nyaman bila harus berlama-lama di sini. Mau bagaimana lagi, lagipula Taehyung sudah bersedia bertanggung jawab padanya sejak awal. Selepas mengambil satu tarikan nafas dalam, Irene berjalan menghampiri kedua pihak yang masih saja berseteru itu.

"Taehyung, kau bilang---"

"Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun. Semoga panjang umur... Selamat ulang tahun!"

"..."

Baik Sohyun, Taehyung, maupun Irene mendadak bungkam ketika seorang pria dan wanita menampakkan diri dari ruangan lain sembari menyanyikan lagu ulang tahun dengan gembira dan bersemangat. Wanita itu bahkan menepuk-nepuk kedua tangannya antusias setelahnya, sementara pria tersebut hanya mengulas senyum lebar karena kedua tangannya membawa sebuah kue tart.

"Astaga, apakah suaraku begitu sumbang sampai-sampai kalian tertegun kebingungan seperti itu?" Wanita itu merasa sedikit kecewa dengan reaksi ketiga remaja di hadapannya yang tak sesuai dengan ekspektasinya.

SHARDS OF GLASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang