CHAPTER 20

1K 132 17
                                    

Nampaknya ini sudah kesekian kali Taehyung melirik jam tangannya semenjak ia turun dari tempat pemberhentian bus yang berjarak sekitar empat ratus meter dari sekolah. Sesungguhnya tak apa bila ia harus mengerahkan tenaga barang sedikit untuk itu, namun yang menjadi masalah adalah ia masih harus menyeberangi lapangan sekolahnya yang cukup luas--belum lagi menyusuri gedungnya--sementara lima menit lagi bel masuk akan berbunyi.

Dengan kecepatan berlari bak sprinter, Taehyung melesat di antara segerombol murid lain yang justru berjalan dengan santainya sembari bersenda gurau. Perjuangan Taehyung tak hanya berhenti di situ saja, ia bahkan masih harus meniti tiga puluh anak tangga dengan separuh energi yang tersisa.

Cukup sekali ini saja ia menyiksa diri seperti ini. Andai kata kemarin ia tak meladeni tantangan duel dari tetangganya yang masih bocah itu, mungkin ia tak perlu repot-repot untuk bermain playstation hingga larut malam. Sudah begitu, ia bahkan harus merelakan beberapa koleksi action figurenya--secara cuma-cuma--sebagai wujud kekalahannya dalam taruhan.

Taehyung segera mendudukkan diri di barisan bangku terdepan sesampainya di kelas, masih berusaha menyetabilkan hela nafasnya tak karuan. Tubuhnya terasa luar biasa lelah, pun pegal. Mungkin karena sudah lama ia tak meluangkan waktu untuk berolahraga, ototnya menjadi tegang.

Dirasa kondisinya sudah lumayan membaik, ia membalikkan badan, menghadap ke arah Irene yang tengah mengerjakan soal dalam diam. Memang sudah sejak dua hari yang lalu, Guru Kim memberi instruksi agar sistem rolling seat diberlakukan setiap harinya. Upaya ini dimaksudkan supaya formasi tempat duduk murid tidak monoton dan membangun suasana baru.

Formasi tempat duduk hari ini berbeda dengan hari sebelumnya. Taehyung menduduki meja di barisan tengah dan terdepan, memunggungi Irene. Hyejeong yang biasanya berada di sudut belakang kini menempati barisan terdepan yang berada di sisi kiri Taehyung, dengan Sungjae yang duduk tepat di belakangnya. Sama halnya dengan Hanbin yang juga menempati barisan terdepan, namun berada di sisi kanan Taehyung.

"Sepertinya aku belum menyinggung materi ini," ujar Taehyung sembari menunjuk sebuah soal yang tercetak dalam buku latihan Irene, "tolong ingatkan aku untuk membahasnya besok sore."

Belum sepenuhnya Taehyung membalikkan badan, ia kembali menghadap Irene dengan melipat kedua tangannya di atas meja gadis itu.

"Apa kau memiliki rekomendasi tempat-tempat umum yang nyaman untuk belajar?" Taehyung memiringkan kepalanya, "Aku merasa tidak nyaman bila terus-menerus belajar di rumah Hanbin. Maksudku, aku dan kau hanya sekedar meminjam fasilitasnya saja, bukan karena memiliki kepentingan dengan tuan rumah. Tidakkah itu terkesan kurang sopan?"

"Hanbin sendiri sama sekali tidak keberatan, mengapa harus khawatir? Lagipula, memang sudah seharusnya ia bertanggung jawab atas kesalahannya," tutur Irene tanpa mengalihkan perhatiannya dari lembar soal. Agaknya ia masih sensitif dengan konflik kecil tempo hari.

"Tapi jadwal pertemuan kita adalah empat kali dalam seminggu. Kupikir akan cukup mengganggu bila kita berkunjung sesering itu," terang Taehyung. Ia merenung sejenak, jemarinya mengetuk-etuk meja dengan ritme teratur.

"Sebenarnya tidak apa kalau ingin belajar di rumahku. Hanya saja jarak rumahku cukup jauh dari sini, dan lumayan terpencil. Kalaupun belajar di sekolah, kita hanya diberi waktu satu jam saja karena pukul tiga gerbang akan ditutup."

Irene sama sekali tak memberi respon atas pernyataan Taehyung. Ia tak mau ambil pusing untuk masalah sepele seperti ini. Menawarkan rumahnya sebagai salah satu solusi juga tidak akan membantu, lagipula petugas keamanan yang berjaga di halaman rumahnya tidak akan mempersilahkan orang asing masuk dengan mudahnya. Pun, Irene sama sekali tak berniat mengajak orang lain berkunjung ke rumahnya, sekalipun teman sekelasnya sendiri.

SHARDS OF GLASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang