Chapter 9

135 38 9
                                    

Vote kali gue ga gigit. : - 3

 
 
***

 
 
"Kenapa syaratnya sangat mengekangku, Zayn?" tanya Bëlla yang menohokku saat kami sampai di halaman belakang rumahku.

 
 
Entah kenapa, tiba-tiba aku diam dan bingung harus menjawab apa, ini merupakan hal yang sudah kusadari beberapa waktu lalu, dan kini Bëlla merasakannya juga. Apa setelah ini dia akan menjauhiku? Atau dia akan membenciku?

 
 
"Oh, ya? Maaf kalau begitu," ucapku sambil duduk di atas rumput yang sudah digunting rapi ini.

 
 
"Tidak. Tolong, jawab pertanyaanku itu," katanya mendesakku.

 
 
"Aku.."

 
 
"Kenapa?"

 
 
"Bisa kau tidak memotong ucapanku?" tanyaku jengkel dan dia mengangguk cepat, tatapannya yang mematikan seolah memaksaku untuk mengatakan hal yang bahkan aku tidak tahu hal itu. Jadi, apa yang harus kujawab? Aku mencoba berpikir sampai alasan konyol terlintas di otakku, "karena.. aku.. ingin yang terbaik untukmu,"

 
 
Kudengar Bëlla tertawa kecut seraya membuang pandangannya ke arah yang bertolak belakang denganku—well, sepertinya kini dia enggan melakukan syarat-syarat itu lagi. Tapi, jika memang begitu, kenapa tidak dari awal? Dari saat aku belum terlalu jatuh dalam kenafsuan yang kadang menyiksaku ini? Kenapa dia baru sadar di tengah cerita yang sama sekali belum kuprediksi sebelumnya? Pun ia kembali menatapku dan mengangkat sebelah alisnya.

 
 
"Sebenarnya aku memang merasa baik, tapi rasanya diatur oleh seseorang yang bukan siapa-siapa bagimu, itu cukup menohok mengingat kau bukan apa-apanya, Zayn. Apa tujuanmu memberiku syarat sebenarnya? Bukan hanya karena aku ingin tahu saja, 'kan?"

 
 
Merasa tidak mengerti dengan ucapannya, aku hanya bisa diam dan mencerna lagi ucapan-ucapannya, terlalu sulit kutafsir dan semoga saja dia tidak mau berhenti.

 
 
"Kurasa begitu. Kau mau pulang? Biar kuantar,"

 
 
•••

 
 
09 April 2020

 
 
Bëlla menolak pergi bersamaku hari ini, dia pasti masih marah karena aku belum memberinya jawaban soal pertanyaannya yang kemarin, dan lagipula, aku tidak akan pernah menjawab pertanyaannya itu, karena itu cukup menjawab semuanya—well, aku tidak tahu apa yang sedang kubicarakan. Pun sesampainya di kampus, aku melihat Bëlla sedang bersama Chloe dan teman-temannya, sedikit bersyukur karena dia tidak sedang bersama Louis. Jadi, aku pergi saja ke taman sendirian, lumayan untuk sekadar mendengarkan musik yang menetralisir kepusinganku.

 
 
"Zayn?" panggil seseorang yang membuatku reflek melepas headphone-ku.

 
 
Kubalikkan tubuhku dan manusia itu hadir di depan mataku, "oh, Louis? Ada apa?"

 
 
"Kau tidak bersama Bëlla? Aku ingin bertemu dengannya karena kami satu kelompok, pengumumannya tadi pagi, jadi—"

 
 
"Tidak. Kau cari saja sendiri," jawabku jengkel dan kembali memasang headphone, Louis melengang dan jaraknya kini jauh dariku.

 
 
Mengingat ucapannya tadi, berarti Bëlla akan selalu bertemu dengannya, berarti Bëlla akan melanggar syarat ke delapannya, kenapa ini begitu memuakkan?

 
 
Kuputar kepalaku dan melihat Louis Tomlinson masih di sana berjalan membelakangiku, kuangkat tubuhku dan berniat mengikutinya, mungkin aku juga bisa menemukan Bëlla dengan mengikutinya.

Fifteen ≠ zjmWhere stories live. Discover now