Chapter 8

163 39 2
                                    

Bëlla sedang tidur di sampingku. Kini, aku dan dia sedang berada di Perpustakaan, hanya untuk mengantar Bëlla tidur karena ia mengantuk berat. Ia sangat lucu dan cantik dengan posisinya saat ini. Kepala ia taruh di lipatan tangannya yang ia simpan di atas meja, aku meniru gayanya.

 
 
Astaga, dia sempurna. Aku tidak ingin ada segores atau luka sekecil apapun di wajahnya. Aku harus melindunginya, meskipun pada kenyataannya, dia pasti akan tersakiti—olehku.

 
 
"Hei,"

 
 
Aku terkesiap kala aku baru sadar bahwa Bëlla sudah terbangun dan menyapaku.

 
 
"Hei," balasku canggung.

 
 
"Kau mengantuk juga?"

 
 
"Tidak, Bëls,"

 
 
"Oh,"

 
 
"Kau masih mengantuk?"

 
 
"Tidak. Tapi, antar aku ke toilet, ya? Aku perlu mencuci wajah kusutku,"

 
 
Aku terkekeh, "kau kusutpun sudah sangat sangat sangat cantik, Bëls,"

 
 
Dia meninju pelan lengan kananku seraya tertawa renyah. Aku sudah tidak peduli jika dia tertawa dan lupa syaratnya.

 
 

×××

 
 
"Zayn," panggilnya.

 
 
Kini, aku dan dia sedang berada di rooftop kemarin, saat aku marah padanya karena menanyakan soal Perrie.

 
 
"Ya, Bëls?"

 
 
"Apa saat aku menyanyikan lagu Amnesia suaraku sangat hancur sehingga kau enggan mendengarnya?" astaga, gadis ini.

 
 
"Bukan itu, Bëlla,"

 
 
"Jujur saja, Zayn. Jika memang iya, aku akan meminum jahe sore ini, atau mungkin malamnya,"

 
 
Aku tertawa dan dia hanya mengangkat alis kirinya, "Bëlla Fox, dengarkan aku. Tak ada yang salah dengan suaramu, lirikmupun tak ada yang terlewat sama sekali, dan lagi, jika kau mengikuti ajang pencarian bakat, kau pasti menang karena suaramu saat bangun tidurpun sudah seindah itu. Percaya padaku, oke?"

 
 
Dia mengangguk, "lalu, apa alasanmu menghentikanku bernyanyi semalam?"

 
 
"Tidak ada, aku tidak menyukai lagu itu,"

 
 
"Oke, aku tidak akan menanyakan tentang itu lagi,"

 
 
"Kenapa?"

 
 
"Aku takut kau marah dan membentakku, Zayn,"

 
 
"Maafkan aku," aku memeluknya erat, tidak lama.

 
 
"Tidak apa-apa. Oh, ya, besok 'kan hari Rabu, aku harus mengembalikan buku Astronomi yang kupinjam minggu lalu ke perpustakaan kota, kau mau menemaniku tidak?" tanyanya yang langsung mendapat anggukan cepat dariku, tentu saja aku akan menemaninya.

 
 
"Di sana pula aku akan memberikanmu syarat ke delapan, meskipun aku masih bingung syarat apa yang harus kuberikan,"

 
 
"Well, aku harus melakukan hal yang menyebalkanmu dulu,"

 

•••

 
 
08 April 2020

 
 
Jam sedang menunjukkan pukul 1 siang, aku harus memjemput Bëlla karena aku sudah berjanji padanya pada jam ini. Pun aku mengayuh sepedaku cepat karena aku tidak mau Bëlla menungguku lama-lama, jika seperti itu, dia pasti memajukan bibirnya yang membuatku malah ingin mengapitnya lagi dengan bibirku itu. Ah, aku jadi merindukannya saat di frat.

 
 
"Kau sudah menunggu lama?" tanyaku saat sudah sampai di depan rumahnya dan dia sudah duduk di jok belakang sepedaku.

 
 
"Belum, mungkin sekitar tiga menit,"

 
 
Aku hanya manggut-manggut dan mengayuhkan lagi sepedaku menuju perpustakaan kota. Sesampainya di sana, Bëlla mendahuluiku berjalan karena mungkin dia memang ingin cepat-cepat mengembalikan bukunya dan kembali pulang, pun aku hanya menunggunya di parkiran, dia pasti hanya sebentar di dalam sana.

 
 
Setelah hampir lebih dari tiga puluh menit aku menunggu Bëlla, dia ternyata tak kunjung kembali dan aku sama sekali belum melihatnya ke luar dari pintu masuk–keluar perpustakaan, kemungkinan besar dia masih di dalam dan entah melakukan apa yang menyebabkannya lama di sana. Dengan penuh jengkel, kulangkahkan kakiku ke sana sekadar memastikan bahwa Bëlla ada dan tidak pulang duluan meninggalkanku yang sudah mengantarnya.

 
 
Gadis itu kini berada di ujung ruangan, menyeruput minuman dinginnya dan sesekali tertawa karena mungkin lelucon yang dilontarkan pria di depannya itu lucu, pria itu memunggungiku sementara Bëlla jelas di penglihatanku, aku menunggunya dan ternyata dia sedang bersenang-senang dengan pria lain? Yang sama sekali tidak kuketahui? Kenapa ini membuatku tidak enak dan berpikiran untuk menghampiri mereka?

 
 
Pun aku benar-benar menghampiri mereka dan wajah pria itu kini jelas di mataku.

 
 
"Zayn? Engh.. kenalkan, ini temanku di kelas Astronomi, namanya Louis," perkenal Bëlla yang sama sekali tidak kuinginkan itu.

 
 
Louis mengulurkan tangannya dan menunjukkan sederetan gigi rapinya itu padaku, aku sama sekali tidak membalas ulurannya melainkan aku menarik Bëlla dari suasana tidak mengenakkan ini. Yang kudengar, Bëlla malah pamit kepada Louis dan menyemogakan mereka bertemu esok hari, sialan.

 
 
"Aku menunggumu lama dan ternyata kau asik mengobrol dengannya?" tanyaku saat kami sampai di parkiran.

 
 
"Kukira kau akan ikut masuk dan aku menunggumu di dalam sana,"

 
 
"Oh, begitu? Kenapa kau tidak pernah menceritakan soal calon Pacarmu itu padaku? Kalian terlihat sangat akrab,"

 
 
"Aku bahkan baru kali ini mengobrol lama dengannya, Zayn. Kau larut dalam kesalah pahaman, hubunganku dan Louis bisa saja menjadi canggung kembali setelah sebelumnya aku dan dia jarang berbicara,"

 
 
"Bagaimana jika aku tidak mau kau berbicara lagi dengannya?"

 
 
"Ke delapan? Itu syarat ke delapan?"

 
 
"Tentu,"











***

Zayn looks like


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Fifteen ≠ zjmWhere stories live. Discover now