Chapter 12

127 28 9
                                    

12 April 2020

 
 
Hari ini libur, aku bergegas menuju rumah Bëlla karena aku sudah berjanji untuk membantunya mengerjakan tugas Astronomi yang seharusnya bersama Louis itu. Meskipun aku tidak begitu ahli dalam mata pelajaran itu, tapi,

 
 
apa, sih, yang tidak untuk pacarku?

 
 
Bëlla membukakan pintu rumah dan langsung memelukku, orang tuanya pasti sedang tidak ada di rumah. Kudengar orang tuanya sedang merayakan pesta ulang tahun pernikahan mereka di sebuah tempat di belahan dunia, dan meninggalkan Bëlla sendirian karena mereka pikir mungkin Bëlla sudah besar dan.. ada aku tentunya.

 
 
"Apa kau sudah menunggu lama, Sayang?" tanyaku saat Bëlla menuntunku menuju kamarnya.

 
 
"Tidak. Sedari tadi aku menyibukkan diri. Jadi, aku tidak terlalu condong menunggumu. Kau ingin makan apa?"

 
 
"Apapun asal kau yang memasaknya, Bëlla," jawabku dan diapun melengang keluar dari kamarnya. Meninggalkanku berdua dengan tugas Astronominya yang tidak terlalu sulit ini.

 
 
Setelah hampir selesai aku mengerjakan tugas, Bëlla masuk ke kamar dan itu cukup mengagetkanku, Bung.

 
 
"Kau sungguh mengagetkanku, Sayang. Apa kau sudah selesai memasak?" tanyaku.

 
 
"Ya. Cepat ke ruang makan, nanti masakannya menjadi dingin,"

 
 
"Masakannya menjadi dingin atau kau ingin cepat-cepat melakukan itu, Bëls?"

 
 
Bëlla memukul lenganku cukup keras sampai langkahku bergeser, gadis polos ini kadang bisa menjadi kasar dalam beberapa waktu. Dasar, Bodoh.

 
 
Setelah selesai makan, aku dan Bëlla kembali ke kamarnya dan aku sengaja mengunci kamarnya sekadar untuk menggoda. Tapi, dia setuju.

 
 
"Kupikir kau bodoh dalam Astronomi, Zayn," celotehnya saat melihat-lihat hasil kerjaku.

 
 
"Memang. Tapi aku tidak sebodoh dirimu, Bodoh,"

 
 
"Kau yang bodoh, Bodoh,"

 
 
"Tapi aku menyayangimu, Bëlla," ucapku, dia merona dan kembali melihat-lihat hasil kerjaku, sesekali dia tersenyum dan sepertinya dia akan bangga padaku.

 
 
Aku menunggunya menyelesaikan tugas sialan itu, sementara aku hanya memainkan ponselku bosan sekadar membuka akun media sosial yang sudah lama tidak aku mainkan.

 
 
Kugulung riwayat kegiatanku dulu, sampai aku menemukan potretku dengan.. Perrie.

 
 
Gadis itu.

 
 
"Zayn?"

 
 
Kumatikan langsung ponselku saat Bëlla memanggil dan aku segera menyimpan ponselku di atas ranjang. Bëlla berdiri tepat di depanku sementara aku duduk di tepian ranjang. Cahaya lampu kamarnya sedikit redup karena terhalang oleh tubuhnya yang cukup ramping. Astaga, aku mulai berpikir hal-hal aneh, lagi.

 
 
"Ya, Bëls? Kau sudah selesai?" tanyaku dan dia mengangguk, "kalau begitu, ayo,"

 
 
"'Ayo'? For what?"

 
 
Kuputar mataku jengkel, kenapa dia bisa sangat menyebalkan? Kenapa aku bisa mendapat pacar setidak peka ini?

 
 
"Melakukan itu, bukankah kita sudah membicarakan ini?"

 
 
"Oh, ya? Aku tidak tahu. Jadi, aku tidak mau," katanya menyepelekanku. Kemudian dia berbalik dan kembali ke meja belajarnya. Membuka buku-buku tidak penting dan membiarkanku tidak tahan seperti ini. Sialan.

 
 
Aku bangkit lalu menghampirinya. Memeluknya dari belakang dan mulai mengecupi sekitaran lehernya sensual.

 
 
"Bëlla," lenguhku karena lehernya ini begitu mulus.

 
 
"Zayn, apa yang kau lakukan?"

 
 
"Syarat ke dua belasmu, Sayang. Jangan pernah menolak keinginanku. Terutama ini,"

 
 
"Ah,"

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  
***

 
 
Yawla.

Fifteen ≠ zjmWhere stories live. Discover now