Chapter 2

307 61 7
                                    

–02 April 2020

 
 
Masuk hari kedua, Bëlla tidak banyak berbicara selama perjalanan menuju kampus, saat ia dibonceng oleh Zayn melalui sepedanya—Zayn—, pun Zayn merasa nyaman dengan situasi seperti ini, tak mendengar pekikan dan teriakan Bëlla ketika ia bonceng. Lain dengan Bëlla, ia merasa canggung.

 
 
Sesampainya di kampus, Bëlla langsung turun dari sepeda yang Zayn kayuh, dan langsung melangkahkan kaki untuk pergi, Zayn meraih pergelangan tangannya.

 
 
"Tidak ke taman?" tanyanya, Bëlla menggeleng mantap, "lalu, kita akan pergi kemana?" Bëlla mengangkatkan kedua bahunya, "Bëls, aku tidak berkata bahwa kau harus berhenti berbicara, 'kan? Bicaralah," Bëlla hanya mengangguk dan membuang napasnya kasar, "maafkan aku," pun Zayn menarik Bëlla ke dalam dekapannya.

 
 
"Maaf," itulah kata pertama yang diucapkan Bëlla hari ini, membuat Zayn sedikit mengembangkan senyumnya.

 
 
"Untuk?" tanyanya seraya mendekap Bëlla semakin dalam.

 
 
"Keberisikanku,"

 
 
"Tidak apa-apa," pun Zayn melepaskan pelukannya, "ke taman?" Bëlla mengangguk.

 
 
Sesampainya di taman, suasana cukup canggung bagi Bëlla, keadaan serasa berbeda. Baginya, syarat pertama dari Zayn sungguh menyulitkan, lain dengan Zayn yang terus menebar senyuman karena tak mendengar pekikannya.

 
 
"Zayn," yang dipanggilpun menoleh, memberikan senyuman kerennya yang.. kelewat manis, bisa membayangkan, eh? "jika kau benar-benar tidak ingin aku tahu, kau bisa berhenti memberiku syarat, dan aku tidak akan menanyakan lagi kemana kau pergi di tanggal 15, aku tidak ingin membuatmu benci padaku, karena aku terlalu dan sering memaksamu untuk hal itu, a—"

 
 
"Shhh," potong Zayn seraya menyimpan telunjuknya di depan bibir Bëlla lembut, "tenang, aku tidak terganggu dengan syarat-syarat itu, dan aku senang kau melakukan yang pertama, itu berarti, kau benar-benar ingin tahu apa yang aku lakukan di tanggal 15, 'kan? Dan ingat, aku tidak akan pernah membencimu, aku menyayangimu, Bëlla Fox,"

 
 
"Aku benar-benar merasa bersalah ketika aku menerima syarat pertamaku,"

 
 
"Aku cabut syaratnya,"

 
 
Sontak Bëlla mendongak dan membelalakkan matanya, mengangapun tak ia lewatkan. Zayn yang melihatnyapun mengangkatkan sebelah alisnya.

 
 
"Mencabutnya? Dan kau akan menggantinya dengan syarat baru? Sehingga syaratku masih bertengger sebanyak 15?"

 
 
"Tidak, Bëls, untuk syarat pertama, kau sudah berhasil, dan aku sudah mencabutnya, sehingga kau berhak mendapatkan syarat keduamu,"

 
 
Bëlla mengembangkan senyumannya, "sungguh? Apa itu?"

 
 
Zayn mendengus seraya memutar kedua bola matanya, "baru saja kucabut syarat pertamamu yang berisi agar kau tidak menanyakan syarat, kau malah melakukannya," Bëlla terkekeh, "nanti kau akan tahu, aku ada kelas,"

 
 
"Oke,"

 
 

×××

 
 
–Zayn's POV

 
 
Ini gila. Sebenarnya, aku senang jika Bëlla menyerah dengan semua ini, terlebih karena kekhawatiranku yang berkurang saat dia menyatakan bahwa dia menyerah. Tapi, ini sungguh terlambat. Nafsuku menyeruak saat dia berbicara, saat dia berada tepat di hadapanku, seakan, aku memang harus melakukan ini padanya. Tapi tidak, aku tidak akan melakukannya. Aku–menyayangi–Bëlla. Sebenarnya.. entah juga. Aku tidak tahu pasti, bagaimana perasaanku padanya atau, apa yang aku rasakan saat aku sedang bersamanya. Keadaan kadang memaksa—menuntutku untuk melindunginya, tapi di sisi lain, aku ingin dia.

Fifteen ≠ zjmWhere stories live. Discover now