3. Panik!!
~Bruno Mars - Grenade~
(Revisi)
~~~Siang ini rumah Senja yang biasanya sepi tampak ramai dengan beberapa orang yang masih mengenakan seragam sekolah dengan badge SMA Pertiwi. Salah satu dari mereka tampak sibuk memainkan ponselnya sedangkan yang lain malas-malasan di sofa panjang di ruangan itu.
"Woy buruan kumpul sini!" teriak Raka, sambil meletakkan ponsel yang sejak tadi dia mainkan.
Mereka yang tadinya malas-malasan di sofa segera mendekat ke arah Raka. Tak berapa lama setelah mereka berkumpul pintu rumah besar itu terbuka dan nampaklah dua remaja dengan penampilan acak-acakkan.
Caca yang masih menggunakan seragam sekolah dengan keringat membasahi seluruh badannya langsung terduduk di karpet rumah Senja dengan kaki berselonjor. Tak beda jauh dengan Caca, Senja juga melakukan hal yang sama, bahkan dia sampai merebahkan tubuhnya.
"Ya ampun, kasihan banget nih tuan rumahnya baru nyampe," celetuk Anya tak bersalah. Yang lainnya melemparkan senyum kasihan ke arah Senja dan Caca.
Senja yang merasa emosinya sudah tak bisa ditahan lagi langsung bangun dari rebahannya dan menatap tajam satu-persatu sahabatnya."Sialan lo pada, tadi di sms, di telepon, di bbm nggak ada yang bales kenapa?!" tanya Senja. Matanya tak sengaja menangkap benda yang tadi sempat dia cari ada di sebelah Anya. Dompetnya dan dompet milik Caca tergeletak di samping Anya dengan nyaman. Senja menggelengkan kepala tak percaya sahabat-sahabatnya bisa berbuat seperti itu.
"Yang lain tadi pada tidur Nja, mana tau kalo lo sms," jawab Aden dengan santainya. Senja melotot ke arah Aden, tatapannya mengerikan hingga tak ada yang berani bersuara lagi.
"Kalian keterlaluan kali ini! Gue nggak pernah ngelarang kalian buat usil, tapi kalo usilnya kayak gini... harusnya gue nggak perlu mikir untuk kasih kalian pelajaran." Senja menjeda ucapannya. "Kalian pikir adanya ponsel itu buat main Line? Kalo gitu sih mending buat alat aja khusus main Line!" semua bungkam. Dalam hati mereka membenarkan apa yang Senja katakan. Tapi mereka masih coba mengelak karena beberapa hari yang lalu Senja sendiri sudah menyetujui ToD yang diterima Caca jika mereka sepakat akan berkomunikasi hanya menggunakan Line dalam waktu seminggu.
"Kalo kalian butuh bantuan gue, seumpama kalian abis nabrak orang. Terus gue cuma bawa hape yang bisa dipake buat sms ama telpon doang. Nah apa kalian bakal tetap pake Line buat minta bantuan gue?" tanya Senja emosi.
Semua kompak menundukkan kepalanya dengan takut. Lebih baik diam daripada mendapat bogem mentah dari Senja yang sedang emosi. Jika sedang emosi, Senja berubah menjadi orang yang mengerikan. Asal jotos, asal pukul, dia memang seperti itu.
"Gue takut adanya teknologi malah bikin kalian berubah. Kalo kalian masih mengharuskan kita komunikasi lewat Line, gue nyerah aja sama persahabatan kita!" ucap Senja mampu membuat semua yang di sana semakin menundukkan wajah karena menyesal. Suara isak tangis Caca membuat mereka kompak melirik ke arah Caca.
Caca melipat lututnya dan membenamkan kepalanya pada kedua tangannya. Bahunya bergetar, dan isakannya mulai terdengar semakin keras. Senja langsung bangun dari duduknya dan dengan sigap membopong tubuh Caca yang masih terus terisak ke lantai atas. Kali ini Senja ingin memberikan sahabat-sahabatnya waktu untuk berpikir lebih rasional.
Senja hampir terjatuh karena tali sepatunya yang lepas, tapi dia tidak peduli. Dia terus saja berjalan menaiki tangga tanpa mempedulikan kakinya yang rasanya sangat lelah. Apalagi kini ada Caca dalam gendongannya yang tidak bisa dikatakan ringan.
Caca membenamkan kepalanya ke dada Senja dan menangis lebih keras.
"Kayaknya kita keterlaluan," kata Vita dengan suara lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days
Teen FictionSenja Retama Putra dan Raisa Inara Putri. Pacaran lima tahun ternyata bisa goyah dan putus hanya karena 30 hari tanpa komunikasi. Permainan konyol yang dibuat oleh Litha dan Jati, membuat Caca dan Senja merenggang. Duduk sebangku, yang jaraknya...