Duapuluhlima

4.7K 442 107
                                    

25. Terungkap

~Shawn Mendes - Stitches~

(Revisi)
~~~
Hari ke duapupuh tujuh,

Caca tersenyum saat melihat Senja berhasil memasukkan bola basket ke dalam ring. Pertandingan selesai dan dimenangkan oleh kelas Senja. Jelas saja, dia salah satu pemain terkuat di SMA Pertiwi.

Senja menoleh ke arah Caca dan tersenyum, dia langsung berlari ke pinggir lapangan dan mendekati Caca. Menerima uluran handuk untuk mengelap keringat dan juga sebotol air mineral yang disiapkan Caca.

"Hosh hosh..." Aden terduduk di samping Caca sambil mengatur nafasnya. Kelasnya kalah telak dari kelas Senja. "Aden mau dilap keringetnya?" tanya Caca. Dengan antusias Aden mengangguk. "Tapi bekas keringet Senja mau?" tanya Caca lagi.

Aden langsung mengernyit dengan jijik dan segera memundurkan tubuhnya.

"Ogah deh, takut panuan!" celetuk Aden. Senja mencibir, "biasanya juga lo doyan jilatin kulit gue."

"Najis ih!" umpat Aden.

Caca terkekeh, "Senja nggak panuan kok, tenang aja," kata Caca. Aden mendengus, tangan kanannya dia gunakan untuk mengusap lelehan keringat di dahinya.

"Tapi keringetnya kan bau Ca, astaga lo jahat banget sih. Masa iya gue dikasih handuk bekas!" kesal Aden.

"Makanya punya pacar!" balas Caca dan Senja bersamaan, mereka melempar senyum mengejek sedangkan Aden memanyunkan bibirnya kesal.

Senja menolehkan kepala ke arah Caca dan merasa tenang saat melihat Caca tertawa. Sebentar lagi dare sialan itu akan berakhir, dan semua akan kembali seperti semula. Dia akan bebas bicara pada Cacanya. Setidaknya Senja sudah merasa tenang karena Caca ada bersama dengannya.

---

Senja baru saja pulang dari rumah Caca, dia melemparkan tas sekolahnya asal dan segera berbaring di tempat tidurnya. Dia sudah mandi di rumah Caca, dan sudah numpang makan juga. Tinggal memejamkan mata sebentar, sebelum Meli menganggunya.

Beberapa hari ini, Meli sering masuk kamarnya dan mengganggu tidur malam Senja. Menarik paksa Senja dan memaksa Senja untuk duduk berjam-jam hanya memelototi TV yang menyala tanpa melakukan apapun.

Baru saja memejamkan mata, terdengar suara pekikan nyaring dari depan kamarnya. "Jangan ikutin gue! Pergi!!" teriakan Meli membangunkan Senja dari tidur ayamnya. "Gue bilang pergi!! Bawa semuanya, gue nggak butuh lagi!"

Senja langsung membuka matanya lebar-lebar. Membuka pintu kamarnya pelan-pelan, pandangannya tertuju pada dua pasang manusia yang kini berpelukan di depan kamarnya. Sang cewek yang terus meronta dan sang cowok yang mendekap erat sang cewek. Senja terdiam di sana beberapa saat, mengamati jika cewek yang dia pastikan Meli itu membutuhkan bantuannya.

"Gue salah, maafin gue Mel." Suara itu membuat Senja membeku di tempat.

"Pergi Jati, gue mohon hiks..." tidak salah lagi, itu suara Jati. Senja memilih menutup pintu kamarnya dan menguping di belakang pintu.

"Gue cinta sama lo..." walau lirih tapi Senja yakin itu suara sepupunya.

"Gue nggak bisa Mel, maaf," itu suara Jati.

"Jadi kenapa lo masih disini hm?! Buat apalagi lo muncul di depan gue?!! Ohhh mau minta duit lagi? Gue tau lo miskin, tapi harusnya lo nggak kayak gini!!" Senja terkesiap kaget, dia mencoba mengira-ira apa yang dimaksudkan Meli tapi buntu. Senja merutuki otaknya sendiri yang terlalu bodoh, mungkin jika dia tidak sebodoh sekarang dia bisa mengerti apa yang dimaksud Meli tadi.

30 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang