Duapuluhtiga

4.3K 412 65
                                    

23. Kangen Senja.

~Vanessa Carlton - A Thousand Miles~

(Revisi)
~~~

Hari ke tujuh belas

Dipa meraup wajahnya karena kesal, di sampingnya Caca hanya nyengir tak bersalah. Bukan tanpa alasan dia kesal, pasalnya pagi tadi dia dipaksa untuk menemani Caca main ke taman. Padahal materi yang harus dia pelajari untuk ulangan besok paginya masih menumpuk.

Dengan setengah dongkol Dipa mengikuti langkah kecil Caca, terpaksa juga dia harus merelakan tangan kirinya untuk digandeng Caca.

"Dip ngomong dong, kita kan calonnya mau pacaran," ucap Caca. Dipa memejamkan matanya, tangan kanannya mengurut pelipisnya yang nyut-nyutan. Sudah pusing diisi materi ulangan masih dipaksa untuk memikirkan hubungannya dengan Caca.

"Dip ngomong..." rengek Caca.

Dipa menghentikan langkahnya, dengan pelan dia melepaskan genggaman tangan Caca. "Kalau kamu masih mempertanyakan itu terus, sebaiknya aku pulang terus belajar!" tandas Dipa. Dia sekarang menggunakan aku-kamu karena dipaksa oleh Caca.

"Kok jahat," cicit Caca. Dipa menghembuskan nafasnya, mencoba sabar dengan sikap kekanakan Caca.

"Bersyukur aku bukan pacar kamu Sa, kalo iya mungkin satu minggu aja aku nggak tahan sama sikapmu." Menyakitkan, kali ini Caca tak bisa nyengir lagi dia akhirnya kalah dengan pertahanannya. Dia pikir Dipa bisa sabar, ternyata tak bisa sesabar Senja.

Tercenung Caca mengingat nama itu, Senja, dia lebih baik. Caca membeku di tempat, kesadarannya menampar dirinya saat ini. Ingatan tentang perbuatannya yang banyak menyakiti Senja berbalik hingga menghujam dirinya sendiri. Dirinya mulai membandingkan Dipa dan Senja, dan Caca baru sadar mereka berbeda. Walau Senja konyol dan kadang ngeselin tapi Senja tak pernah protes dengan sikapnya, dia tak pernah bosan dengan Caca.

"Senja," lirih Caca.

Dipa kembali menghembuskan nafasnya, dia tidak tau kenapa dia harus bersangkutan dengan masalah ini. Dia baru saja pindah, berharap tempat barunya memberikan kenyamanan baginya tapi ternyata malah membuatnya masuk dalam lingkaran hubungan membingungkan milik Caca dan Senja.

"Aku minta maaf, harusnya aku nggak ngomong seperti tadi," ucap Dipa menyadarkan Caca dari lamunannya. Caca hanya mampu tersenyum paksa, tiba-tiba moodnya hilang. Dia ingin sekali melihat Senja. "Ayo, nanti keburu siang!" ajak Dipa menarik pelan tangan Caca. Caca menurut saja.

Sampai di taman, Caca disuguhi pemandangan anak-anak kecil yang lari-larian kesana kemari. Perlahan senyumnya muncul kembali, anak kecil itu cukup menghiburnya.

Dipa menarik Caca untuk duduk di bangku taman, Caca menurut walau matanya masih menatap anak-anak kecil yang berlarian di sekitarnya.

"Sa," panggil Dipa. "Hm?" tanya Caca tanpa menoleh.

"Aku beli minum dulu ya." Caca hanya mengangguk.

Tak berapa lama Dipa kembali dengan dua botol air mineral, dia mengangsurkan salah satunya pada Caca dan satu lagi untuk dirinya sendiri.

Mereka terdiam cukup lama, sampai seseorang menarik Dipa berdiri. Caca langsung menoleh dan tepat saat dia menoleh, orang itu melepaskan bogem mentah di wajah tampan Dipa. Caca menjerit dia ketakutan, menoleh ke kanan dan kiri mencoba mencari bantuan tapi tak ada yang bergerak dari tempatnya. Anak-anak bersama orang tuanya, mereka memilih diam daripada memisahkan Dipa dan orang itu.

"Mampus lo!" ucap orang itu. Dan Dipa tersungkur ke tanah dengan darah segar mengalir dari sudut bibirnya dan dari hidungnya.

"Kak Roo! Udah!" teriak seseorang membuat perhatian Caca teralihkan pada orang itu. Caca membelalakkan matanya saat melihat Ulina berdiri diapit tiga orang cowok yang yah menurut Caca sih cukup tampan. Tapi tak ada waktu untuk sekedar mengamati cowok-cowok itu.

30 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang