20. Melepaskan?
~Anji - Dia~
(Revisi)
~~~
Hari keduabelas.Pagi ini masih sama seperti pagi-pagi sebelumnya, Caca akan menunggu di rumah tante Santi. Menunggu Dipa siap dan mereka akan berangkat bersama, Dipa akan mengantarkannya terlebih dahulu baru Dipa berbalik arah ke sekolahnya sendiri.
Caca menyumpal telinga kirinya dengan headset dan membiarkan telinga kanannya kosong. Samar-samar terdengar suara langkah kaki, saat Caca menoleh terlihatlah Dipa dengan jaket kulitnya tengah menuruni tangga. Caca tersenyum pada Dipa tapi Dipa tak membalas senyum Caca.
"Pagi Dipa..." sapa Caca dengan cerianya.
"Hm..." jawab Dipa singkat. Dia bahkan tidak menoleh sama sekali ke arah Caca, dia langsung melangkahkan kakinya keluar rumah.
Binar di mata Caca perlahan meredup, dia dengan lesu berjalan mengikuti Dipa keluar rumah. Sampai di luar Caca tidak mengucapkan sepatah katapun, Dipa melakukan hal yang sama. Mereka diam selama perjalanan ke sekolah.
Sampai di sekolah, Dipa ikut turun dan mengantarkan Caca sampai kelasnya. Saat sampai kelas, berbeda dari hari sebelumnya, kelas masih sepi. Caca membiarkan Dipa pergi begitu saja. Dia langsung duduk di bangkunya, menyibukkan diri dengan ponsel.
---
Bel pulang berbunyi beberapa menit yang lalu. Kelas sudah lengang, hanya ada Caca yang masih duduk di kelas dan malas berdiri dari tempat duduknya. Lebih tepatnya malas karena Dipa bilang dia harus menunggunya beberapa menit lagi karena sekarang Dipa sedang ada urusan.
Tok tok tok
Ketukan di pintu memaksa Caca mendongakkan kepalanya dan mendapati pak penjaga sekolah berdiri di depan pintu dengan senyum ramahnya.
"Maaf mbak, ruangannya mau saya kunci," ucap penjaga sekolah tersebut.
Caca tersenyum singkat dan segera berdiri dari duduknya, melewati pak penjaga sekolah setelah memberikan senyumnya.
Caca terus berjalan ke arah lapangan basket, hingga langkahnya terhenti ke bangku panjang yang memang disediakan di pinggir lapangan. Beberapa minggu yang lalu dia masih duduk di bangku itu, menunggu Senja hingga larut.
Caca duduk di bangku itu, mencoba mengingat kenangannya selama duduk di bangku itu. biasanya dia akan sibuk dengan ponselnya sendiri atau ponsel milik Senja. Kali ini dia sendirian, hanya menatap beberapa anak basket yang masih semangat latihan.
Pandangannya jatuh pada sosok bernomor punggung satu, dulu dia malas melihat Senja latihan. Mungkin cewek lain akan terpesona saat melihat Senja berkeringat dengan pakaian basketnya, tapi dia benci itu. Dia tidak suka punya pacar yang pamer, dan berkali-kali Caca menasehati Senja untuk memakai seragam basket yang tidak menampakkan bentuk tubuhnya. Tapi Senja ngeyel, dan mereka akan memperdebatkan hal itu berhari-hari.
"Ish mikir apa sih!" ucap Caca. Pikirannya ngelantur, tiba-tiba saja dia mengingat itu semua.
Senja dkk keluar dari lapangan basket menuju bangku yang diduduki Caca.
Caca mengedarkan pandangannya mencoba mencari dimana Aden, tapi tak ada sosok Aden diantara teman-teman Senja. Padahal itu satu-satunya alasan yang bisa digunakan jika nanti ada yang tanya Caca sedang apa di sana, dia akan menjawab menunggu Aden.
"Eh Senja di tungguin pacar tuh!" celetuk Doni salah satu teman Senja. Senja hanya tersenyum dan terus melangkah mendekati Caca.
Caca berdebar, bahkan debarannya melebihi yang dia perkirakan. Senja terus berjalan ke arahnya, Caca ingin menutup matanya tapi entah kenapa sore ini wajah Senja terlihat berkali-kali lebih tampan dari biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days
Teen FictionSenja Retama Putra dan Raisa Inara Putri. Pacaran lima tahun ternyata bisa goyah dan putus hanya karena 30 hari tanpa komunikasi. Permainan konyol yang dibuat oleh Litha dan Jati, membuat Caca dan Senja merenggang. Duduk sebangku, yang jaraknya...