Siang ini aku dikejutkan dengan kedatangan Kinan ke ruang kerjaku yang tiba-tiba dan langsung membanting bindernya ke atas mejaku. Aku yang sedang fokus membuat layout desain majalah bulan depan, berjengit kaget karena ulahnya dan langsung menatap horor padanya.
Kinan terlihat sangat kusut. Tadi pagi saat dia berangkat untuk mewawancarai Abimana, gadis itu terlihat bersemangat dan tampil sangat rapi.
Tetapi kini, gadis yang ada di hadapanku ini benar-benar seperti Mak Lampir. Kemeja linen-nya kusut. Tatanan rambutnya yang semula digerai cantik dengan sedikit bergelombang di bagian ujung, kini sudah digelung tak beraturan dan sedikit awut-awutan.
Aku yang tak mengerti dengan apa yang terjadi, hanya diam saja melihatnya mondar-mandir di depan kubikelku.
"Gendeng kuwi si Abimana! Otak'e di taruh dengkul kayaknya. Tiga jam tak tungguin, sampe aku tujuh kali ke toilet. Dia ndak nongol-nongol. Maunya apa tuh orang?! Pengin tak cakar-cakar mukanya yang sok kegantengan itu! Penting banget ya dia, sampe batalin janji. Hellaww ... yang punya kerjaan bukan cuma dia aja keuleus, gue juga!"
Aku ingin tertawa mendengar ocehan Kinan dengan bahasa yang dia campur-campur; Bahasa Indonesia, Jawa dan Bahasa gaul Jakarta.
"Emang kenapa sih, Nan? Nih minum dulu!" tanyaku sambil mengulurkan botol infuse water-ku.
Kinan langsung menyambarnya dan meminum air itu hingga tersisa separuh. Aku mengernyit menatapnya yang terlihat begitu beringas meminum air itu.
"Kamu tahu, kan? Susah payah aku minta jadwal ketemu sama dia, ini udah hampir dua minggu berlalu sejak appointment itu. Dan dia, dengan seenak jidatnya ndak dateng. Tiga jam aku nungguin di cafè yang dia janjiin. Aku telponin manajernya bolak-balik tapi nggak diangkat. Pas aku udah putus asa banget, eh ... manajernya nelpon aku balik, katanya Abimana capek habis pemotretan dan ndak bisa datang, terus aku diminta buat appointment ulang. Brengsek banget wong lanang siji iku!" ujarnya yang tampak ngos-ngosan karena emosi.
Ini semua gara-gara si burung Elang sialan itu. Kalau bukan karena dia, aku dan Kinan tak mungkin serepot ini. Kerjaanku juga tertunda gara-gara si hedonis Abimana itu terus mengulur waktu untuk wawancara.
Selama dua minggu ini, si burung Elang, sedang sibuk mengambil pemotretan untuk peragaan busana se-Asia Tenggara yang diadakan di Singapura. Dan selama dua minggu itu pula, aku merindukannya. Ya Tuhan, ada apa denganku? Kenapa tiba-tiba aku merindukan laki-laki sialan itu, sih?
"Heh! Kamu dengerin aku ndak sih Bas? Jangan-jangan kamu malah lagi merkosa Erlang di dalam kepalamu itu?!" ucap Kinan yang tiba-tiba berteriak di telingaku.
"Ssst ... pelanin dikit kenapa, sih? Ntar yang lain denger. Malu tahu!" ujarku sembari membekap mulutnya. Kinan seketika meronta dan menggigit jariku.
"Aarrgh ... sakit oon!" teriakku kesal.
"Sokoor! Siapa suruh main bekep aja?!" jawabnya sambil memeletkan lidahnya padaku.
Gigitan Kinan, benar-benar terasa sakit di tanganku. Berkali-kali aku mengibaskannya. Rasanya tetap sakit. Jariku membekas merah sekarang karena gigitan gadis itu. Padahal Mas Erlang, belum menggigitku lagi sejak dua malam yang menggairahkan waktu itu.
Aah ..., aku kangen pengen gigit putingnya yang kenyal itu. Tuh kan, jadi mikirin dia lagi? Kayaknya aku emang benar-benar merindukannya, deh. Apasih, Bas? Lo leb—
"Bastian!!!"
Sebuah tamparan mendarat di pipiku dengan keras. Membuyarkan lamunanku. Aku langsung menggosok pipiku karena rasa perih yang menjalarinya. Gila nih, cewek! Tangannya kayak preman, main tampar aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOULMATE
General Fiction[COMPLETED] _________________________ Ini adalah kisah tentang Bastian Wijayaputra si gay bottom yang sedikit anggun. Juga sahabatnya, Kinanti Ayuningtyas yang keras kepala dan di usianya yang ke 30 tahun belum juga menemukan jodohnya. Mereka berdua...