Chapter 20

7.4K 470 92
                                    

"Ken, cepet habisin sarapannya. Udah siang nih. Nanti kamu terlambat masuk sekolah!" ucap Kinan sambil meletakkan segelas susu di samping Ken.

"Bentar, Mama. Ken masih kangen sama Om Cantik, nih! Kapan kita nyusul Om Cantik ke sana?" tanya Ken dengan puppy eyes-nya yang menggemaskan.

"Nanti, Sayang. Kalo Papa udah bisa libur, oke!" Sayup-sayup kudengar suara Kinan yang menyahuti dari tempat lain. Sepertinya dia kembali berjalan ke dapur.

Semakin hari wajah Ken semakin terlihat tampan dan bisa dibilang hampir mirip dengan Abimana. Tinggi badannya juga hampir mencapai tinggi badanku jika kami berdua berdiri bersisian.

Aku yang melihat Ken merajuk, hanya meringis kecil. Lama-lama aku juga menyukai cara dia memanggilku. Panggilan Om Cantik itu, selalu membuatku merindukannya dan rasanya ingin sekali memeluknya sekarang juga.

"Ken, cepet habisin sarapannya. Ntar Om nggak mau skype-an lagi loh sama kamu!" ujarku menyuruhnya makan.

Ken menjulurkan lidahnya padaku yang kubalas dengan pelototan dan membuat anak laki-laki Abimana itu terkikik geli sambil memakan sandwich telurnya.

Kulihat Abimana yang ada di kursi utama melirik sekilas ke arah Ken lalu melihat ke arah dapur dan mendecak kecil setelahnya. Sepertinya dia sedang kesal pada Kinan. Entahlah, aku tidak bisa melihat dengan jelas, karena yang ada di depanku sekarang hanya ada Abimana dan anaknya seorang.

Ken sepertinya menghubungiku lewat laptop Papanya, karena background yang ditampilkan di depanku terlihat lebih luas. Aku bisa melihat separuh bagian meja makan yang diduduki Ken juga Abimana ada di layar iPad-ku. Aku juga bisa melihat sebagian ruang keluarga yang terhubung dengan dapur.

"Honey, berapa kali aku bilang, cepet makan sarapanmu! Biar Bi Sumi yang beresin bekalnya Ken!" ucap Abimana sedikit jengkel.

Aku menaikkan alisku mendengarnya. Dia pasti kesal karena istrinya sama bandelnya dengan anaknya.

"Ken, cepet habisin susunya! Ini udah jam tujuh, Pak Rahmat nungguin tuh!" ujarnya lagi dengan tegas pada Ken lalu kembali melihat ke arah lain yang aku yakini tempat di mana Kinan berada. "Honey!" panggilnya penuh penekanan.

"Iya, Sayang, ini udah selesai kok!" sahut Kinan.

Setelah sampai di meja makan, dia tersenyum ke arah kamera saat melihatku. Seperti yang dikatakan Kinan dulu, dia akan mulai memanggil Abimana dengan panggilan sayang, jika mereka resmi menikah. Dan hal itu memang dibuktikannya.

"Sorry ya, Bas. Tiap pagi, rumahku ya kayak gini nih. Rame," ucap Kinan padaku.

"Santai aja, Babe. Daripada sepi kayak kuburan mending rame, kan?" kataku yang dijawab dengan anggukan kepala Kinan.

"Iya bener. Kalo mereka ndak rame, kayak ada yang kurang di rumah ini. Bentar lagi juga makin rame kalo bayiku lahir," balas Kinan sambil mengusap rambut Ken yang duduk di sebelahnya dan tetap asik mengunyah sandwich-nya.

Aku mengangguk mengerti. "Makanya lo juga mesti dengerin apa kata Abim. Perut lo itu udah kayak mau meletus, tetep aja ngerjain kerjaan rumah. Biarin Bi Sumi aja yang ngerjain!" kataku menasihati.

"Kalo diem aja malah bikin badanku capek, Bas. Lagian cuma nyiapin bekalnya Ken aja kok. Ndak berat," katanya tersenyum melihat ke arah Abimana yang kembali berdecak kesal.

"Dengerin tuh, Bas! Sahabatmu ini emang susah kalo dikasih tahu. Ngeyel banget. Padahal kakinya udah bengkak karena kebanyakan gerak. Masih aja mondar-mandir," gerutu Abimana.

SOULMATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang