"Nan, lo udah siap belum?" tanyaku yang baru saja keluar kamar dengan penampilan yang sudah rapi.
Kaus v-neck putih polos dan bawahan skinny jeans hitam, kupadukan dengan sepatu boot berwarna cokelat, membuat penampilanku terlihat lebih seksi dari biasanya. Apalagi dengan t-shirt ini, bentuk tubuhku jadi semakin tercetak jelas. Tetapi bukan tercetak seperti badan Dewi Persik yang berlekuk di sana-sini. Catet!
Badanku jauh lebih seksi dari dia. Dada rata dengan puting sedikit menyembul di balik kaus. Aah ... seperti itulah, bayangin aja sendiri!
"Udah, tinggal sarapan aja. Erlang jemput jam berapa emangnya?" tanya Kinan sambil menyiapkan menu sarapan pagi kami berdua. Roti bakar selai nutella cokelat dan segelas jus jeruk. Aku rasa Kinan sedang malas masak hari ini, makanya menu sarapannya sangat sederhana sekali. "Nih, roti bakarmu udah siap! Aku ndak masak, males nyuci peralatan," katanya setelah aku duduk di hadapannya.
"Thanks, Nan," kataku sembari menerima roti yang disodorkannya padaku. "Lo baru bangun? Pules banget ya tidur lo semalem?" tanyaku kemudian.
"Hu'um ..., mungkin karena kurang tidur dua hari ini. Jadi semalem tidurnya pules banget," jawab Kinan. Dia berhenti sejenak dan terlihat seperti mengingat sesuatu. "Semalem bahkan aku mimpi digendong Abim saking pulesnya," katanya lagi.
Aku mengernyit mendengar ucapannya dan terdengar seperti ada yang janggal menurutku. "Mimpi? Abim?" gumamku. "Abimana maksud lo?" tanyaku dengan kening semakin mengerut dalam.
Kinan mengangguk dengan pipi merona. Aku menghentikan suapanku dengan mulut menganga lebar saat melihat Kinan terlihat malu-malu begitu.
"Cie ... yang udah punya panggilan sayang nih ye ...? Biasanya manggilnya kalau nggak kutu kupret, kutu busuk, terus apa lagi, ya?" Aku berhenti sejenak memandang Kinan yang semakin tersipu-sipu. "Ah iya, hedonis sialan! Sekarang, udah nggak manggil gitu lagi, nih?" godaku tak habis-habisnya.
"Apaan sih! Nama dia emang Abimana, kan? Manggilnya apa emangnya, kalau bukan Abim?" jawabnya mengelak.
"Cie ... cie ... ada yang ngeles, nih?" godaku lagi yang membuat Kinan semakin merona merah. "Babe, kok lo merona, sih? Blush on lo ketebelan deh kayaknya," kataku seraya mengerlingkan mata padanya.
"Apaan sih, Bas? Godain mulu. Aku ndak pake blush on, kok," jawabnya sambil menepuk-nepuk pipinya.
Aku tersenyum simpul melihat Kinan yang salah tingkah dengan godaanku. Gadis itu segera menghabiskan jus jeruknya dan bangkit menuju wastafel untuk menghindariku.
"By the way, semalem lo nggak mimpi kok, Babe." Kinan berhenti melangkah dan langsung menoleh ke arahku. Kepalanya ditelengkan dengan alis yang tampak berkerut menyatu. Aku terkekeh dalam hati dan segera melanjutkan kalimatku. "Soalnya, semalem yang gendong lo ke kamar kan si Abim lo itu."
Gelas yang dipegang Kinan langsung terjatuh dan membuat bunyi gaduh. Aku terbahak-bahak melihat ekspresi kaget Kinan yang berlebihan. Dia buru-buru mengambil sapu dan membersihkan pecahan gelas di lantai. Aku masih saja terus terkikik dan baru berhenti saat mendengar bunyi bel pintu. Bergegas aku membukanya untuk menghindari pertanyaan Kinan selanjutnya.
Dan betapa terkejutnya aku saat membuka pintu. Di depanku sudah berdiri seorang pria dengan gaya angkuh seperti biasanya.
Polo shirt blue navy dan celana cargo selutut dipadukan dengan loafers warna senada, membuatnya terlihat jauh lebih santai hari ini. Kacamata hitamnya juga menambah ketampanannya satu tingkat lebih sempurna dan membuatnya semakin terlihat misterius saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOULMATE
General Fiction[COMPLETED] _________________________ Ini adalah kisah tentang Bastian Wijayaputra si gay bottom yang sedikit anggun. Juga sahabatnya, Kinanti Ayuningtyas yang keras kepala dan di usianya yang ke 30 tahun belum juga menemukan jodohnya. Mereka berdua...