Chapter 16

5.4K 421 64
                                    

"Sayang, saya udah di lobi nih. Kamu turun ya! Saya tunggu," ucap Darwin di telepon.

Kami berdua berencana pergi makan malam sekaligus nonton malam ini. Aku bosan berada di rumah sepanjang hari dan tak melakukan apa pun.

Sudah sebulan ini, aku bekerja sebagai asisten Abimana. Dia membutuhkannya karena sekitar sebulan yang lalu dia memecat asistennya. Entahlah, aku tidak tahu apa alasan Abimana memecatnya. Yang jelas, keesokan harinya dia menghubungiku dan memintaku untuk membantunya. Aku pun menerimanya dengan senang hati.

Seminggu setelah kejadian mengenaskan di dapurku. Aku tak langsung bangkit. Hari-hari aku lewati dengan mengurung diri di kamar sampai akhirnya Kinan jengah dan menyeretku ke kamar mandi di pagi buta.

"Bastian!! Ayo cepet bangun! Mau sampai kapan kamu tidur terus? Aku bosen ngelihat kamu kayak ayam sakit. Emangnya kamu ndak bosan nyium bau kamarmu terus sepanjang hari! Kenapa kamu ndak mati aja sekalian? Biar ndak bikin mataku sepet!" gerutu Kinan waktu itu. Dia bukan hanya menggoyang bahuku, tapi juga menyiramku dengan segayung air agar aku bangun.

Aku yang masih malas-malasan, langsung saja gelagapan dengan segayung air yang disiramkan Kinan di wajahku waktu itu. Gerutuannya bahkan tak berhenti sampai di sana. Sepanjang dia memandikanku, dia terus saja mengomel seperti burung parkit. Sampai-sampai kupingku panas mendengarnya.

"Aku tahu kamu itu patah hati. Tapi ndak gini juga! Badanmu itu udah kayak cucian kotor yang setahun ndak dicuci. Aku bahkan bisa nyuci celana dalammu pakai air matamu! Kamu ndak capek apa, nangis terus? Aku aja yang lihat capek banget," dumelnya lagi.

Aku hanya diam saja melihatnya dengan tatapan sayu seperti anak anjing yang tidak diberi makan seminggu oleh majikannya.

"Ndak usah ngelihatin aku kayak gitu! Aku emang sadis, ndak usah ditanyain lagi. Ini belum seberapa. Aku masih bisa lebih sadis dari ini, kalo sehari lagi kamu ndak mau keluar dari kamar!" ujarnya kesal dan melotot galak padaku.

Dia terus saja menggerutu sambil menyampoi rambutku dan menggosoknya dengan kekuatan penuh agar kotoran di rambutku rontok semua. Aku diam saja dimandikan oleh Kinan dan sama sekali tak ingin melawan dengan semua gerutuannya. Karena jika aku yang jadi Kinan, aku pasti juga muak melihat tingkahku semingguan itu yang seperti mayat hidup. Makan, tidur, nangis dan tidur lagi. Semua itu aku lakukan di atas kasurku. Orang mana yang tidak jijik melihat tingkahku.

Setelah selesai membersihkanku dan menggantikan pakaianku. Kinan lalu menggiringku ke meja makan dan menyuapiku seperti anak kecil. Setelah itu, dia membawaku keluar untuk jalan-jalan seharian. Shopping sepuasnya, lalu nonton, dan keliling Jakarta seperti orang bodoh. Kinan melakukan itu semua hanya untuk menghiburku dan membuatku tertawa lagi. Aku bahkan tidak tahu, Kinan menghabiskan berapa juta saldo tabungannya hanya untuk membiarkan aku kalap belanja selama sehari penuh.

Belum lagi aku memintanya membelikanku seluruh jajanan yang ada di Jakarta. Aku makan apa pun seharian itu dan aku tidak peduli apakah aku menyukainya atau tidak. Kinan menuruti semua kemauanku, asalkan besoknya aku berhenti menjadi orang dungu. Dan hal itu berhasil, karena setelah itu Kinan menyodorkan tagihan kartu kreditnya yang hampir mencapai sepuluh juta rupiah aku habiskan.

Aku makin stres karena memikirkan bagaimana caraku membayarnya. Akhirnya, mau tidak mau aku harus mencari pekerjaan. Untungnya Abimana mau memberiku pekerjaan di saat aku terlilit utang begitu banyak. Dasar Kinan! Dia cocok sekali jadi lintah darat. Sahabatnya lagi patah hati dan dia masih sempat-sempatnya menagih utang.

Tetapi itu salahku juga, sih. Karena emosi, aku jadi kalap belanja apa saja. Dan sekarang, setelah hampir sebulan berlalu. Kondisi hatiku berangsur-angsur membaik. Perasaan galauku mulai berkurang meski belum sepenuhnya sembuh benar. Aku sangat mencintai Erlang. Perasaanku yang awalnya biasa saja, kemudian berubah menjadi besar dan tiba-tiba harus berakhir ketika rasa cintaku sudah di atas awan. Rasanya seperti dihempaskan dari langit begitu saja yang membuat seluruh persendianku hancur dan tak bisa disatukan kembali.

SOULMATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang