Aku terbangun karena dering ponsel yang mengagetkanku. Dengan mata yang masih setengah terpejam, aku meraba nakas di sampingku dan mengambil ponselku yang tergeletak di sana.
"Halo ...," jawabku setelah ponsel itu menempel di telingaku.
"Bas, kamu masih tidur? Oh ya, aku cuma mau ngabarin kalo aku pulangnya agak maleman ya. Ini masih lembur. Tantri ngasih deadline banyak banget, nih," kata Kinan di ujung telepon. Suara printer menyala terdengar sangat jelas sekali di telingaku. Kinan sepertinya memang benar-benar masih lembur sekarang.
Aku menguap sebentar kemudian melirik jam di dinding. Baru jam 18:15. Aku kira sudah tengah malam. Cukup lama juga aku tertidur dan sama sekali tak terbangun dan mungkin akan sampai besok pagi jika saja Kinan tidak menelepon saat ini.
"Okay, Babe. Lo sama siapa di kantor?" tanyaku dengan suara serak.
"Sama Novi. Ada Darwin juga kayaknya, dia belum pulang dari tadi. Oh ya, Babe ... kalo kamu laper, ada makanan di kulkas. Tinggal diangetin aja di microwave. Es krim tiramisu cake-nya juga masih ada," jawabnya. Aku mengangguk dan langsung tersadar jika Kinan tak bisa melihat gerakan kepalaku.
"Hu'um ... thanks ya, Babe," ujarku.
Hening beberapa saat sampai aku pikir Kinan sudah menutup panggilannya. Aku melihat layar ponselku dan ternyata memang benar, Kinan belum menutupnya. Sepertinya gadis itu sambil mengerjakan hal yang lainnya saat meneleponku.
"Halo, Nan. Kok diem?" tanyaku.
"Eh iya, Bas, sorry. Ini sambil ngerjain editan," jawabnya. Benar kan, dia memang sambil bekerja. "Babe, aku udah denger dari Darwin tadi. Kamu yang sabar, yo. Nanti kita sama-sama cari solusinya soal itu," katanya kemudian.
"It's, okay. Gue udah ngira kalo bakal kayak gini kejadiannya. Tapi, gini lebih baik, Nan. Daripada gue di kantor tapi nggak dianggap sebagai karyawan dan semua orang musuhin gue," jawabku. Kembali aku menghirup udara yang terasa sesak di sekitarku karena mengingat kejadian siang tadi di kantor.
"Hu'um, yo wes ntar kita ngobrol lagi di rumah. Aku mau selesain kerjaan ini dulu. Ugh! padahal aku udah laper banget," gerutunya. Aku terkekeh kecil mendengarnya.
"Okay, Babe. Hati-hati ntar pulangnya."
"Beres," jawabnya lalu memutuskan sambungan telepon.
Aku menarik napas panjang lalu meletakkan ponselku kembali ke atas nakas. Kuusap wajahku sebentar kemudian bangkit dari atas kasur. Lebih baik aku mandi sekarang dan pergi menemui Erlang.
Dengan langkah gontai aku menuju kamar mandi dan segera membersihkan diri. Setelah selesai mandi dan berpakaian, aku menuju dapur dan membuka kulkas.
Aku mengambil es krim tiramisu cake dan memotongnya sedikit. Aku lapar tapi sama sekali tak ingin makan. Daripada nanti aku pingsan sebelum sampai di apartemen Erlang, lebih baik aku mengganjal perutku dengan sepotong kue ini saja.
Setelah menaruhnya di piring kecil. Aku kembali memasukkan sisanya ke dalam kulkas, kemudian mengambil susu UHT dan menuangkannya ke dalam gelas. Beberapa menit lamanya aku makan dalam kebisuan.
Dadaku rasanya tak berhenti berdegup dengan kencangnya. Entahlah, sejak tadi aku terus saja merasa gelisah. Bukan karena masalah tadi siang dengan Wiranata. Melainkan ada hal lain yang aku tidak tahu apa sebenarnya.
Jam di dapur sudah menunjukkan pukul tujuh malam, bergegas aku menyelesaikan makanku dan segera mengambil kunci mobil lalu keluar dari apartemen. Perlahan mobilku pun meluncur menuju apartemen Erlang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOULMATE
General Fiction[COMPLETED] _________________________ Ini adalah kisah tentang Bastian Wijayaputra si gay bottom yang sedikit anggun. Juga sahabatnya, Kinanti Ayuningtyas yang keras kepala dan di usianya yang ke 30 tahun belum juga menemukan jodohnya. Mereka berdua...