-Jean POV-
Sesampainya di rumah Calvin, aku terus-terusan memikirkan apa yang terjadi di rumah sakit tadi. Sewaktu Gina, Siska, Erick, dan Vian meng-interogasi ku.
>flashback on<
Kutarik napas dalam-dalam dan membuangnya dengan perlahan. Ku tatap satu persatu wajah sahabatku yang terlihat sangat penasaran dan cemas.
"Maafkan aku, aku tidak memberitahu kalian terlebih dahulu. Aku tau kalau Calvin pernah menyakitiku, namun itu dulu. Dan sekarang yang aku tahu hanyalah aku sangat mencintainya" jelasku panjang lebar. Baik Gina, Siska, Erick, dan Vian tidak ada yang memberikan respon atau sekedar berkomentar. Mereka hanya diam sambil menatapku datar.
"Mmm.. kalau kau memang mencintainya maka kami tidak dapat melarangmu" ucap Gina memecah keheningan.
"Kalo gue sih ya... gimana ya, setuju-setuju aja. Itu kan juga kehendak loe" tambah Vian.
"Asal kau bahagia Jean" ucap Siska sambil memberikanku senyuman manis nya.
"Hmmmm, yaudah kalo itu keinginan loe, semoga langgeng. Tapi kalo Calvin berani nyakitin loe, gue yang bakal ngadepin dia" ucap Erick sambil mengepalkan tangannya seperti akan menonjok seseorang.
"Terimakasih, kalian semua sudah pengertian kepadaku. Terimakasih sekali" ucapku.
"Aww sama-sama Dear" ucap Gina lalu memelukku. Tiba-tiba Siska, Vian dan Erick pun ikut memelukku dan kami pun berpelukan seperti teletubies. Namun kami tidak se gendut teletubies.
Srreeeett....
"Jean!"
>flashback off<
"Jean!"
"A-ah iya ada apa?"
"Loe kenapa bengong gitu sayang?" Ucap Calvin lalu mengelus-elus pipiku.
"Ah, emm, aku hanya sedang memikirkan sesuatu" jawabku singkat lalu memegangi tangannya yang mengelus-elus pipiku.
"Mikirin apa? Jangan bilang loe lagi mikirin kak Kevin?! Hmmmpphh!" Ucapnya lalu menarik tangan nya yang mengelus-elus pipiku. Kedua tangannya ia lipat di dada dan mengalihkan pandangannya ketempat lain.
"Calvin... aku sudah tidak memikirkan Kevin lagi. Sini-sini sayang aku peluk kamu" ucapku sambil memajukan tanganku dan siap untuk menerima pelukan dari Calvin.
"Gue masih ngambek!" Ucapnya dan semakin memalingkan wajahnya dari ku.
"Yakin masih ngambek? Oh yaudah kita putus aja mendingan" ucapku. Entah kenapa aku lagi senang menjahili Calvin. Karena kalau dia marah itu keliatan lucu.
"Yah sayang kok putus sih. Kan gue cuma bercanda" ucapnya dan langsung memelukku. Menciumi pipiku. Keningku. Dan terakhir.... meraup bibirku.
Kali ini aku tidak akan meronta-ronta atau apapun, aku akan menerima alur ciumannya. Bibir kita saling bertautan erat seperti tidak ingin dilepaskan.
Seperti biasa, pertama-tama dia mengecup kecil bibirku. Membuat bibirku terbiasa dengan alurnya. Memanjakan bibirku dengan bibir menawannya. Alur ciumannya sangat lembut dan membuatku seperti melayang bersama para malaikat-malaikat yang membawa ku terbang ke surga.
Lalu ia menyesap bibirku sampai aku mengerang keenakan. Membuatku mau tak mau membukakan jalan untuk lidahnya agar mengobrak-abrik isi mulutku.
"Nggghhh.."
Oh sungguh enak sekali. Bagi kalian para jomblo jangan iri ya :p .
Dia mulai membersihkan gigi ku satu per satu. Membersihkan langit-langit mulutku. Dan saliva nya dan milikku pun membaur menjadi satu. Menjadi sangat manis dan aku menginginkan nya lagi dan lagi. Oh, rasa manis nya melebihi permen gulali yang ada di depan TK dekat rumahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Two Side Of The Mirror
RandomCuma cerita tentang anak sekolahan yang pulang kampung dan ketemu sama kembaran mantan nya doang. Tapi tau sendiri lah pasti banyak konfliknya wkwkwkwk. ~Jean~ Aku, remaja berusia 16 tahun yang menderita social anxiety disorder. Ya, sejak hari itu a...