Satu bulan telah berlalu sejak kejadian itu. Dan selama satu bulan itu Jean tetap setia berada di samping Calvin yang masih terbaring lemah. Entah sampai kapan Calvin akan terus begini. Jean yang sudah memasuki umur kandungan 2 bulan pun sudah semakin membesar perutnya.
"Calvin.. bangunlah.." ucap Jean perlahan. Setiap hari ia tak henti-henti nya mengucapkan kalimat itu. Setiap hari pula ia tak pernah pulang ke rumah, walaupun semua orang sudah memaksanya, ia tetap keukeuh akan menunggu hingga Calvin tersadar walau entah kapan.
Sampai pada suatu malam...
"Jean, lebih baik kamu malam ini pulang ke rumah bersama bunda dan ayah ya? atau pulang bersama papa dan mama" ucap Bella sambil membelai lembut kepala anak nya itu. Namun Jean menggeleng, ia benar-benar tidak mau untuk pulang sampai Calvin benar-benar siuman.
"Jean sayang... turuti perkataan bundamu nak. Kasihan dengan anak yang sedang kamu kandung ini" ucap Lisanna yang sedang berdiri di samping Bella dan Jean. Namun sekali lagi Jean juga menggeleng.
"Enggak, aku mau tinggal di sini aja. Maaf bunda... mama... tapi biarin Jean buat tinggal di sini sampai Calvin siuman" ucap Jean sambil tersenyum ke arah mereka. Akhirnya Bella, Lisanna, Jonathan, dan James pun kembali ke rumah mereka.
"Sayang, bangunlah, aku janji tidak akan minta yang aneh-aneh lagi. Pliss bangun sayang.." ucap Jean sambil menggenggam tangan Calvin erat dan dicium nya. Tak berapa lama kemudian Jean pun tertidur di sebelah Calvin sambil menggenggam tangan nya erat.
.
.
.
"Uhhmm..." dengan spontan Jean pun langsung terbangun. Ia melihat Calvin sudah siuman walaupun matanya masih 5 watt. Dengan cekatan ia langsung memanggil dokter dan suster yang berada di dekat ruangan Calvin.
-Jean POV-
"Aku harus segera memberitahukan hal ini kepada mama dan bunda!"
Langsung saja aku mengambil smartphone dari dalam kantong celana yang sedang aku pakai. Menekan kontak lalu menelepon mama dan bunda. Untung saja mereka terbangun saat aku menelepon, padahal saat ini pukul setengah 3 pagi.
"Umm ananda Jean?" panggil seorang perawat perempuan yang ada di ambang pintu. Aku pun menoleh lalu berlari ke arahnya.
"Ada suatu hal yang akan di sampaikan oleh dokter, bisakah ananda pergi ke ruangan nya sekarang?" suruh perawat itu. Aku pun langsung mengangguk dan segera pergi ke ruang dokter tanpa menunggu dokter yang masih memeriksa keadaan Calvin di dalam.
7 menit berlalu...
Dokter baru saja tiba. Dengan wajah sedikit kusut, beliau berjalan ke arahku lalu duduk di depanku. Tangannya ia rapatkan dan menarik napas panjang.
"Saya minta anda untuk bersabar.." ucap dokter perempuan itu. Aku bingung, apa maksud dari dokter ini?
"Maksud anda apa dokter?" tanya ku. Sekali lagi ia menarik napas panjang.
"Ada beberapa masalah dengan otak bagian belakang Calvin, akibat benturan yang sangat keras. Ia menjadi lupa ingatan, namun ananda tidak usah khawatir. Dia tidak amnesia permanen. Masih ada harapan baginya untuk ingat." ucap dokter itu dengan hati-hati. Entah mengapa aku merasa saat ini duniaku runtuh. Kebahagiaan yang baru aku rasakan sebentar sudah akan di cabut oleh tuhan? apakah sebegitu benci nya tuhan kepadaku?
"Ng-nggak mungkin! C-calvin nggak mungkin amnesia dokter. Coba anda periksa kembali. Nggak mungkin dia lupa ingatan!" ucapku dengan nada yang sedikit naik.
"Maaf nak Jean, kami sudah berulang kali memeriksa nya dan memang ada sedikit masalah dengan otak belakang nya" ucap dokter wanita itu. Aku masih tetap tidak percaya. Aku harus bertemu Calvin sekarang. Mungkin dengan melihatku dia akan ingat aku ini siapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Two Side Of The Mirror
De TodoCuma cerita tentang anak sekolahan yang pulang kampung dan ketemu sama kembaran mantan nya doang. Tapi tau sendiri lah pasti banyak konfliknya wkwkwkwk. ~Jean~ Aku, remaja berusia 16 tahun yang menderita social anxiety disorder. Ya, sejak hari itu a...