Devil

68 8 1
                                    

Bagaikan mentari yang menghangatkan kebekuan abadi. Perlahan kehangatannya menyentuh permukaan yang tak pernah di jamah oleh seseorang. Meruntuhkan pertahanan yang selama ini memberi batasan dunia dan perlahan menjadi sesuatu yang diimpikan oleh daratan beku. Tetapi mentari itu tidak pernah bertahan lama... perlahan udara dingin menggerogoti daratan beku menjadikan daratan itu menjadi kebekuan abadi yang tak dapat tertembus walaupun mentari datang lagi untuk menghangatkan.

Selama ini itu lah yang kurasakan, matahari yang menghangatan itu kini berada di hadapanku dengan kengerian yang tak dapat di katakan. Bagai iblis yang baru saja terbangun menumpahkan segala kengerian yang tertidur di dunia ini. Ia tersenyum... senyum yang menggerikan. Bukan lagi sebagai senyum yang menghangatkan tetapi senyum itu telah menjelma menjadi senyum iblis yang penuh kebusukan.

Ia berjalan kearahku dengan langkah santai. Udara dingin menembus kulitku membuat bulu remangku berdiri. Ia berjalan di genagan darah dan berhenti tepat di hadapanku. Kemudian berjongkok . ia menghembuskan nafas panjang. Kemudian tersenyum.

"aku tidak pernah menyangka bahwa kau yang akan menyaksikan hal ini... Reisa... the Dumb"

Michael McKing tersenyum. Ia mengusap air mata di wajahku sehingga meinggalkan jejak darah dipipiku.

"... pada hal aku berharap bukan kamu orang pertama yang menemukanku seperti ini... tapi kurasa takdir memiliki rencananya tersendiri... bukan kah begitu..."

Aku hanya menangis tanpa menjawab pertanyaan McKing. Aku melihat McKing seakan dia bukan seseorang yang aku kenal. Rambut yang biasa di tata rapi ia biarkan acak-acakan. Bahkan baju sekolah di biarkan beberapa kancingnya terbuka. Terdapat banyak noda darah yang terciprat di tubuhnya. Ia memperhatikan pisau belati yang masih penuh dengan darah. Kemudian arah pandangannya diarahkan kepadaku. Ia menyentuh tangan yang menutupi mulutku dan langsung aku tepis begitu saja. Hal itu malah membuat McKing terkekeh.

"tak kusangka aku akan di tolak oleh seorang Reisa"

McKing membuang pandangannya tetapi tidak menghilangkan senyumnya sama sekali. Ia kembali melihat kearahku.

"nah... sekarang apa yang harus aku lakukan kepadamu Reisa. haruskah aku membunuhmu? Mungkin akan sangat menyenangkan membunuhmu perahan dan mendengarkan suara kesakitanmu hingga mati. Aku penasaran dengan suaramu" ia mendekatkan kembali pisau itu kearahku. Aku hanya dapat menutup mata dengan ketegangan yang terjadi "... atau aku membiarkanmu hidup, hanya saya dengan syarat kau tidak boleh memberitahukan kepada siapapun? Ah tentu saja kau tidak akan memberi tahu siapapun kau kan bisu... " ia mendekatkan pisau itu ke bibirku dan menggores sudut bibirku perlahan "..tapi kau dilarang memeberi tahu siapapun bahkan dengan cara apapun... kau paham dengan perjanjian ini..."

Aku hanya diam tanpa merespon. Aku dapat merasakan luka di sudut bibirku. Perlahan darah segar menuruni lekuk daguku dan akhirnya menetes kepangkuanku. Aku memberanikan diri membuka mataku dan melihat McKing. Ia tetap tersenyum kemudian menarik pisau yang ia tekan pada sudut bibirku.

"kau tau Reisa biasanya aku akan membunuh orang yang menjadi saksi, karena bagiku saksi pembunuhan itu sangat merepotkan..." kata McKing menempelkan pisaunya kepipiku. Ia menepuk pipiku beberapa kali dengan pisau itu. Kemudian ujung pisau itu ia jalankan menuju area leherku "cara termudah membunuh hanya perlu menggesekkan pisau ini kearea kerongkongan. Hanya dengan sayatan halus darah akan keluar sangat deras dan aku tinggal menunggu korbanku tewas. Bukankah ini sangat menarik. tubuh manusia itu kuat tapi rapuh... buat satu luka yang sedikit dalam maka kau akan mati"

Ia menyentuhkan pisau itu mengelilingi leherku. Aku hanya dapat terisak menahan suaraku. Apakah aku akan mati disini?

"... jadi Reisa apakah aku harus membunuhmu?"

King and The Dumb's GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang