Bab 4 : Bertahan Hanya Untuk Mati Lain Kali

85 20 27
                                    

Saat itu, di kala sang fajar bahkan belum mengintip dari cakrawala Timur, tiga sekawan itu sudah berada di jalanan--berjalan dengan penuh kewaspadaan. Air wajah mereka bagai air ber-riak, sama sekali tak tenang--menunjukkan ekspresi was-was.

Rencana awalnya adalah, pergi ke Distrik Utara dan sesegera mungkin melarikan diri dari pulau terkutuk itu. Namun rencana berubah dan mereka justru menuju ke arah yang berlawanan--mendekati sumber kematian bahkan lebih dekat lagi.

Satu jam sebelumnya, pada saat mereka masih mengemasi barang-barang mereka secukupnya.

"Ke Distrik Selatan? Kau sudah gila ya?!" ujar Jirou seraya langsung bangkit berdiri.

"Apa yang kau rencanakan, Akihiko?" ucap Eiichi mengutarakan pertanyaannya tersebut dengan tenang.

"Apakah kalian ingin meninggalkan Saburou? Dalam situasi seperti ini?" ucap Akihiko menyebut seorang teman yang kedua temannya itu nyaris saja lupakan.

Dahi Jirou serta, Eiichi mengerut.

"Benar... Saburou... Tetapi... Bagaimana kita bisa sampai ke sana..? Maksudku... Dapatkah kita sampai ke sana dengan utuh..?" ujar Jirou.

"Kau tidak mungkin tidak memiliki rencana bukan, Akihiko..?" tanya Eiichi.

"K--kita... Ummm... Sungguh, aku tak tahu harus melakukan apa dan bertindak seperti apa... Aku tidak punya taktik apapun selain jangan mati... Kita harus sehati-hati mungkin..." ujar Akihiko sambil menghela nafasnya.

"Kita harus menyusun semacam pola strategi... Pola bertahan atau menyerang...", ujar Eiichi seraya menatap ke arah kedua temannya.

"Jangan berpisah sudah lebih dari cukup...", timpal Jirou, "Kita harus lebih berhati-hati... Dan tetap dekat... Dan...--".

"Ya, itu tepatnya yang harus kita lakukan...", jawab Akihiko sambil menganggukkan kepalanya setuju dan meraih tas ranselnya, "Kita juga harus menghemat peluru...".

Mereka bertiga pun serentak mengangguk mantap.

Kini di sinilah mereka, di jalanan menuju ke arah selatan--dimana kepulan asap hitam tebal terlihat jelas di ufuk selatan, terus bergerak ke angkasa lepas. Asap itu bersumber dari tempat dimana seluruh kekacauan ini berasal, institut penelitian serta kesehatan yang berada di ujung paling selatan dari distrik selatan. Walau asapnya terlihat sangat dekat sesungguhnya lokasinya tidak sedekat itu.

"Jadi... Benarkah dari sana semuanya berasal..?" gumam Akihiko sambil menatap ngeri kepulan asap pekat tersebut.

Akhirnya mereka tiba di sebuah klinik kecil, yang pintunya tertutup rapat di saat mereka berusaha untuk membukanya.

"Permisi..?" ucap Akihiko dengan agak lantang.

Namun ia tetap menjaga ketenangannya agar tak mengundang tamu tak diinginkan. Setelah tiada kunjung datang jawaban yang mereka nantikan--Jirou menawarkan diri untuk mencoba pintu tersebut.

"Biarkan aku mencobanya..." untuk sesaat Akihiko saling berpandangan dengan Eiichi, namun mereka akhirnya membiarkannya mencoba.

Setelah bertelut, Jirou merogoh sebuah jepitan rambut dan juga batangan besi kecil dari kantung jaketnya lalu mulai mengutak-atik lubang kunci tersebut. Akihiko memperhatikan dengan tatapan tak percaya.

"Kau yakin bisa? Maksudku... Aku hanya melihatnya beberapa kali di film, jadi....--"

Tanpa bergeming, Jirou terus berkutat dengan lubang kunci pintu tersebut--dan tanpa tantangan berarti, ia berhasil membuka kuncinya dan akhirnya membuka pintu tersebut.

"Kenapa? Jadi.... Kau tidak yakin..?" ujar Jirou dengan penuh rasa bangga, menyinggung Akihiko dengan melanjutkan kalimatnya yang tak terselesaikan itu.

Mission Report : KinzokushimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang