Bab 14 : Keputusan

9 3 3
                                    

"Tunggu... Apa?" tanya Akihiko, kebingunan.

"Ya, kita tidak akan kemana-mana, Akihiko."

"Kamu bicara apa Saburou?" tanya Jirou sambil berjalan mendekati temannya itu, memegang bahunya, "Kita bisa bebas, Saburou, kita bisa bebas."

"Seperti yang kubilang, kita tidak akan pergi kemana-mana, kita aman di sini," jawab pemuda itu tenang, menepis tangan Jirou yang memegang bahunya, menanggapi perlakuan hangatnya dengan sikap yang dingin.

"Hah?" Jirou menoleh ke arah Akihiko, lalu Eiichi, yang sama bingungnya dengan dia, sebelum kembali menatap Saburou, "Aku tidak mengerti jalan pikiranmu, Saburou."

"Apa alasanmu, Saburou? Itu saja pertanyaanku," tanya Eiichi tenang.

Kini, Akihiko hanya berdiam diri, berlaku sebagai pengamat.

Saburou menghela nafas, "Ini alasanku," ia menoleh ke arah Jirou, "Pertama-tama, aku yang tidak mengerti jalan pikiranmu, Jirou."

Jirou tidak bersuara, hanya saja, kedua alisnya mengernyit, selagi ia memperhatikan Saburou.

"Pertama-tama, di sini aman," ujarnya, "Di luar sana sama sekali tidak aman. Aku sudah lihat semua yang terjadi di luar sana, Eiichi!" perlahan-lahan emosinya semakin memuncak.

"Dan... Dan aku berpikir... Aku yakin, semua tidak akan berjalan lancar jika kita keluar. Satu-per-satu dari kita semua akan tumbang, oke? Entah dimakan zombie, entah ditembak orang lain, entah--entah..."

Ia semakin emosi, ucapannya semakin cepat dan nadanya semakin tinggi--sebelum ia terbata dan tersendat di akhir kalimatnya. Pandangannya dengan cepat menyapu ruangan itu, melihat setiap orang yang ada di dalam ruangan besar itu, bahunya naik turun, serima dengan nafasnya yang sedikit lebih cepat.

"Saburou," panggil Akihiko, menyela kalimat Saburou yang nampaknya tidak akan terselesaikan dalam waktu yang dekat pula, memberikan dirinya sendiri kesempatan untuk angkat bicara, "Aku tahu, kami, tahu,"

"Aku, Eiichi, Jirou... Hayami, Emi, dan anak kecil itu, Keita, kita semua tahu, Saburou," lanjutnya, "Tapi aku juga tahu, berdiam di sini, sama saja dengan menunggu untuk mati."

"Akihiko benar, kau tahu itu, Saburou," ujar Eiichi, menimpali, menyetujui pernyataan Akihiko, "Untuk sekarang semuanya baik-baik saja, tapi bagaimana jika persediaan kita habis? Bagaimana jika pertahan kita tertembus?"

"Yah, yang mereka katakan," ujar Jirou singkat, menyatakan bahwa jika ia akan angkat bicara, apa yang ia akan katakan sama saja dengan yang sudah diucapkan oleh teman-temannya.

Maka, kembali Jirou memegang bahu Saburou.

"Saburou, dengarkan, di luar sana lebih baik daripada di dalam sini."

"Bagaimana bisa? Di sini hanya ada kami, lengkap dengan senjata kami, sementara di luar sana hanya ada mayat hidup, lengkap dengan berbagai cara untuk mati."

"..... Bukan itu yang kumaksud," Jirou menghela nafasnya, "Maksudku adalah Honshu. Honshu lebih baik daripada di sini, Honshu aman, kita tahu sampai sejauh itu."

"Mereka sedang mengupayakan evakuasi, mereka membuat pertahanan di Jembatan Nozomi, posko kesehatan, makanan, minuman," ujar Jirou, kembali memegang bahu temannya itu, "Setelah itu semua akan selesai, kita tidak perlu memusingkan apapun lagi."

"Tidak perlu memusingkan apapun lagi?" ujar Saburou, kekehan sinis keluar dari antara bibirnya.

"Apa aku salah bicara?" Jirou mengernyitkan dahinya.

Saburou kembali menampik tangan Jirou, kemudian ia yang kini memegang bahu Jirou.

"Bagaimana dengan jiwa-jiwa lainnya? Yang masih terjebak di sini? Hah? Bagaimana dengan mereka yang sudah kehilangan orang-orang yang mereka sayangi?" satu-per-satu pertanyaan dilontarkan Saburou, sambil terus memandangi wajah Jirou dari dekat.

Mission Report : KinzokushimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang