Natasya tidak menjawab pertanyaan Aufar. Ia lebih memilih bungkam diam. Aufar pun mendekatkan wajahnya ke depan wajah Natasya.
Natasya terlonjak kaget saat semakin lama wajahnya dan wajah Aufar berdekatan.
"Lo mau ngapain?" ucap Natasya gugup.
Aufar terlonjak kaget saat Natasya membuyarkan tatapannya. "Emm anu itu ada ulet di rambut lo,"
"Demi apa lo? Ambil ihh gue takut," ucap Natasya yang reflek memeluk tubuh Aufar.
Tubuh Aufar terlonjak kaget saat tubuh Natasya bersentuhan dengannya. Ada rasa aneh yang muncul, perasaan aneh yang tiba-tiba muncul membuat Aufar menjadi gelagapan melihat tingkah laku Natasya.
"Udah ko Nat, dasar ganjen peluk-peluk." Aufar mengacak-acak rambut Natasya.
Aufar menelan ludahnya dalam-dalam, tenggorokannya terasa sangat kering. Dan se-rapi mungkin Aufar menutupi rasa gugupnya di hadapan Natasya.
"Sialan lo Far, yaudah yuk pulang!" Natasya mencubit pinggang sahabatnya ini dengan keras.
"Damn, ampun-ampun gue minta maaf tuan putri." ucap Aufar dengan menghampiri motornya
Aufar melajukan motornya menuju rumah Natasya. Tak butuh lama untuknya dan Natasya tiba di rumah milik gadis itu. Tanpa masuk terlebih dahulu, ia segera tancap gas meuju rumahnya.
Sepatu converse milik Aufar ia lempar asal, tas jansport miliknya ia lempar diatas kasur king size miliknya. Aufar mlemparkan tubuhnya ke kasur dan mengusap wajahnya kasar.
"Argh ga mungkin," teriak Aufar yang kini berada di kamarnya.
Aufar terus saja berfikir, mengapa ada perasaan aneh yang ada di fikirannya. Rasa yang jarang sekali ia rasakan kecuali saat ia jatuh cinta kepada Raisa, pacar pertama Aufar. Tetapi rasa itu berbeda, ia merasakan beribu-ribu lebah terbang di dalam perutnya. Jantungnya berdegub kencang tak terkendali bagaikan melajukan motor dalam kecepatan tinggi.
Apakah ini jatuh cinta? Batinnya
Aufar terus saja berfikir dan berfikir hingga akhirnya ponsel berwarna hitam itu menyala.
Raisa's calling
Shit! Geramnya dalam hati.
Ia segera memijit tombol hijau, dan berbicara kepada Raisa.
"Ada apa ca?"
"Pacar telfon kok kaya suka?"
"Ya terus? Gue harus gimana? "
"Mulai deh dinginnya."
"Iya maafin gue ya, lagi ga mood."
"Yah padahal gue kangen lo,"
"Gue tutup dulu ya, bye sugar."
Aufar mematikan telfonnya secara sepihak, dalam fikirannya saat ini, ia hanya memikirkan Natasya di hatinya. Meskipun dirinya berfikiran bahwa yang telah ia lakukan sangatlah jahat.
Ia melangkahkan kakinya gontai menuju kamar mandi, menyalakan shower dan membiarkan air membasahi rambutnya.
* * *
Seperti biasa Natasya selalu saja bangun kesiangan. Alarm yang sudah ia setel 30 menit yang lalu tidak menyala. Ia langsung memutuskan untuk segera mengirimi Deva pesan lewat line.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Invisible
Teen FictionCinta seperti permen karet yang awalnya manis tapi hambar sesudahnya. Berbagai ekspetasi terngiang di fikiranku seolah-olah cinta itu akan selalu berakhir bahagia. Tetapi cinta selalu saja manis di awal yang membuat kebahagiaan sesaat, akhir? Tidak...